Oleh: ahza baihati
Jalanan kota pagi itu masih terbilang sunyi. Angin sejuk yang semilir berhembus,membuat bulu kuduk seorang gadis yang tengah terburu-buru berangkat kerja merinding.
Mengeratkan mantel yang melekat di tubuhnya, Almira mempercepat langkahnya. Berharap agar cepat sampai, dia bisa mati kedinginan jika berlama-lama berada di luar ruangan terbuka dengan cuaca sedingin ini.
“Ya Tuhan,kenapa hari ini dingin sekali?” gumam Almira pelan, saat merasakan dingin semakin menusuk tulang. Kulit tubuhnya yang putih semakin terlihat pucat, kontras dengan warna mantel yang Almira pakai.
Almira semakin di buat frustasi ketika melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukan pukul delapan kurang sepuluh menit. ” Astaga,kenapa jarum jam ini bergerak sangat cepat!” gumamnya kembali.
Tidak ingin terlambat,Almira memutuskan untuk mempercepat langkahnya di jalanan yang cukup basah. Dadanya naik turun dengan napas tersengal. pikiran dan hatinya kini campur aduk. Antara sedih meratapi nasibnya dan Almira juga takut jika dia sampai terlambat sampai di tempat kerjanya.
Tidak, ia tidak boleh terlambat, bisa-bisa Almira kehilangan pekerjaannya yang menjadi sumber kehidupannya dan juga ayahnya.
Ayahnya .. ya, Almira harus bekerja keras demi ayah tercintanya. Almira harus bisa bekerja apa saja agar bisa menyelamatkan ayahnya. ayahnya harus lepas dari jerat penyakit yang di deritanya. Persetan dengan biaya kuliah yang belum Almira lunasi, Almira bisa memikirkannya nanti.
“Ayah… Aku berjanji ayah akan sembuh!” ucap Almira. Padahal dia masih mengayunkan langkahnya,sibuk berlari dengan cepat. Memang sesayang itu Almira pada Ayahnya. Almira berpikir dia tidak ingin kalah dengan keadaan. Ketika Almira masih tenggelam dalam pikirannya, satu hal yang tidak pernah terduga terjadi dalam hidupnya.
“aaaaaaa”
Brugh!!!
Almira merasakan tubuhnya melayang, dan sesaat kemudian, mendarat di permukaan hangat dengan dada bidang.
Deg!!
Deg!!
Deg!!
Almira menelan salivanya dengan susah payah, saat merasakan ada sebuah tangan yang melingkar menahan pinggangnya. Mata indahnya mengerjap dengan cepat, melihat ada sepasang mata yang menyorotnya tajam di bawahnya.
Dan…, ya Tuhan, yang benar saja. Bibir indahnya tidak sengaja bertumpu di permukaan bibir tipis laki-laki yang sedang Almira tindih saat ini.
Menyadari apa yang telah terjadi, seketika dadanya berdegup kencang. wajah nya memerah padam, bisa-bisanya dia menabrak orang. Tapi kenapa dia tidak melihat ada orang di depannya tadi ya?.
Sesaat waktu terasa berhenti, Almira tenggelam dalam pesona laki-laki bertubuh tinggi itu. Mata Hitamnya seakan menyihir kemampuan otaknya sehingga berhenti bekerja.
” Ekhm…” Laki-laki itu terdehem. Memberikan isyarat agar Almira harus segera sadar dan menyingkir dari atasnya.
Buru-buru Almira menarik diri dari tubuh yang terlihat kokoh tersebut, berdiri sedikit limbung dan dengan spontan menarik tangan laki-laki asing itu untuk memberinya bantuan. Beruntung pria itu tidak menolak uluran tangan Almira
” M-maaf kan saya Tuan, saya sedang terburu-buru tadi. Sekali lagi tolong maafkan atas kecerobohan saya tadi Tuan,saya sungguh tidak bermaksud menabrak Tuan.” ujar Almira pada laki-laki tampan di depannya.
Laki-laki dengan wajah terpahat sempurna itu hanya diam, mematung tanpa suara. Demi apapun Almira dibuat terpana oleh pesona wajah tampan itu. Memangnya ada manusia setampan itu? atau mungkin jangan-jangan dia bukan manusia?
Bisa saja, makhluk yang sedang berdiri di depannya memang bukan manusia melainkan Dewa.
” Berhati-hatilah lain kali Nona, aku tidak akan bermurah hati jika kecerobohan ini terulang lagi.”
Deg!
Suara berat yang baru saja menyapu telingan Almira membuat tubuhnya kembali berdesir. terdengar ketegasan di sana.
Dan apa kata dia tadi, ‘lain kali?’
Almira sempat berpikir bahwa laki-laki di depannya ini adalah pria baik hati dan pemaaf, mempunyai hati yang lembut. Ternyata Almira salah, hati pria itu tidak seindah rupanya terasa sangat beku dan dingin.
Lagi pula, siapa yang ingin berurusan dengannya lagi? Almira selalu berharap tidak akan pernah berurusan dengan siapapun yang membuat waktunya terbuang sia-sia.
Tidak, tidak akan ada kata lain kali,terlebih dia tidak suka dengan hal-hal yang berbau dingin. Almira bahkan membenci musim dingin.
Almira membungkukkan tubuhnya dengan cepat, dia menyadari pria yang ada di hadapannya blmulai berbalik dan berjalan menjauh darinya. ” B-baik Tuan, terimakasih!” ucap Almira keras, agar pria asing itu bisa mendengarnya.b” Aku pastikan hal ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari!”
Sesaat Almira menghela napasnya kasar. Satu lagi kesialan menimpanya pagi ini, kalau tadi pagi dia harus menghadapi ibunya yang terus saja memukulinya karena tidak memberikannya uang, sekarang Almira harus menghadapi pria aneh yang benar-benar tidak ramah sama sekali.
Terkadang Almira berpikir, kenapa Tuhan memberikannya kehidupan yang sangat keras ini. Ayahnya terkena penyakit keras yang membutuhkan biaya perawatan yang tidak sedikit, sedangkan ibunya, dia perempuan yang suka main judi. Tidak jarang pulang dengan keadaan mabuk. Perempuan yang harusnya punya hati lemah lembut,dan penyayang malah berbalik sering menyakiti nya. mencaci maki tak jarang ibunya juga tak segan untuk main tangan.
Bahkan hampir tiap hari Almira harus menerima kata-kata kasar yang keluar dari mulut ibu kandungnya sendiri.
Memikirkan nasibnya yang malang itu, membuat Almira terkadang frustasi. Bahkan Almira sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya agar penderitanya usai.
Tapi Almira tidak bisa egois, Almira harus memperjuangkan kesembuhan ayahnya yang selama ini telah dengan tulus menyayangi dan rela melakukan apa saja untuknya. Almira ingin memiliki kesempatan untuk membahagiakan laki-laki yang sudah dengan tulus menyayanginya itu, Almira ingin membuat ayahnya bangga.
Dan yang terpenting, ingin berkumpul lagi dengan ayahnya di rumah. Tapi bukan rumah neraka itu,melainkan rumah yang nyaman yang akan Almira beli suatu saat nanti.
Suatu saat … yang entah kapan itu akan terjadi. Apapun akan Almira lakukan agar ayahnya sembuh. Apapun, walaupun harus menghabiskan seluruh tenaganya untuk bekerja sekaligus Almira rela dan ikhlas.
” Ya Tuhan!” pekik Almira saat melihat jarum jam. Almira berpikir bahwa dia harus segera sampai bagaimanapun juga caranya. Dia hanya bisa berharap ada keajaiban, keajaiban kalau managernya tempatnya bekerja akan datang terlambat walau rasanya tidak akan mungkin.
“Astaga, Almira. untung kau cepat datang.” ujar Gigi yang merupakan teman kerja Almira langsung memekik lega saat melihat kehadiran temannya itu sudah berada di rest room.
” Apa Tuan Devan sudah datang?” tanya Almira cemas ,Almira dengan buru-buru melepaskan mantelnya dan menggantungnya di stand hanger, sambil merapihkan penampilannya.
Sebagai pelayan restoran, Almira di tuntut harus selalu berpenampilan rapi dan menarik. Dia harus tampil prima saat melayani Pera pelanggan.
“Kau beruntung,lihat kesan.” ucap Gigi seraya menunjuk ke arah pintu masuk restoran dari celah kecil yang ada di rest room.
Almira mengikuti arah telunjuk Gigi , managernya baru saja berjalan masuk menuju ruangannya.
” Terlambat beberapa detik saja, kau akan mendapatkan masalah.!” ujar Gigi lagi.
Sesaat mereka berpandangan, kemudian terkekeh dan sama-sama bisa menghela napas lega. ” Huuuftt, untunglah Tuhan masih berbaik hati padaku. aku sudah cukup sial pagi ini.”
Gigi mengernyitkan dahinya bingung. ” apa terjadi sesuatu?” tanya Gigi pada Almira.
Almira mengedipkan bahunya sambil berkata. ” Lain kali akan aku ceritakan.”
” Baiklah kalau begitu ayo, kita harus mulai bekerja.” ajak Gigi kemudian. setelahnya mereka berdua berjalan menuju pantry bar untuk mengantarkan pesanan. Restoran sudah mulai ramai karena pelanggan satu persatu mulai berdatangan.
” Semangat Gigi!” teriak Almira melayangkan kepalan tangannya ke atas.
Gigi menempelkan telunjuknya ke mulut, memberi isyarat agar Almira tidak mengeraskan suaranya. ” Jangan berteriak, bod**h!” bisik Gigi sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan ada beberapa orang menatapnya dengan tatapan aneh.
Almira pun meringis, memperlihatkan gigi kelincinya dengan lesung pipi diwajahnya. ” Maaf, aku terlalu bersemangat.” bisik Almira pada Gigi. setelahnya mereka berdua bergabung dengan yang lainnya, mulai bekerja dan mengantarkan pesanan sesuai urutan.
” Permisi Tuan, Black Coffe sesuai dengan pesanan.” ucap Almira saat mengantarkan pesanan ke salah satu meja pelanggan. Belum sempat dia meletakan kopi itu di atas meja, tangannya sudah bergetar hebat ketika melihat siapa yang tengah menatapnya.
Almira meneguk ludahnya dengan susah payah , perasaanya sungguh campur aduk. Bisa-bisanya dia bertemu kembali dengan pria yang tidak sengaja telah mengambil kesucian bibirnya tadi pagi.
” Tu-Tuan…” ucap Almira terbata. Ingatannya langsung melayang mengingat kejadian tadi pagi.
‘Aku tidak akan bermurah hati jika kecerobohan ini terjadi lagi.’ Kata-kata tajam itu seketika menggema di telinganya. Seketika dia waspada, tidak ingin hal yang tidak dia inginkan terjadi lagi.
Almira menarik napasnya dalam-dalam, Almira mulai mengumpulkan konsentrasinya, dia tidak ingin ceroboh lagi.
Perlahan,Almira mulai mengangkat kopi dari nampannya dan hendak meletakkannya di atas meja dengan hati-hati.
Namun sekali lagi, hal tidak terduga kembali terjadi. Tiba-tiba tubuhnya terdorong dari belakang, berbenturan dengan tubuh salah satu anak pelanggan yang dengan tidak sengaja menabraknya dari belakang saat berlarian melewatinya, membuat kopi tersebut tumpah dan mengenai dada pria itu.
“Aghhhh.” erangnya kepanasan. Pria itu spontan langsung berdiri, bersamaan dengan Almira yang langsung meraih tisu yang ada di atas meja dengan cepat.
” Ma-maafkan aku Tu-Tuan.” ucap Almira panik seraya menyeka cairan hitam pekat tersebut pada bagian dada pria itu. Wajah cantik Almira langsung pucat , rasa bersalah lang6 menghantam dadanya. Tangannya sampai gemetar karena ketakutan,pria ini pasti kesakitan pikirnya.