Oleh: Yuan_bee
Baru saja dia memijakkan kaki beberapa langkah, ada seseorang yang menutup kedua mata Revan dari belakang.
“Woy! Siapa kamu?!” tanya Revan yang merasakan tangan halus menyentuh kedua matanya. Sepertinya, tangan itu milik seorang perempuan.
Dia pikir; mungkin mantan pacarnya yang datang untuk meminta balikan padanya. Kalaupun itu terjadi, dia tidak akan merimanya lagi karena dia sudah terlanjur sakit hati, akibat meninggalkan Revan demi laki-laki yang dipilih oleh orang tuanya.
“Tebak siapa aku?” tanya dia. Revan tidak mengenali suara itu dan dipastikan bukan mantan pacarnya dulu. Lantas siapa perempuan itu?
“Siapa ya? Aku tidak tahu,” ucap Revan.
“Tebak siapa? Masa tidak tahu?”
“Siapa ya? Mungkin Sarmu’i, atau Kuwat, atau mungkin Slamet, Santo, Putra? Benar tidak?” ledek Revan.
“Ih, aku cewek, kamu memang nyebelin! Pantas saja sampai sekarang masih jomblo?” sahut perempuan itu sambil mencubit lembut pipi Revan.
“Suka-suka aku dong, daripada dapat pasangan yang ga jelas,” celoteh Revan.
“Kucubit lagi lebih keras, ya!”
“Eh, jangan! Aku nyerah deh. Kamu siapa?”
“Sekarang kamu buka matamu,” suruhnya, lalu melepas genggaman tangan pada mata Revan.
Revan dengan penasaran membuka matanya, dia melihat dari ujung kaki sampai kepala. Kulitnya begitu putih bersih dan rambutnya hitam panjang.
Dia berdiri dengan memakai gaun berwarna putih yang tampak elegan. Jarang sekali dia menemukan wanita yang memakai gaun tersebut.
“Putri Eliza?”
Dia mengangguk, lalu tersenyum bahagia kepada Revan, pemuda yang selama ini dia sukai.
“Kok kamu bisa …?”
“Husssttt … jangan keras-keras kalau bicara, atau orang di sekitarmu menganggapmu gila.”
“Maksudmu?”
“Cuma kau saja yang melihatku, orang lain tidak bisa.”
“Begitu ya?”
“Mari ke kamarmu, akan kuceritakan nanti,” ajak Putri, lalu menarik lengan Revan.
“Ke kamarku?” ucap Revan gugup karena belum pernah ada wanita yang masuk ke kamar sebelumnya.
Sebenarnya dia malu karena di dalam kamar itu banyak barang yang berantakan. Sebab, Revan orangnya pemalas untuk merapikan barang-barangnya.
Mereka berdua pun menuju kamar, sementara dalam pikiran Revan, dia masih bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang hantu bisa masuk ke alam manusia?
Mereka berdua melangkahkan kakinya sambil bergandengan tangan. Namun, di dalam kegelapan, ada seseorang yang mengintip tingkah laku Revan sejak tadi. Wajah penguntit itu tidak jelas karena di tempat persembunyiannya sangat minim penerangan.
“Apa? Kau beneran Putri Eliza yang selalu datang ke mimpiku?” tanya Revan memastikan.
“Betul.”
“Lantas, bagaimana kamu bisa masuk ke alam manusia?” lanjut Revan bertanya.
“Ceritanya sangat rumit, kamu pasti tidak akan paham. Yang penting aku bisa bareng sama suamiku, meskipun hanya saat malam hari saja,” jelas Putri.
“Suami apa? Tidak mungkin aku memperistri seorang hantu,” sangkal Revan.
“Salah siapa kencing sembarangan? Ditambah lagi, melakukan ijab kabul sama pohon lagi,” sindir Putri sambil merebahkan dirinya ke kasur milik Revan.
Dia kembali mengingat kejadian itu dan menyesal telah melakukan ijab kabul sembarangan, meskipun dia melakukan itu hanya untuk latihan saja.
“Duh, senengnya jadi manusia. Bisa tidur di kasur yang empuk,” celetuk Putri.
“Memangnya kalau hantu tidur di mana?”
“Di mana saja, asal nyaman, tapi tak senyaman di kasur milik manusia.”
Revan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun, Putri yang melihat Revan akan pergi pun mengikutinya.
“Heh, aku mau mandi, ngapain kamu ikut?”
“Kita kan sudah suami istri. Masa ga boleh kalau mandi bersama?”
“Dengerin ya, meskipun kata kamu kita suami istri. Namun, untuk mandi dan tidur tidak boleh bareng, walaupun kita masih satu kamar!” seru Revan.
“Memangnya kenapa kok tidak boleh?”
“Jelas tidak boleh, kita beda alam. Camkan itu!”
“Huh! Suamiku galak banget.”
Putri Eliza hanya terdiam dan murung setelah di bentak oleh Revan. Dia melipat kedua tangannya. Putri yang tidak terima dengan perlakuan Revan pun punya niat untuk menjahili Revan saat dirinya sedang mandi.
Saat itu Revan sedang asyik mandi tanpa mengenakan pakaian satu pun. Sementara itu, Putri mulai bertindak jahil. Saat itu, Revan sedang membasuh muka dengan air sabun, hingga membuat matanya perih.
Saat Revan mencoba mencari gayung untuk membersihkan mukanya dari sabun, gayung itu bergerak sendiri. Awalnya Revan tidak tahu kalau hal itu adalah ulah dari Putri.
“Di mana ya, gayungnya? Sepertinya aku letakkan di daerah sini.”
Untung saja, setelah dia meraba-raba di sekitarnya, dia menemukan bak yang berisi air. Lalu, membasuh mukanya tanpa bantuan gayung. Setelah Revan sudah bisa melihat, dia menyaksikan keanehan, yaitu gayung yang bergerak sendiri.
Revan yang ketakutan pun mengambil handuk untuk menutupi bagian vitalnya, lalu keluar dari kamar mandi.
“HA-HA-HANTU!” teriak Revan.
Setelah dia keluar dari kamar mandi, handuknya melorot dan dilihat oleh Putri dengan tertawa terbahak-bahak.
“Makanya kalau jadi manusia itu jangan arogan. Akhirnya aku bisa melihat pisang kamu yang tersembunyi,” ledek Putri.
“Jadi, semua itu karena ulahmu?” tanya Revan sambil kembali memakai handuknya.
“Kalo iya memangnya kenapa? Mau mengusirku?”
“Iya, kamu kuusir karena menyusahkanku saja!” bentak Revan yang tidak bersedia dia bersama Putri.
“Baik, usir aku sebisamu!”
Revan pun bersiap menyergap Putri, tapi tidak bisa karena Putri punya kemampuan menghilang dan berpindah tempat secara cepat.
Usaha Revan untuk menangkap Putri sia-sia saja. Putri tertawa terkikik melihat kondisi Revan yang sudah kelelahan.
“Bagaimana? Apa kamu sudah menyerah?” tanya Putri.
“Baiklah, aku menyerah. Lantas, apa maumu?”
“Aku hanya ingin berada di dekatmu, karena kaulah suamiku,” ucap Putri.
“Terserah kamu saja, yang penting kita tidur terpisah. Kau boleh tidur di kasurku,” kata Revan sambil memakai pakaian dan mencari sesuatu di lemarinya.
“Lantas, kau tidur di mana?” tanya Putri dengan cemas, dia pikir Revan akan meninggalkan dirinya seorang diri di kamarnya.
“Aku tidur di sini,” kata Revan sambil memasang kasur lantai.
“Aku akan ikut ke mimpimu.”
“Terserah, aku mau tidur karena badanku sudah lelah,” ujar Revan sambil membaringkan tubuhnya di kasur lantai.
Putri pun merebahkan dirinya ke kasur milik Revan, dia belum bisa tidur, dan sesekali melihat Revan yang sudah molor. Wajah tampan Revan membuat Putri terpesona. Apalagi saat dia ingat ukuran pisang coklatnya.
Sikap Revan yang dingin justru membuat Putri semakin menyukainya. Dia masih terus-menerus melihat Revan yang sudah masuk ke alam mimpi. Terkadang, dia ingin menjadi manusia biasa, tapi tidak bisa karena hal itu melawan takdir.
Putri mengatur ulang selimut yang dipakai Revan agar dia tidak kedinginan. Dia pun melihat-lihat barang milik Revan di meja kamarnya, dia menemukan sebuah foto yang aneh. Foto itu dia tatap, hingga Putri meneteskan air mata.
Esok paginya, Revan bangun pukul delapan pagi, akibat bunyi alarm yang didengarnya.
Putri tidak ada di kamarnya karena dia hanya bisa muncul saat malam hari. Revan mendapati kalau pusaka kesayangannya tadi malam mengeluarkan cairan.
“Duh … dan terjadi lagi,” gumamnya sambil mengelap pusakanya dengan tisu.
Akhir-akhir ini Revan sering mimpi basah setelah dia menikah dengan Putri di alam gaib.
Ada hal aneh yang saat itu terjadi padanya, yaitu ….