Oleh: Nunik Sobari
Mata Fanny berbinar senang, mendapat ide dari orang bayarannya.
“Lakukan!” perintahnya. Pastikan tidak ada jejak, apalagi melacak, dan mengarah kepadaku.
“Tentu saja Nyonya, anda bisa percaya padaku.
Anda tidak salah memilih orang, Nyonya..”
Fanny mematikan telponnya dengan wajah puas
“Kamu pikir bisa kembali ke perusahaan dengan mudah, Lina, Tidak akan!”
Fanny bisa memastikan kalau kai ini Lina akan jatuh lebih dalam, bahkan Reynaldi sekalipun tidak akan bisa menolong atau menyelamatkannya.
##
” Apa kamu masih sibuk, tunggu aku sebentar, masih ada beberapa dokumen yang harus aku tanda tangani.” ujar Reynaldi memohon.
Akhirnya hari itu Lina pulang lebih gelap. Menungu Reynaldi menyelsaikan pekerjaannya.
Sementara diluar hujan angin sudah mulai siang tadi. Membuat susana lebih gelap dari biasanya.
Hari itu Lina mulai masuk kembali bekerja, tidak ada satupun rekan kerjanya yang berani lagi berkomentar macam-macam. Bukan karena mereka tidak ingin tahu kebenarannya, tapi mereka tidak berani dengan ancaman Reynaldi.
” Barang siapa yang berani lagi bergosip tentang Lina ataupun dirinya, akan langsung dikeluarkan dari Perusahaan.”
Lina bisa berkerja dengan tenang. Sampai jam pulang kantor tiba. Bahkan kali ini dia melewati makan siangnya. Hanya segelas kopi dan sepotong roti yang dipesan online, yang masuk kedalam perutnya sepanjang sore itu.
Sampai akhirnya, ” Ayok Lina, saya sudah selesai!”
mereka berdua berjalan menyusuri lorong kantor, ada beberapa karyawan yang memang masih melanjutkan pekerjaannya, sambil menunggu hujan reda.
Sampai di pintu lift, “Pak! ponsel saya tertinggal di meja kerja, Bapak turun saja dulu, nanti saya menyusul.” mereka bersikap seprofesional mungkin bila berada dilingkungan kerja.
“Baik. Saya tunggu kamu didepan loby kantor.”
Akhirnya Lina kembali keruangannya, sementara Reynaldi masuk kedalam lift dan melanjutkan perjalanan nya keluar kantor.
##
Malam itu hujan semakin deras, petir mengelegar saling bersahutan. Seakan semesta memberi tanda dan firasat apa yang akan terjadi.
Jalanan di depan kantor sudah basah tergenang air hujan. Lampu-lampu kota memantulkan cahaya diatas aspal yang semakin licin, tergenang air hujan.
Didalam mobil hitam, yang diparkir didepan kantor Lina. Seorang bertopeng duduk dibalik kemudi. Menunggu perintah terakhir dari tuannya.
Melalui telepon suara Fanny terdengar dingin dan mengintimidasi.
“Pastikan kamu tidak gagal, begitu dia keluar gedung, tabrak dia. Jangan sampai mati, cukup sampai dia lumpuh dan tidak mampu berbuat apa-apa lagi.
Pria bertopeng itu mengangguk mengerti.
Tidak lama kemudian pria berjas hitam berjalan keluar gedung. Menghampiri mobilnya yang sudah terparkir di seberang loby kantor.
Dalam Kegelapan dan hujan deras bayangan itu sepintas mirip dengan Lina. Apalagi bayangan itu seperti hendak menghampiri mobil yang biasa Lina pakai. dengan supir pribadi Reynaldi.
“Nyonya, sasaran keluar kantor, dan menghampiri mobil yang biasa sasaran pakai.”
“Oke! Eksekusi sekarang sesuai rencana, jangan sampai meninggalkan jejak, ” ujar Fanny dari seberang sana.
Pengemudi itu menginjak gas mobil dengan kecepatan tinggi, menuju targetnya, dia dalam keremangan malam dan hujan yang semakin deras. Tidak lama kemudian…
Brak
Tubuh itu terpental keras dan jatuh kejalanan.
Darah mengalir bercampur air hujan.
Sementara Lina yang sepakat akan menyusuk ke lobi, kaget mendengar suara dentuman sangat kencang.
Ditambah jeritan orang-orang yang sangat keras.
Mendadak jantung Lina berdegub dengan kencang, keringat dingin membasahi sekujur badannya. Cepat dia turun dari lift dan berjalan menuju pusat suara.
Semua orang berlari mendekat, Lina masih berusaha untuk fokus meskipun tubuhnya agak limbung, mencoba mencari keberadaan Renaldi. Pria itu berjanji akan menunggu di dalam mobil didepan kantor.
Saat lampu mobil pelaku menyinari wajah korban, pelaku sempat membeku, terdiam ketakutan, sebelum akhirnya dia pergi jauh melarikan diri.
Semua orang menjerit, apalagi saat mengetahui siapa korban tabrak lari itu.
Suasana menjadi kacau, tanpa kecuali Lina.
Dia berusaha menerobos diantara orang-orang, Sebelum akhirnya dia jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
##
Dirumah sakit suasana menjadi tegang tegang. Lina yang baru saja keluar dari ruang IGD, berjalan menghampiri pintu ruang ICU.
Dengan tubuh gemetar.
Reynaldi masih belum sadarkan diri. Luka-lukanya serius. Lebih dari sekedar cedera fisik.
Tidak lama kemudian Rafkha datang dengan ekspresi tegang.”Apa yang sebenarnya terjadi?”
Lina mengeleng lemah, ” Harusnya ini bukan untuk Reynal, tapi untukku.”
Rafkha mengepalkan tangannya marah,” Ini pasti ulah Fanny.”
Sebelum Lina sempat menjawab, tiba-tiba dokter keluar dari ruangan.
“Keluarga Tuan Reynaldi!”
Lina maju kedepan dan cepat menjawab,” Iya saya Dokter! Bagaimana keadaannya, Dokter?”
“Maaf anda siapanya Tuan Reynaldi?” tanya Dokter cepat.
“S-Saya, Saya mantan istrinya,Dokter!” ucap Lina takut-takut
“Apa tidak ada keluarga nya yang lain?” tanya Dokter lagi
Belum sempat Lina berkata, tiba-tiba..
“Saya istrinya, Dokter! Bagaimana keadaan suami saya Dokter?” tanya Fanny licik
“Oh anda istrinya, begini… bersyukur pasien selamat, tapi….” ucap Dokter ragu-ragu
” Pasien selamat tapi, dia mengalami cidera kepala serius, saat dia sadar kemungkinan dia akan mengalami amnesia.” Dokter berkali-kali mengambil nafas berat sebelum akhirnya menyampaikan keadaan pasien.
Dunia Lina seakan berhenti.
Reynaldi tidak akan mengigat siapa dirinya, Tidak akan mengigat Bima, Tidak akan mengigat semuanya, Entah untuk berapa lama.
Sementara Fanny terdiam kaku, dengan ekspresi wajah binggungnya.
“Dokter pasien, Tuan Reynaldi sudah sadar!” perawat keluar ruangan ICU berusaha menyampaikan kondisi pasien.
“Silahkan kalau mau menemui pasien, tapi tolong jangan diajak bicara terlalu banyak. Dan dimohon tenang.”
Sekilas Fanny melirik kearah Lina, pandangannya tajam, menusuk dan kejam. Lina membiarkan wanita itu masuk, sebelum akhirnya dia mengikuti dari belakang.
Sandiwara dimulai. Fanny kembali memainkan perannya. manfaatkan kondisi Reynaldi yang lemah dan hilang ingatan. Kalau saja tidak ingat mereka ada d rumah sakit, ingin sekali Lina menarik rambut Fanny dan menamparnya.
Kali ini berusaha fokus dengan keadaan Reynaldi.
Tapi Sayang, saat itu Fanny seakan -akan tidak memberi kesempatan pada Lina untuk dekat dengan Reynaldi.
Reynaldi membuka matanya. Lina sempat melihat kearahnya. Namun saat pandangan mereka bertemu, tidak ada reaksi ataupun pengakuan sedikitpun. Reynaldi benar-benar melupakan Lina.
Seoalah-olah dia adalah orang asing buat pria itu
Tubuh Lina semakin lemas, karena menghadapi kenyataan yang sesungguhnya. Untung ada Rafkha yang sigap mengandengnya dan membawanya keluar dari ruangan itu.
“Duduk dulu, kamu harus kuat!” katanya sambil mengusap punggung Lina
Lina tidak menjawab apapun, dia hanya diam dan berusaha tenang, sampai akhirnya dia menggambil ponselnya. Dan melihat entah sudah berapa banyak panggilan masuk dari Bima juga pengasuhnya.
“Maafkan Mama, Nak.” katanya sadar lupa memberi tahu keadaan yang sebenarnya pada orang rumah.
Mendengar suara ramai di dalam kamar pasien. Lina menyimpan kembali ponselnya, tentu saja setelah menelepon balik kepada anaknya.
Lalu berjalan masuk kembali kedalam ruangan.
Beruntung ada Rafka yang selalu mengekor di belakangnya.