Oleh: Lil Seven
Namun, Melissa tak langsung menerima tawaran itu.
“T-tapi …”
“Matamu mengatakan kau ingin memakainya di bibirmu. Hm, rasa stroberi? Wow, tidak disangka kamu punya sisi imut juga, Sayangku,” potong Darren dengan tawa geli.
Darren lantas membuka tutup pelembab bibir itu dan menyerahkannya pada Melissa.
“Tapi, Sayang. Harganya ….”
“Kenapa memang dengan harganya?”
Darren bertanya dengan tatapan tak mengerti, hal itu membuat Melissa menarik napas panjang.
Dia lupa, untuk orang sekaya Darren, mungkin ini harganya sangat murah.
“T-tidak. Bolehkah aku menerima semua ini, Sayang?”
Melissa masih ragu-ragu, tapi Darren yang mengendikkan bahu.
Suaminya itu mengambil kaca yang ada di sampingnya dan menjawab.
“Ini semua hadiah untukmu dariku, Sayang. Nah, sekarang, coba pelembab ini di bibirmu.”
Ragu, Melissa pun mengambil pelembab tersebut dari tangan Darren dan mulai mengoleskannya di bibir.
Seketika kedua netra berbinar cerah saat pelembab tersebut teraplikasi sempurna di bibir, teksturnya ringan dan wangi stroberi yang lembut menenangkan hati Melissa.
Ini keren.
Barang mahal memang beda. Dia langsung menyukai pelembab bibir ini dalam sekali coba.
Melissa tersenyum sendiri melihat bibirnya yang kini terlihat sedikit basah.
Tiba-tiba ….
“S-sayang?!”
Darren hanya menatap Melissa dengan kedua matanya yang jernih dan bibir yang masih menempel di bibir istrinya tersebut.
Jantung Melissa seketika berdebar sangat kencang saat tiba-tiba dicium oleh pria tampan di depannya tersebut.
Beberapa detik kemudian, Darren menjauhkan bibirnya seraya menatap acuh tak acuh.
“Aku hanya sedang membantumu melakukan testimoni tentang produk ini,” ucapnya, lalu sekali lagi melayangkan kecupan lembut di bibir Melissa.
Melissa, mati-matian memasang ekspresi datar dan baik-baik saja padahal hatinya seperti sudah mau meledak.
Darren diam-diam tertawa melihat wajah malu-malu isterinya, dia terlihat menggemaskan.
“Lalu, bagaimana menurutmu produk ini, Sayang?” tanya Melissa, setelah diam beberapa detik, untuk menutupi rasa malu karena telah dicium sampai pipi merona.
Senyum lebar menghiasi bibir suaminya dan menjawab dengan santai.
“Hmmm, kau terlihat cantik.”
“B-bukan itu! Pelembabnya maksudnya, Sayang!”
Dia sedikit memajukan bibirnya karena Darren yang terus menggoda sejak tadi.
Sementara itu, Darren menoleh ke gerai kosmetik itu dan mengendikkan bahu.
“Ah, itu … aku sudah menyuruh mereka membungkuskan semua produk ini untukmu, ada varian rasa buah yang lain juga, kulihat kamu sangat menyukainya, jadi kubelikan semua untukmu. Bagaimana, kau suka?”
“Sayang, ini sudah terlalu banyak!” protes Melissa.
“Kenapa kau terus berbicara hal tak masuk akal, Alice?”
Darren melayangkan kecupan sekali lagi di bibir melissa dan menatap heran.
“Aku … aku merasa tak enak karena membuat kau membelanjakanku sebanyak ini, Suamiku,” tutur Melissa.
Lama-lama, ini rasanya bukan seperti hubungan kontrak.
Melissa ingat dengan jelas bahwa tak pernah ada cinta antara Darren dan Alice di dalam novel, apakah kedatangannya di dunia novel ini mengubah banyak hal.
Apakah ini tak apa-apa?
Bagaimana jika Darren semakin baik padanya dan Melissa jatuh cinta? sementara Darren tak tahu, bahwa yang ada di tubuh istrinya tersebut wanita lain yang sama sekali tak dia kenal, bukan Alice yang asli.
Melissa begitu bahagia dengan perlakuan manis Darren padanya ini, tapi di saat bersamaan, dia juga ketakutan.
***
Melissa menatap ke jok belakang mobil yang dipenuhi barang belanjaan miliknya.
Dia benar-benar merasa luar biasa hari ini, benar-benar mengalami pengalaman sebagai istri pria kaya raya yang ketika shopping memborong segalanya.
Tadi, dengan sangat kampungannya Melissa bahkan tak berani melihat nominal total belanjaan yang kini memenuhi jok belakang mobil yang mereka naiki tersebut.
Dia takut karena terlalu terkejut, Melissa akan menampakkan ekspresi yang memalukan karena sangat kampungan.
Namun, sekilas dia tadi melihat angka nol yang sangat banyak sampai dia meneteskan keringat dingin.
Melissa ingin mengatakan bahwa itu terlalu banyak, tapi nanti pasti akan ditertawakan oleh suaminya yang kaya raya tersebut.
“Terima kasih banyak atas shopping-nya, Suamiku. Kamu sangat baik.”
Akhirnya, Melissa hanya mengucapkan hal itu sebagai bentuk terima kasihnya pada Darren.
Darren terbatuk-batuk kecil dan mengangguk.
“Itu bukan masalah besar, lain kali jangan terlalu menahan diri. Belilah apa pun yang kau inginkan. Kapan lagi kau bisa berbelanja bebas seperti ini selain ketika menjadi istriku?”
Melissa menganggukkan kepalanya mendengar ucapan agak sinis dari Darren tersebut.
Suaminya seakan menegaskan garis di antara mereka, bahwa hubungan yang ada antara dirinya dan Darren hanyalah sebuah kontrak yang bisa berakhir suatu hari nanti.
Melissa membuang muka ke luar jendela, menahan perasaannya.
Sementara itu, Darren menarik napas panjang.
Padahal dia tak bermaksud seperti itu, tapi entah kenapa mulutnya ini begitu sinis saat mengatakan maksud hatinya.
Dasar mulut ini!
Daren mengatakan hal itu sebenarnya dengan maksud baik, yaitu menyuruh istrinya untuk tidak terlalu menahan diri saat berbelanja karena Darren tak akan keberatan membelikan dirinya apa pun.
Apa yang dibeli Alice hari ini bahkan hanya setengah dari jumlah yang biasa dibeli Rania saat shopping bersamanya, Darren merasa istrinya tersebut terlalu hemat.
Suasana lagi-lagi menjadi canggung di antara mereka.
Darren melirik ke arah Melissa, tatapannya jatuh pada paha Melissa yang sedikit tersingkap karena posisi duduknya yang menyilangkan kaki.
Darren meneguk ludah kering, tiba-tiba nafsunya bangkit.
Sesuatu di antara dua pahanya mengeras, tubuh Alice memang luar biasa, melihatnya saja sudah membuat Darren ingin melahap dan menjilatinya dari ujung kepala hingga kaki.
‌Dadanya montok dengan pinggang ramping dan aura yang seksi, itulah kenapa dulu dia begitu terobsesi untuk menjadikan dirinya sebagai isteri, meskipun hanya isteri kontrak.
‌
alasannya tentu saja karena dia tak mungkin mau menikah dengan orang yang tak sepadan, dan Alice adalah wanita yang sepadan untuk dia jadikan orang yang tepat untuk mengandung benihnya.
“Apakah kau tak ingin berterima kasih dengan benar, Istriku Sayang?”
Pertanyaan Darren yang tiba-tiba tersebut membuat Melissa menoleh kepada suaminya.
“Maksudnya?”
“Yah, kau harus berterima kasih setelah diberi sesuatu, bukan? Sekarang berterima kasihlah dengan benar,” ucap Darren santai.
“Tentu saja aku sangat berterima kasih, apa yang harus kulakukan untuk itu, Suamiku?”
Melissa terlihat bingung tapi dalam waktu bersamaan hal membuat dirinya tampak imut.
Darren sudah tak sabar untuk memasukkan barangnya ke mulut wanita itu sampai dia meneteskan air mata.
Itu pasti menyenangkan!
Dia menepikan mobilnya dan menunjuk ke bawah, tepat di antara dua pahanya.
“Tunjukkan rasa terima kasihmu dengan melayaniku dengan baik, Alice Sayang.”
Mata Melissa terbuka lebar, pipinya terlihat memerah karena malu-malu saat melihat benda besar yang mencuat di antara dua paha sang suami.
“Layani aku, sampai aku terpuaskan.”
Darren mengatakan hal itu, seraya menggigit telinga Melissa, membuat jeritan kecil seketika memenuhi mobil.
Untunglah jalanan sekitar sedang sepi, karena ini mungkin sedang jam-jam orang seharusnya berada di kantor.
“Kau tidak keberatan, bukan?” bisiknya.
“T-tentu saja tidak,” jawab Melissa, menelan ludah.
Sebagai istri Kontrak, sudah kewajiban dirinya untuk melayani pria itu kapan saja dan di mana saja.
Apalagi setelah dibelikan berbagai hal dan barang mewahm
Darren menarik turun resleting celananya sebelum mulai melakukan kegiatan panas tersebut, sementara Melissa, berdebar kencang karena ini pertama kalinya, dia akan melakukan hal seperti ini di dalam mobil.
“Pintar, ayo kita lakukan ini.”
Darren mulai menjalankan aksinya.
Dress bagian bawah milik Melissa kini sudah tersingkap ke atas, menumpuk di pinggang karena bagian atas yang ditarik ke bawah oleh Darren dengan tak sabar, sementara celana dalam yang dia pas sudah raib entah ke mana.
Darren melayangkan kissmark di leher dan dada, sebelum mulai memasuki Melissa dengan benda miliknya yang sudah mengeras dan ketat.
Melissa memejamkan mata saat benda itu mulai masuk, dulu memang terasa sakit, tapi kini, setelah lubangnya terbiasa, hal itu terasa nikmat.
Sejujurnya, Melissa juga menyukai saat-saat di mana dia melakukan hubungan badan dengan Darren.
Melissa memejamkan mata, menikmati semua sentuhan sang suami dengan mengalungkan lengan di lehernya yang basah oleh keringat.
Mereka menyatu satu sama lain, saling balas membalas ciuman dan bergelut di dalam mobil, gerakan Darren saat memasuk dan mengeluarkan barangnya di tubuh Melissa membuat mobil bergoyang-goyang.
Tubuh keduanya mulai sama-sama berkeringat.
Tatanan pomade di rambut Darren kini sudah berantakan tapi ketampanan suaminya tersebut tak berkurang sedikit pun, beberapa hari tinggal bersama dengannya dan melakukan ini itu bersama, membuat Melissa merasa nyaman atas sentuhannya ini.
Lalu, saat benda miliknya berkedut yang menandakan bahwa Darren telah mengalami puncak kenikmatan dan cairan kental miliknya sudah keluar, Melissa memeluk erat tubuhnya karena sesuatu ikut meledak dalam dirinya, mendorong dalam kenikmatan yang membuat tubuhku rileks.
Darren tersenyum puas menatap reaksiku ketika selesai melakukan hal itu, lalu melayangkan kecupan lembut di kening istrinya.
Melissa menatap dirinya dengan pandangan sayu karena tubuh yang mendadak lelah setelah ‘olahraga’ ini, sedangkan Darren yang menarik kembali celananya ke atas setelah membersihkan barang miliknya dengan tisu, memeluk tubuh istrinya.
“Apakah pengalaman bercinta di dalam mobil bisa membuat dirimu puas?”
Darren bertanya, menatap Melissa yang tunduk dalam kuasanya, puas.
Istri tercintanya tersebut mengangguk.
“Ini pengalaman yang luar biasa, Sayang.”
Dalam hal menyenangkan hati orang dengan kata-kata, Melissa adalah jagonya.
Seperti dugaan, Darren tampak puas mendengar jawaban tersebut.
“Bagus. Apakah itu artinya kita bisa lanjut ronde kedua?” godanya dengan kerlingan nakal.