Oleh: Nunik Sobari
Mereka terus saja berdebat diruangan itu. Fanny terlihat sangat emosi, dia terus saja bicara. Sementara pria di hadapannya, tidak percaya kalau wanita yang menjadi istrinya selama ini, sudah berubah menjadi wanita yang mengerikan.
Fanny tertawa sinis.” Ini sangat lucu tuan Reynaldi, apa kamu lupa, dulu kamu sudah mengusirnya tanpa perasaan. Sekarang seolah- olah, kamu seperti suami yang Sayang dan perhatian pada keluarganya.”
Fanny terus saja bicara, memancing kesabaran pria didepannya, tangan Reynaldi mengepal, terlihat jelas rahanya megeras, sebelum akhirnya dia berkata, ” Kau! Semua karena kau yang memulai. Semua juga kau yang membuat skenarionya.”
“Aku? tanya Fanny tanpa merasa bersalah.
“Kamu yang menyuruh aku mencari rahim pengganti, Fanny!Kamu yang menyuruh aku menikah lagi, sekarang kamu berkata seolah-olah aku yang menghancurkan semuanya.” ucap Reynaldi mulai terpancing emosi.
Wajah Fanny berubah menjadi dingin dan datar.
“Aku tidak masalah kalau kamu perduli pada anak itu, Tapi aku tidak akan tinggal diam, kalau kamu jatuh cinta lagi pada wanita itu, Rey.”
Reynaldi menatap wajah Fanny tajam.
“Kalaupun itu terjadi, kamu bisa apa, itu hak ku.”
Fanny tertawa sinis dan dingin. ” Kamu meremehkanku, Rey? Kamu pikir aku tidak bisa menyingkirkan dia dari hidup mu lagi seperti dulu?”
Reynaldi mengepalkan tangannya, lalu mengebrak.meja dengan keras. “Aku tidak akan membiarkan kamu menyentuh mereka sedikit saja.”
Fanny tertawa menyeringai, ” Kita lihat saja.”
Fanny bangun dari duduknya, lalu berjalan keluar ruangan suaminya, Reynaldi. Berjalan santai dengan langkah yang elegan.
Meninggalkan Reynaldi dengan emosi yang masih penuh di dadanya.
##
Sementara itu, Lina masih berada didepan laptop nya. Berusaha bekerja menyelesaikan semua dokumen dari rumah. Tiba-tiba ponselnya berdering, ada panggilan masuk terlihat di layarnya.
Nomor tidak dikenal. Takut-takut Lina mengangkat panggilan masuk itu
” Senang akhirnya bisa bicara langsung denganmu, Nyonya.”
“Siapa kau!?”
” Aku seseorang yang bekerja untuk Nyonya, Fanny. Namaku Alek.”
Nafas Lina tercengat, Diam. Hening.
“Aku hanya ingin memberimu peringatan.
Apa kamu pikir, kamu akan aman, setelah bersembunyi di balik Reynaldi? kalau kalian pikir itu aman, kalian salah. ” Fanny tidak akan tinggal diam.
“Aku tidak takut padanya!” jawab Lina tegas.
Alek tertawa kecil dari seberang sana.
“Tapi kamu takut kehilangan anakmu Bima, bukan?”
“Kamu mengancam ku?” Lina berusaha untuk berani, walupun sesungguhnya, hatinya benar-benar ciut.
“Fanny bisa melakukan apa saja, bahkan bukan hanya mengusirnya dari oerusahaan ataupun kota ini, dia bahkan bisa membunuh anakmu.”
bisik suara dari seberang sana, terdengar pelan tapi mengancam
Mata Lina membelalak sempurna, badannya bergetar hebat.
Panggilan telpon itu terputus begitu saja, tanpa ada kata penutup sedikit pun
Fanny tersadar, cepat dia mencari dan memanggil anaknya berkali-kali.
“Bima.! .Bima ! kamu dimana, Nak?”
Saat itu juga Lina tersadar, kalau dia harus berbuat sesuatu sebelum terlambat.
“Iya, Mama! ” jawabnya sambil berlari menghampirinya.
” Sayang dengar Mamah, Ya! Jangan main keluar. Diam saja didalam, Ya! Jangan membuka pintu sembarang, biar Mama saja yang membuka pintu, kalau memang ada tamu.”
ajar Lina kepada anaknya.
Bima mengangguk polos, lalu berlari kembali ke kamarnya, sambil membawa robot kesayangannya
Lina berdiri membeku didepan kamar anaknya, Fanny bukan hanya ingin mengusirnya, tapi wanita itu juga ingin merebut anaknya, mengambil Bima darinya.
Tangannya gemetar hebat, keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.
Cepat ia mengambil ponsel dan menghubungi Reynaldi yang ada dikantornya.
Tidak butuh waktu lama, Reynaldi menjawabnya.
“Ada apa?” terdengar suaranya masih keras dan tegang, mungkin karena habis bertengkar dengan Fanny tadi.
“Kita harus bicara sekarang!” ujar Lina tegas
“Aku masih dikantor sekarang, Bicaralah!” ujar pria itu tegas.
Lina terdiam sesaat berusaha menenangkan hatinya.
“Apa yang terjadi? Bima baik- baik saja, kan?” tanya pria itu dari seberang sana.
“Tadi ada pria yang menelponku, Alek namanya, dia bekerja untuk Fanny.
“Apa yang dia katakan, apa yang terjadi?” tiba-tiba suaranya meninggi dan terdengar tegang.
“Pria itu mengancamku, Dia bilang Fanny bisa melakukan apapun, lebih dari mengusirkundari perusahaan ataupun kota ini. Tapi dia bisa membunuh Bima tanpa jejak sekalipun.” Lina tidak bisa lagi menahan air matanya, suaranya bergetar sambil menahan tangisnya.
Lina mendengar suara keras dari seberang sana.
“Gubrak”
Reynaldi meninju meja kerjanya sambil berkata…
“Sialan!”
Lina terkejut mendengar reakssi Reynaldi dari seberang sana.
“Reynaldi…!?” panggilnya pelan
Lina masih memegang ponselnya, berdiri mematung, mendengar suara gebrakan meja dari seberang sana.
Lama Lina diam, tidak tahu harus melakukan apa, sampai akhirnya…
Tiba-tiba terdengar suara mobil menderu memasuki halaman villa, tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu terdengar nyaring.
Tok Tok Tok
Suara ketukan pintu kembali terulang.
“Mama ada tamu, biar aku yang membuka pintunya.”ujar Bima keluar dari kamarnya
“Bima! Jangan!” teriak Lina sambil menarik rangan anaknya.
“Masuk kedalam sayang, biar nanti Mama yang membuka pintunya, ” pelan-pelan Bima menuntun Bima ke kamarnya.
Kina menarik nafas berat, suara ketukan ointu masih saja terdengar jelas.
Dengan seluruh keberaniannya, Lina membuka pintu. Seperti melihat hantu disiang bolong, melihat siapa yang datang.
“Mau apa kamu kesini, Fanny?”
“Boleh aku masuk? Oh iya, aku lupa, ini rumah suamiku, berarti rumahku juga.”
Fanny masuk kedalam rumah, dan menutup pintu dibelakangnya. “Aku datang kesini, hanya ingin memperjelas sesuatu.”
Tatapan matanya berubah menjadi tajam.” Kau pikir, kau bisa menang m,elawanku?”
Lina berusaha mengangkat dagunya, dan mengendalikan perasaannya.
“Aku tidak pernah takut dengan permainan mu, Fanny!”
Fanny tertawa sinis, ” Okeh! Permainan ini baru saja aku mulai, Lina! katanya sambil menaruh kasar berkas diatas meja.
Lina mengambilnya dengan curiga, lalu membukanya karena penasaran.
Wajah Lina mendadak pucat membaca isi dari dokumen itu.
“Surat permohonan hak asuh anak.” baca Lina pelan.
“Apa maksudmu, Fanny? tanya Lina pelan.
Fanny tersenyum puas,” Apa kau pikir aku akan diam saja, membiarkan kamu dan anakmu kembali kedalam kehidupan Reynaldi! Asal kamu tahu, aku ounya banyak pengaruh, untuk memastikan pengadilan berpihak padaku nanti.
Lagi pula Bima itu anak dari suami sahku, berarti anakku juga bukan?”
Lina merasa kepalanya menjadi pusing, hidupnya kacau seketika.” Kau gila. Fanny!?” teriak nya
Fanny mendekat, kemudian berbisik ditelinga Lina, dengan suara dingin dan kejam.
“Aku tidak akan tinggal diam, sampai kamu benar-benar kehilangan segalanya, Lina.”
Lina diam tidak berkutik, tidak tahu harus bicara apa. Tiba-tiba…
“Mama ada siapa, Ma? Apa ada tamu? Ak
u.mau susu, Ma.” teriak Bima keluar dari kamarnya
Belum sempat Linna menarik tangan anaknya, Fanny sudah lebih dulu merangkuk Bima dengan sandiwaranya.
“Hai sayang, inimpasti Bima, ya? Anak papa Reynaldi yang ganteng.Kenalin aku Mami kamu, ya. Mami, Fanny!” ujarnya dengan senyum yang termanis yang dibuat-buat.