Oleh: Yuan_bee
“Sebenarnya aku dulu pernah meminta bantuan kepada makhluk gaib saat aku kecil. Dulu rambutku gembel saat usiaku lima tahun. Kondisi malam tertentu, aku mengalami kejang-kejang seperti kesurupan. Pernah dibawa ke orang pintar, katanya; aku adalah anak titipan Ratu Kidul,” jelas Revan.
“Lantas, bagaimana kau bisa sembuh?”
“Dukun itu memandikanku dengan kembang tujuh rupa dan air tujuh sumur yang dicampur menjadi satu di bak.”
“Lalu kau mandi di situ?”
“Iya. Setelah itu, dukun itu bermediumisasi dengan sosok makhluk gaib yang berada di tubuhku. Kata makhluk itu, dia akan keluar dari tubuhku, asalkan harus memenuhi persyaratan, yaitu menyiapkan tujuh telur ceplok dan tujuh paha ayam goreng.”
“Lalu bagaimana?”
“Besoknya, setelah syarat itu terpenuhi, aku melakukan ritual lagi untuk mencukur rambut gembelku. Setelah dicukur botak, makhluk gaib yang bersarang di tubuhku pun pergi,” ucap Revan mengakhiri ceritanya.
“Palingan dia dukun abal-abal yang meminta syarat itu untuk dimakan sendiri.”
“Entahlah, tapi setelah aku menjalani ritual itu. Secara ajaib, kejang-kejang di tubuhku sudah tidak kumat lagi, aku pun menjadi anak-anak yang normal setelah rambut gembelku dipangkas.”
“Begitu ya, kami organisasi Aster Putih sangat melarang adanya praktik perdukunan yang merugikan orang-orang. Kecuali, praktik itu bukan abal-abal yang sudah terbukti menyembuhkan pasien, serta ada perizinan resmi. Kalau tidak seperti itu, akan sangat merugikan orang-orang, karena terjebak dalam tipu daya dukun abal-abal.”
“Kayaknya sudah terlalu siang, aku mau pergi kuliah dulu,” ucap Revan pamit.
“Oke, jangan lupa, besok persiapkan dirimu,” kata Amira mengingatkan janjinya. Revan mengangguk, lalu pergi meninggalkannya dengan langkah cepat untuk mengejar waktu.
Revan berangkat kuliah seperti biasa. Pagi itu pikirannya sedang kurang fokus. Di dalam otaknya, dia sempat berpikir, apabila Amira curiga dengan jawabannya tadi, lalu dia tidak mempercayai penjelasannya. Revan berharap, semoga saja sosok Putri Eliza itu tidak diketahui olehnya.
Revan juga sempat memikirkan Eko yang sedang berada di desa angker itu. Dia berharap kalau teman baiknya itu tidak terjadi apa-apa. Awalnya dia sudah melarangnya agar Eko tidak pergi ke desa itu, tapi Eko terus bertekad untuk pergi ke sana.
Karena tidak fokus, setelah dia berbelok dari sisi gedung. Tanpa sengaja, dia menabrak seorang perempuan. Ternyata, mahasiswi dari fakultas lain.
Buku yang dia bawa pun jatuh, tak hanya itu saja, minuman yang dia bawa turut jatuh, sehingga membasahi bukunya.
“Woy! Kalau jalan pakai mata dong! Lihat ulahmu!” hardik perempuan itu.
“Maafkan aku, memang aku jalan ga pakai mata,” dalih Revan.
“Kalau ga pakai mata, lalu pakai apa? Pantas aja nabrak!”
“Tadi aku jalan pakai kaki, sehingga nabrak kamu, he-he-he.”
“Hih … ini bukan canda’an tau, pasti kau sengaja menabrakku bukan?! Enak aja, mencari kesempatan dalam kesempitan!”
“Kamu jangan sembarangan bicara ya, kalau kamu tahu ada orang yang akan menabrakmu, harusnya menghindar dong!”
“Enak saja menyalahkan aku. Sini, minta maaf sama aku!” suruh perempuan itu sambil mengulurkan tangannya, lalu Revan disuruh mencium telapak tangannya.
“Baik, aku mengalah. Aku yang salah. Aku minta maaf,” kata Revan berusaha menuruti perintahnya. Saat dia berusaha mencium telapak tangannya, dia malah menepisnya.
‘Ini cewek kenapa, sih?’ batin Revan.
“Kamu jangan sembarangan, ya! Main cium tangan saja!”
“Bukankah kamu sendiri yang meminta?! Aku sudah mengalah, aku sudah mengaku salah dan meminta maaf. Lantas, aku harus bagaimana?!”
“Kau harus ganti kerusakan buku tugasku karena ulahmu!”
“Baik, ini aku ada uang buat ganti semuanya,” ujar Revan sambil menyodorkan dua lembar merah kepadanya.
“Sembarangan aja mau menyuapku, aku ga butuh uangmu. Memangnya wanita malam yang mudah kamu bayar?! Aku masih punya harga diri yang mahal!” hardiknya.
“Lalu, aku harus bagaimana?”
“Kau harus mengerjakan kembali tugasku itu. Tadi malam aku sampai tidak bisa tidur untuk menyelesaikannya!”
“Apa? Sekarang aku tidak bisa, karena nanti bisa terlambat masuk fakultas.”
“Baiklah, nanti siang aja.”
“Oke. Namamu siapa dan kamu di fakultas mana?” tanya Revan.
“Namaku Nanda, dari fakultas hukum,” jawabnya.
“Hukum?”
“Iya, kalau kau tak menepati janjimu, kamu akan kusidang!” ancam Nanda.
“Serem,” ucap Revan pura-pura takut, lalu meninggalkannya pergi.
Revan pun dengan cepat pergi ke fakultasnya. Hampir saja dia terlambat, untung saja dosen belum datang.
Setelah duduk, dia kembali memikirkan perempuan yang ditabrak olehnya tadi. Dia pikir, wanita tadi punya sifat yang labil dan mudah berubah pikiran.
‘Cantik juga dia, tapi kayaknya aku pernah lihat dia, tapi di mana ya?’ gumam Revan.
Dia melihat tempat duduk Eko yang masih kosong karena penghuninya sedang tidak bisa berangkat.
‘Kuharap dia baik-baik saja di desa angker itu,’ gumamnya dalam hati.
Setelah selesai melakukan kegiatan perkuliahannya, dia langsung menuju ke fakultas hukum untuk menepati janjinya.
Dia berjalan sambil memikirkan wajah Nanda yang sepertinya pernah melihatnya. Pada akhirnya, dia menyimpulkan kalau Nanda mirip sekali dengan Putri Eliza, sosok hantu cantik yang selalu datang saat malam hari.
Setelah sampai di fakultas Nanda, Revan dengan sabar menunggunya keluar. Saat para mahasiswa sudah keluar dari ruangan itu, Nanda belum juga menampakkan batang hidungnya.
Revan menunggu di depan ruangannya karena dia pikir, Nanda masih di dalam ruangan itu dan belum keluar.
Revan samar-samar mendengar suara orang sedang berdebat di dalam ruangan.
“Kamu yang tidak peka!” teriak seorang perempuan.
Revan mengintipnya dari luar, rupanya Nanda masih di dalam ruangan dengan seorang pria yang mungkin saja adalah pasangan cintanya. Dia sedang bertengkar dengan pria itu, tapi entah apa yang mereka rundingkan.
“Oh rupanya dia sedang ada konflik dengan pasangannya, biarin aja deh, pasti nanti rukun lagi,” ucap Revan dengan cuek. Namun, setelah cukup lama, mereka berdua belum juga keluar dari ruangan tersebut.
“Lama sekali mereka berdebat ya, apa aku tinggalin aja ya, daripada mengerjakan tugasnya akan menambah bebanku. Apalagi, sore nanti aku sudah ada janjian kepada Amira, untuk mendaftar menjadi anggota kelompok pemburu hantu,” katanya bermonolog.
Revan sempat akan beranjak dari tempatnya menunggu, tapi Revan melihat pria yang bersama Nanda mengeluarkan sebuah pisau kecil.
Meskipun kecil, tapi dipastikan kalau pisau itu sangat tajam. Apabila menusuk perut, bisa jadi korbannya akan langsung meninggal.
“Ini tidak bisa dibiarkan, Nanda dalam bahaya!” kata Revan berlari masuk ke ruangan itu.
“Hentikan! Letakkan pisau itu!” seru Revan dari dekat pintu ….