Oleh: Lil Seven
“Haaa ….”
Darren mengeluarkan desah panjang, dengan memejamkan mata dia menikmati saat benda besar miliknya tersebut keluar masuk di mulut Melissa.
Rasanya benar-benar luar biasa!
Wanita ini tidak hanya cantik, tapi dia pengulum yang handal padahal terlihat jelas bahwa sepertinya ini pengalaman pertama perempuan itu, tapi hisapannya benar-benar gila.
Darren benar-benar tak salah memilih orang menjadi istrinya.
Sementara Melissa hanya meringis saat merasakan panjang benda yang hampir mencapai pangkal tenggorokan tersebut.
Beberapa air liur menetes dari ujung bibir yang segera diseka Melissa dengan punggung tangan.
“Hisap terus, Alice.”
Sambil menghisap, mata Melissa memandang wajah putih Darren yang terlihat menikmati kegiatan ini dengan mata terpejam, beberapa kali dia berkedip cepat karena sensasi aneh sesuatu yang sekarang berada dalam mulut.
Air liur kembali menetes di ujung bibir Melissa, sementara itu dia terus berusaha mengulum sebaik yang dia bisa meski dengan susah payah, agar tidak membuat Darren kecewa.
Di sisi lain, Melissa juga mati-matian menahan diri agar tidak mengeluarkan suara muntah.
“Anak pintar.”
Darren mengelus pipi Melissa dengan senyum miring, puas dengan pelayanan istrinya.
Beberapa menit berlalu.
Melissa memejamkan mata dan melanjutkan aktivitas yang diperintahkan oleh suaminya tersebut dengan duduk bertumpu lutut.
Bajunya basah kuyup karena tadi tersiram air shower, membuat penampilannya terlihat seksi dan menggoda karena kain tipis yang dikenakannya menempel di tubuh.
Kegiatan mengulum dan menghisap tersebut berjalan beberapa lama, barang Darren sangat besar sampai rasanya saat benda itu masuk ke mulut Melissa, rasanya hampir mencapai pangkal tenggorokan.
“Lagi, Sayang. Lakukan terus. Sebentar lagi ….”
Darren mendesah, tangannya meremas-remas rambut Melissa, memaju mundurkan pinggulnya sehingga benda miliknya tersebut keluar masuk di mulut Melissa.
Darren terlihat sangat menikmati kegiatan ini, sampai tak sadar bahwa sedari tadi, Melissa terus menatap wajahnya dan memerhatikan semua ekspresi suaminya tersebut.
Melissa mengulum benda milik Darren tersebut sambil mengamati ekspresi wajah sang suami yang begitu larut dalam drama oral ini.
Melissa sebenarnya diam-diam menikmati saat melihat Darren yang sedang berada di puncak kenikmatan seperti ini, ketampanannya bertambah berpuluh kali lipat.
Luar biasa!
Rambut cokelat sedikit ikal yang menutupi sebagian kening mulusnya, ditambah bibir tipisnya dengan satu tetes keringat yang turun di hidung mancung pria tersebut, lalu menetes seperti kristal, menambah kesan seksi dari pria yang menjadi suaminya ini.
Darren adalah definisi dari pria tampan yang seksi.
“Alice, lakukan terus, iya seperti itu, kerja bagus, mainkan lidahmu seperti itu, Sayangku.”
Dia menarik napas panjang, terlihat sangat menikmati pelayanan Melissa itu.
Seahli yang Melissa bisa, dia pun melakukan apa pun yang sekiranya bisa memuaskan sosok yang sedang berdiri di bawah shower tersebut.
Lama-lama rasanya enak juga, awalnya mungkin terasa aneh tapi lama-lama Melissa menikmati kegiatan ini.
Satu tangannya memegang batang Darren sedang tangan yang lain meremas dadanya sendiri.
“Kerja bagus, terus seperti itu, Istriku. Aaaaah, ya, lakukan seperti itu. Pintar, kamu pintar, sayangku. Jilat terus, hisap ujungnya, aaaah.”
Darren mengelus rambut cokelat Melissa dengan lembut dan perlahan, diiringi desahan yang keluar dari bibirnya.
Gerakannya semakin cepat, sesuatu menyembur dari sana dan masuk ke dalam mulut Melissa.
Beberapa menit kemudian, Darren sedikit membungkuk dan menarik barang miliknya dari mulut sang istri, lalu mengusap ujung bibir Melissa yang menyisakan sedikit cairan miliknya dengan jempol, dan senyuman cerah tersungging di bibir pria yan merupakan suaminya tersebut.
“Kerja bagus, Anak manis.”
Samar, Melissa mengangguk dengan perasaan lega.
Beberapa kali melakukan hal ‘itu’ dengannya, Melissa sangat hafal ekspresi ini, ketika wajah tampannya yang mulus berbinar cerah dengan beberapa keringat menetes di dahinya, itu berarti tanda bahwa Darren puas atas pelayanan Melissa.
Setelah itu, mereka pun mandi bersama.
Melissa memejamkam mata, pikiran ke mana-mana saat sedang asyik menikmati guyuran air hangat dari shower. Namun, secara tiba-tiba Darren menekan badannya ke dinding kamar mandi.
“Sayang?!”
“Satu kali lagi, ya?” bisik Darren, yang membuat mata Melissa terbelalak.
“Tapi… Kita harus bertemu kakekmu,” elaknya.
“Pria itu bisa menunggu,” jawab Darren acuh tak acuh, seakan tak peduli bahwa dia akan dimarahi oleh kakeknya atau tidak.
Baginya, yang terpenting sekarang adalah melepaskan hasratnya kepada sang istri, sampai dia benar-benar puas.
Salah siapa kakek tua itu menyuruh berkunjung di hari Minggu? Mengganggu saja!
“Kalau beliau marah bagaimana?”
Melissa yang punggungnya menempel di dada Darren, kembali bertanya.
“Hm, aku akan membuat alasan, santai saja. Aku yang akan menanggung semuanya,” jawab Darren dengan tak sabar.
Gara-gara kulitnya menempel dengan kulit Melissa, pusaka miliknya teracung kembali.
Jadi, dia melakukannya lagi, dengan air shower yang masih memercik di antara kami, Darren kembali mengeksploitasi tubuh Melissa.
Mereka kini melakukan doggy style.
Kegiatan seperti itu membuat Melissa merasa barang Darren menusuk lebih dalam.
Memegangi pinggang Melissa dari belakang, Darren menusuk bagian bawah istrinya dengan pusaka Darren.
“Aku tidak bisa berhenti, maaf,” bisiknya di telinga Melissa.
Memeluk punggung istrinya yang licin sambil terus aktif bergerak.
“Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak bisa berhenti, Alice. Aku terus ingin melakukan ini denganmu, semakin kulakukan, semakin ingin lagi dan lagi. Kamu … kamu membuat aku gila.”
Darren, yang di pertemuan pertama mereka melampiaskan hasratnya pada Melissa dengan kasar, kini anehnya berubah lembut dan hati-hati saat melakukan hal itu.
Setelah keluar untuk yang ketiga kalinya, barulah pria itu merasa puas.
Darren menggendong tubuh Melissa dan membawanya ke bathtub, lalu mereka mandi bersama.
Pagi di hari Minggu ini, terasa menggairahkan bagi pasangan pengantin baru tersebut.
***
Setelah beristirahat beberapa jam, keduanya akhirnya berangkat ke rumah utama di mana kakek Darren tinggal di sana.
Dalam perjalanan, mereka tak membicarakan apa pun.
Hubungan keduanya memang aneh, saat melakukan having sex, mereka seperti pasangan romantis, tapi begitu dalam keadaan seperti ini, keduanya saling diam karena canggung.
“Setelah dari sana, apakah ada tempat yang ingin kau tuju?”
Darren membuka pembicaraan karena tak tahan saling diam, padahal beberapa jam lalu keduanya terlibat kegiatan panas, membara dan basah.
“Ehm, bolehkah aku mengunjungi ibu?”
Meski yang sekarang di dalam tubuh Alice adalah Melissa, tapi sepertinya sisa sisa kenangan Alice masih tertinggal sehingga dirinya merasa rindu kepada wanita yang merupakan ibu Alice tersebut.
“Tentu saja boleh. Aku akan mengantarmu ke sana nanti.”
Darren menjawab dengan ringan, membuat Melissa merasa lega.
“Ah, tentang kejadian semalam, aku minta maaf.”
Akhirnya Darren membuka pembicaraan tentang Rania.
Melissa berdehem satu kali, dia ingin bilang tidak apa-apa dan bukan masalah besar, tapi tenggorokannya terasa kering.
Sejujurnya Melissa merasa sakit dan tak terima tiap ingat bagaimana Rania dengan pongah mengusir dirinya tadi malam dan menempati tempat tidurnya sebagai istri sah.
Namun, Melissa tahu dia tak punya hak untuk hal itu.
“Aku tidak apa-apa.”
Setelah susah payah, akhirnya Melissa bisa mengatakan hal itu.
Darren meliriknya, tahu bahwa sang istri merasa sedikit kesakitan.
“Aku tak akan mengulangi hal itu lagi.”
Entah kenapa, kata-kata meluncur dari bibir Darren.
Dia juga merasa aneh, kenapa tadi sekilas dia tak terima saat melihat wajah istrinya yang tampak sedih?
Melissa buru-buru menggeleng dan tersenyum manis.
“Tak perlu dipikirkan, Sayang. Aku sungguh tak apa-apa.”
Darren hanya tersenyum mendengar itu, tapi dia berjanji dalam hati tak akan membawa masuk Rania lagi ke dalam rumah.
Untuk menjaga perasaan istrinya.
Mereka tak membicarakan apa pun lagi, sama-sama terdiam dan larut dengan pikiran masing-masing sampai tak sadar sudah sampai di rumah utama.
“Tuan Besar keluar.”
Darren diberi tahu bahwa kakeknya baru saja keluar beberapa saat lalu, begitu dia masuk ke dalam rumah.
“Ya ampun, apakah dia balas dendam?”
Darren tertawa sumbang dan menatap ke arah Alice, istrinya.
“Jadi, kita menunggu di sini, atau pulang saja dan menjenguk ibumu, Istriku?”
Darren bertanya dan menyerahkan keputusan padanya, membuat Melissa bimbang, mana yang harus dia pilih?