Oleh: naramdhani
“Ada kalanya kebaikan terasa salah, ketika aturan dan hati tidak berjalan seirama. Aku menyentuhmu karena hatiku tidak tega, namun jiwaku gemetar karena aku tau batasnya.”
-ARUNARESH-
Naresh Sandyakala Adiwarna. Laki-laki yang saat ini sudah berumur 25 tahun, memiliki paras yang tampan, wajahnya seperti blasteran Indonesia-Korea, dengan kulit putih namun memiliki sorot mata yang tajam dan tinggi badan 180cm.
Anak tunggal dari keluarga kaya, lulusan universitas ternama. Saat ini bekerja di perusahaan milik ayahnya. Aura wajahnya begitu dingin, memiliki prinsip kuat, tegas, dan sulit didekati. Namun, di balik sikap dinginnya, ia memiliki sisi lembut yang hanya diketahui segelintir orang.
***
Naresh masih duduk di sofa dan terus memperhatikan Aruna yang tidur terlelap. Namun, tiba-tiba tubuh Aruna bergetar dan air matanya kembali mengalir. Tidurnya tersusik seperti mengalami mimpi buruk. Naresh langsung mendekat dan duduk di samping Aruna, dia merasa dilema menyentuh perempuan itu, namun disisi lain Aruna butuh sentuhan untuk menenangkan dirinya.
Dengan keadaan bimbang, Naresh mengenggam tangan Aruna sambil mengusap air matanya yang mengalir. Naresh tak berhenti menatap Aruna dengan tatapan teduhnya, tidak ada lagi tatapan tajamnya, hati kecilnya merasa iba melihat keadaan perempuan ini yang sepertinya mengalami trauma berat.
“Tenanglah, kamu aman disini,” bisiknya di dekat telinga Aruna.
Aruna yang mendapatkan bisikan tersebut langsung diam, tubuhnya sudah tidak bergerak lagi, air matanya berhenti mengalir. Namun, matanya masih terpejam. Pelahan-lahan, Naresh melepaskan genggaman tangannya dan kembali duduk di sofa.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 subuh, Naresh melaksanakan salat subuh. Terlihat wajahnya yang begitu lelah ditambah kantung matanya yang menghitam. Berulang kali Aruna mengalami kegelisahan dalam tidurnya membuat Naresh selalu terjaga untuk menenangkan Aruna.
“Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Ghaffar. Aku menadah tangan di hadapan-Mu dengan rendah hati ingin meminta dan berdoa, ampunilah dosa-dosaku, sesungguhnya aku manusia yang hina lagi jahil. Ya Quddus, Ya Tawwab, bersihkanlah hatiku, bersihkanlah pikiranku, perbaikilah diriku Ya Allah, bantulah hamba, perbaiki amalan dan urusan agamaku yang merupakan benteng keselamatan dalam hidupku, perbaiki untukku urusan duniaku agar setiap Langkah yang diambil semuanya di bawah berkat dan Ridho-Mu.”
“Ya Allah, aku telah menyentuh wanita yang bukan mahramku, aku telah berdua-duan di dalam ruangan ini, aku memohon segala sesuatu yang terbaik dari-Mu, Engkaulah satu-satunya yang mengetahui apa yang terbaik untukku. Ya Allah dia wanita yang pertama kali aku sentuh, dengna kerendahan hati, hamba meminta agar dijodohkan dengan dia, hamba ingin ada ikatan pernikahan di antara kami. Walaupun hamba belum mengenalnya, namun hamba merasa aku harus menghalalkannya. Tolong kabulkan doa hamba Ya Allah. Aamiin.” Seteleha berdoa, Nares lalu mengusap air matanya. Ada ketenagan dalam hatinya setelah menunaikan kewajibannya.
Setelah melipat sajadahnya, Naresh berjalan mendekat kearah Aruna yang masih terlelap. “Hey, bangun,” teriaknya sambil mengguncang tubuh Aruna, wajahnya kembali dingin dengan tatapan tajam.
Aruna merasa terusik perlahan membuka matanya. Pertama yang di lihatnya adalah wajah laki-laki yang menolongnya kemarin, ada rasa takut namun Aruna hanya diam tak berkutik sambil terus menatap Naresh. Rasanya dia ingin bertanya siapa lelaki itu, namun suaranya seperti tertahan dan tidak bisa keluar. Hanya gelengan yang dia berikan ke Naresh.
“Bangun sholat subuh, ini sudah jam 5 lewat, pakaian dan mukena sudah gue sediakan,” tunjuknya ke arah sofa, yang hanya diangguki oleh Aruna.
Naresh kembali bersuara “kamar mandi ada sibelah sana, aku keluar dulu.”
Ketika Naresh keluar dari kamarnya, Aruna langsung bergegas ke kamar mandi. Tidak butuh waktu lama Aruna keluar dengan wajah segar namun masih terlihat sangat pucat. Setelah melaksanakan sholat subuh, tiba-tiba dia merasa pusing lalu pingsan di sejadah.
Ceklek,
Dari arah pintu Naresh masuk dengan seorang dokter perempuan. Namun, dia disuguhi dengan pemandangan Aruna yang pingsan di sajadah, dia bergegas mengangkat tubuhnya lalu membaringka di kasur.
“Apa yang terjadi dengan perempuan itu Naresh?” Tanya dokter perempuan itu yang merupakan dokter langganan keluarganya.
Naresh menceritakan apa yang tejadi kemarin, mulai dari dia menggrebek apartemen Gentha, Aruana yang pingsan dan tidak pernah mengeluarkan suara.
“Sepertinya dia mengalami trauma, aku periksa dlu,” ucapnya lalu melangkah mendekati Aruna.
Dokter itu menepuk-nepuk wajah Aruna sampai sang empu tersadar, badannya kembali bergetar dengan air mata yang kembali mengalir. Ada bahasa isyarat yang berusaha ia sampaikan namun tidak dipahami oleh mereka. Naresh yang melihat itu mendekat dan langsung mengengam tangannya sambil mengusap air matanya. Setelah merasa tenang, Naresh kembali mundur memberikan ruang kepada dokter.
“Kamu tidak bisa mengeluarkan suara gadis cantik,” tanya dokter yang hanya diangguki oleh Aruna.
“Ini resep obat dan vitamin yang kamu harus beli, dan juga beri dukungan ke perempuan itu agar dia tidak tegang. Ajak dia mengobrol agar dia bisa mengalihkan pikirannnya,” ucapnya.
Setelah itu dokter pun keluar dan diikuti oleh Naresh, meninggalkan Aruna sendiri di dalam kamar.
“Sepertinya tidak hanya kejadian kemarin yang membuatnya seperti ini, ada luka yang dipendamnya sampai saat ini sehingga sekarang dia sudah tidak bisa lagi menahannya.” Ucap dokter ketika berjalan beriringan dengan Naresh .
“Kemungkinan dia mengalami PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder),” lanjutnya. Naresh hanya diam menderngar penjelasan dokter.
PTSD merupakan kondisi psikologis yang dapat dialami oleh seseorang setelah mengalami trauma atau kejadian yang sangat stersful.
Trauma ini dapat berupa pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti kecelakaan, kekerasan, bencana alam, pelecehan seksual, atau kejadian lain yang dapat menyebabkan stress dan kecemasan secara berlebihan.
Setelah mengantar dokter sampai depan ruamh, Naresh memanggil maid untuk membawakan makanan ke kamarnya
Ada rasa aneh diantara mereka berdua ketika Naresh menyuapi Aruna tanpa meminta persetujuan.
“Buka mulutmu!” perintahnya dan Aruna hanya nurut. Aruna ingin menolak, namun tidak ada tenaga untuk bicara, dia hanya nurut saja ketika Naresh ingin menyuapinya.
Hanya suara decitan sendok dan piring yang memecahkan keheningan. Tidak ada yang bersuara, namun Naresh menyuapinya dengan telaten hingga makanan dipiring kosong. Setelah itu Naresh memberikan obat dan vitaminnya. Setelah meminumnya, Aruna langsung membaringkan diri dan memejamkan matanya.
Naresh yang melihat itu hanya geleng kepala, ketika melihat Aruna sudah tidur pulas dia keluar membawa nampan bekas makanan Aruna tadi ke dapur dan dia duduk dimeja makan untuk sarapan sebentar.
Ketika menuju ke kamar, samar-samar Naresh mendengar suara seseorang menangis, dengan Langkah tergesa-gesa membuka pintu dan Naresh langsung memeluk tubuh Aruna yang kembali menangis, posisi aruna saat ini bersandar di headboard, dia mangusap-ngusap punggung Aruna hingga beberapa saat tangisnya pun reda.
“Gak usah nangis lagi, aku ada bersamamu,” ucapnya lembut ke Aruna.
“Ya Allah, aku salah telah memeluk perempuan yang bukan mahramku. Aku berjanji akan menikahinya, tolong maafkan aku Ya Allah” batin Naresh.
Ketika melihat Aruna merasa tenang, Naresh berdiri, untuk memecah keheningan dia berdehem lalu menatap Aruna. “Beraninya kamu mengiyakan ajak pacar kamu ke apartemennya. Kamu perempuan, harusnya kamu menjaga marwahmu, jangan hanya mau dibutakan oleh cinta, kalau aku gak liat kamu ditarik paksa oleh Gentha, kamu sudah rusak sekarang,” ucapnya dengan penuh penekanan, Naresh kembali ke mode dingin lagi membuat Aruna hanya menunduk.
Air mata Aruna kembali mengalir, dia tidak berani menatap Naresh.
“KAMU DENGAR GAK SIHH,” Naresh yang mulai tersulut emosi karena Aruna hanya diam dari tadi.
Suasana di dalam kamar menjadi hening, tidak ada lagi pembicaraan hingga beberapa menit. Sampai Aruna yang merasa dirinya kembali tenang memberanikan membuka suara dan membalas tatapan Naresh yang dari tadi menatapnya. Namun, tidak menjawab pertanyaan Naresh melainkan memberikan pertanyaan balik.
“Kamu siapa?”
Dua kata yang terlontar dari bibirnya dengan suara yang lirih. Sedari tadi Aruna bertanya-tanya siapa lelaki yang menolongnya itu.
“Gue rival pacar kamu,” jawabnya dingin.
Naresh mengatakan itu karena setelah mencari informasi mengenai siapa perempuan yang dibawa Genta kemarin ternyata dia memiliki hubungan khusus dengan Gentha.
“Jadi selama ini yang diceritakan Gentha mengenai rivalnya itu kamu?” Naresh hanya mengangguk.
Aruuna menatap lekat Naresh membuat yang ditatap salah tingkah. “Jadi, kamu Naresh?”
“Hmm…”
“Aku Aruna, terima kasih atas bantuannya. Sekarang aku ingin pergi dari sini,” ucap Aruna yang ingin beranjak namun langsung ditahan oleh Naresh.