Oleh: Lil Seven
Dokter kandungan sudah selesai memeriksa Melissa, saat dia ingin memberitahu hasilnya, Darren yang kini duduk di sebelah Melissa, menoleh kepada istrinya tersebut.
“Aku tiba-tiba sangat haus, biasakah kau membelikan diriku minum, Sayang?”
Melissa menatap bingung kepada suaminya yang menyuruh pergi di saat dia ingin mendengarkan hasil pemeriksaan dokter tentang kesehatan rahimnya.
“Kenapa tiba-tiba, Sayang?” sergahnya tak terima karena merasa sepertinya sang suami sengaja mengusir, agar dia tak mendengar apa kata dokter tentang hasil pemeriksaan tersebut.
Darren justru mengelus lehernya dan memajukan sedikit bibir.
“Tolong, tenggorokanku rasanya sangat kering, tolong belikan aku minuman di kantin rumah sakit ini. Oke?”
“Tapi ….”
Melissa terlihat ragu, jika dia pergi ke kantin rumah sakit dia akan melewatkan penjelasan dokter.
Namun, dia juga tak mungkin bisa menolak perintah suaminya tersebut.
“Alice Sayang, apakah kau tega melihat suamimu kehausan?”
Pertanyaan bernada ancaman tersebut membuat bahu Melissa lunglai, tak bisa melawan lagi.
“Baiklah,” jawabnya dengan lesu.
Semoga nanti Darren mau berbagi info dengannya, Melissa ingin tahu apakah dia baik-baik saja atau tidak.
“Alice, ingat, tolong belikan di kantin rumah sakit, oke? Jangan di mesin penjual minuman yang ada di lantai ini, aku tidak mau. Belikan di kantin rumah sakit yang ada di lantai satu, mengerti?”
Darren menekan kalimatnya dan memerintahkan beli minuman di tempat terjauh seakan hendak membicarakan hal yang sangat penting dengan dokter kandungan tersebut.
“T-tapi itu letaknya sangat jauh dari sini, dan–”
“Sejak kapan kau punya kuasa menolak perintahku, Alice?” potong Darren dengan sangat dingin atas protes istrinya tersebut.
“A-ah, oke. Aku pergi.”
Letak kantin rumah sakit yang sangat jauh dari tempat pemeriksaan kandungan membuat Melissa sedikit lebih lama sampai untuk menuju tempat tersebut.
Hal itu digunakan oleh Darren untuk bertanya kepada dokter kandungan yang memeriksanya.
“Dok, bagaimana hasilnya? Apakah istri saya hamil?”
“Tidak, Pak. Istri Anda belum hamil, kesehatan rahimnya juga bagus. Apakah kalian pengantin baru? Kalau iya, maka tunggulah satu atau dua bulan untuk memeriksanya lagi,” jelas dokter tersebut.
Apa yang dikatakan oleh dokter membuat Darren lega luar biasa.
Dasar Rafael sesat!
Gara-gara dia, dia mencurigai istrinya sendiri, awas saja nanti.
“Ayo, Sayang.”
Tiba-tiba Darren yang sudah berada di luar ruangan, menyeret tangan Melissa yang baru datang dari kantin untuk membeli minuman, pergi.
“E-eh, kenapa? Ini minuman yang kau mau tadi, Sayang.”
Tak mengerti dengan tindakan Darren tab tak bisa ditebak, Melissa mengulurkan minuman di tangannya pada Darren.
“Lupakan tentang minuman. Ayo segera pergi sekarang juga.”
Dia mengambil minuman di tangan Melissa dan membuangnya ke tempat sampah.
Dia tersenyum pada Melissa, senyum pertamanya sejak malam tadi.
“Semua masalah sudah terselesaikan. Sekarang, kau ingin ke mana?”
Ditambah mendadak seperti itu, Melissa kebingungan
“Nngg itu … Tidak ada, aku tak ingin apa pun saat ini. Aku hanya ingin pulang dan kau pergi ke kantor.”
Melissa akhirnya menjawab seperti itu.
Sungguh, saat ini dia benar-benar tak ingin apa pun, dia hanya ingin rebahan di rumah Darren yang luas dan mewah dan menikmati hari-hari yang tenang selama Darren bekerja.
Hari-hari ketika Darren berada di kantor, adalah saat yang sangat menyenangkan untuk Melissa, dia bebas melakukan apa saja di rumah besar tersebut.
Ditambah lagi dia tak perlu bersih-bersih atau apa pun, para pembantu Darren selalu siap siaga menyiapkan segalanya.
“Tidak. Saat ini aku sedang senang dan ingin mengajak dirimu jalan-jalan, jadi ayo kita pergi ke tempat yang kau inginkan.”
Darren bersikeras, sikapnya ini membuat Melissa curiga kira-kira apa yang dibicarakan oleh dokter kandungan tersebut, tapi dia juga tak punya keberanian untuk bertanya.
“Hm, tapi aku … benar-benar hanya ingin pulang,” ucap Melissa.
Sebentar lagi, drama yang dia sukai akan tayang dan Melissa tak ingin melewatkan drama tersebut karena aktornya sangat tampan.
Tadi pagi, koki rumah besar itu membuatkan brownies yang sangat enak untuknya, Melissa ingin segera pulang dan memakannya sambil menonton drama di drama kesukaannya tersebut.
“Tidak, kita harus mampir suatu tempat dulu, kira-kira kau ingin pergi ke mana?”
Darren mendesak, sepertinya dia memang sedang ingin membawa Melissa jalan-jalan.
“Ah. Kalau begitu, tolong antar aku berbelanja sebentar.”
Melissa akhirnya ingat bahwa dia tadi ingin belanja, sepertinya belanja sebentar bersama Darren tidak buruk juga.
“Astaga, kenapa aku lupa? Berbelanja merupakan hal yang sangat disukai oleh para wanita, baiklah, ayo kita ke mall keluargaku dan berbelanjalah sepuasnya di sana.”
Darren memutar mobilnya dan menuju ke mall milik keluarganya untuk mengantarkan Melissa berbelanja.
“Tidak, Sayang. Aku hanya ingin berbelanja sedikit saja supaya tidak bosan. Ah, ada beberapa barang yang ingin kubeli juga karena menonton iklannya di televisi, tapi aku pastikan tidak akan habis banyak.”
Segera Melissa meng-klarifikasi agar Darren tidak salah paham dan mengira dia wanita boros.
Bagaimana pun juga, ini hanyalah pernikahan sandiwara, kebaikan pria itu pasti ada batasnya.
“Sedikit? Saat bersamaku, tidak ada kata sedikit, Istriku. Berbelanjalah sepuasmu tanpa memikirkan habis berapa,” jawab Darren dengan santainya.
Sebenarnya Darren melakukan semua ini karena dia ingin menebus rasa bersalah di dalam dirinya sebab tadi malam sudah mengabaikan Melissa karena terbawa omongan Rafael.
Darren sendiri tidak tahu kenapa semakin dia kenal Alice istrinya ini, rasa ingin melindungi dan memberi apa pun yang menyenangkan hatinya begitu besar.
Hal yang tak dia rasakan lagi kepada Rania, Darren bahkan merasa bahwa kekasihnya tersebut sekarang terlihat membosankan dan merepotkan.
Bagaimana pun juga, Alice juga melayani dirinya dengan sangat baik di atas ranjang, entah apa yang membuat dirinya berubah tapi di mata Darren, Alice sekarang adalah istri yang baik.
Apakah dia sudah menyerah untuk melawan saat tahu Darren mengobati ibunya dengan baik? Entahlah..
“Kamu … kamu pria yang baik.”
Ucapan yang dilontarkan Melissa tersebut membuat Darren menatap istrinya dengan sedikit canggung, tapi sedetik kemudian tertawa terbahak-bahak.
“OlllKau ini bilang apa? Apakah kau sedang mengolok-olok? Kalau aku pria baik, aku tak akan mengajakmu menikah kontrak,” selorohnya, yang dijawab senyum oleh Melissa.
Anehnya, senyum itu tidak terlihat sedih atau menyesal karena nasibnya yang menjadi istri kontrak, tapi dia terlihat santai.
“Ya, kau benar, Suamiku. Ini hanya hubungan kontrak.”
Darren hendak bertanya lagi apa maksud ucapannya tersebut, tapi mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di mall yang keduanya tuju.
Melissa, anak kampung yang seumur hidup tidak pernah diajak berbelanja oleh pria kaya, begitu sampai di mall dan dibilang boleh membeli apa saja, malah tak bisa memikirkan apa pun.
Dulu, dia ke mall hanya untuk melihat-lihat dan membayangkan seandainya bisa membeli segala hal tanpa memikirkan harganya.
Dia pikir itu sangat menyenangkan, tapi saat mengalami sendiri, sekarang dia malah kebingungan.
“Kau ingin beli apa dulu, Sayang?”
Darren bertanya sambil berjalan di samping Melissa yang menatap gerai-gerai cantik di kanan kiri mereka.
“Aku … aku bingung,” jawab Melissa dengan jujur.
Dia benar-benar bingung harus membeli apa, di rumah Darren, dia sudah menyediakan segalanya bahkan almari bajunya penuh dengan baju-baju baru yang masih belum terpakai, jadi Melissa merasa sayang untuk membeli yang baru sementara di rumah sana masih banyak baju yang dia belum pernah pakai.
“Ah, lihat, di sana ada toko kosmetik. Ayo kita ke sana dulu, bagaimana?”
Darren, dengan santai menggandeng Melissa menuju gerai kosmetik, terbiasa menemani Rania belanja membuat dia hafal apa yang disukai oleh para wanita.
Ini memang pertama kalinya Darren berbelanja dengan Alice, tapi dia yakin semua wanita itu seleranya mirip.
Dan benar, mata Melissa seketika berbinar cerah saat melihat pelembab bibir yang dia inginkan sejak lama, ketika dia berada di tubuh Melissa.
Dia tak mengira akan menemukan barang itu di toko yang ada di dunia novel seperti ini.
Apakah ini surga?
Harga pelembab bibir itu lumayan mahal sehingga saat itu Melissa merasa sayang untuk membelinya, dia lebih mementingkan gajinya untuk hal yang lebih urgen seperti makan dan membayar kontrakan.
Meski ini dalam dunia novel, Melissa mulai menyadari bahwa sebenarnya ada beberapa hal yang mirip dan sama seperti saat dia tinggal di dunia nyata.
Seperti beberapa kosmetik di depannya ini, mungkin karena ini adalah produk yang terkenal di penjuru dunia, sehingga penulis pun memasukkannya dalam dunia novel.
Anehnya lagi, secara garis besar, dunia ini tak ada bedanya dengan dunia yang selama ini ditinggali oleh Melissa.
Bedanya di sini, dia hidup sebagai istri kontrak pria kaya raya, bukan sebagai pekerja kasar dengan gaji rendah.
“Tolong bungkus yang itu.”
Darren yang tahu ke mana arah mata Melissa memandang, dengan sigap meminta pramuniaga untuk membungkuskan pelembab bibir yang sejak tadi dilihat oleh istrinya tersebut.
“Ren, hey! Aku cuma melihat-lihat saja, kok! Pelembab bibir itu harganya mahal, kau tak perlu membelikannya, aku … aku merasa tak enak,” jawab Melissa.
Sejujurnya ini pertama kali baginya ditraktir pria dan dia merasa sangat canggung.
Darren malah dengan santai mengambil pelembab bibir yang diserahkan pramuniaga tersebut dan menyerahkannya pada Melissa.
“Mau coba?”
Tawaran Darren membuat Melissa meneguk ludah.
Itu terlalu menggiurkan.