Oleh: naramdhani
BAB 1
“Terkadang, orang yang terlihat paling dingin adalah orang yang paling peduli. Bukan karena tak punya hati, tapi karena memilih melindungi dengan tindakan, bukan kata-kata.”
~ARUNARESH~
BRAK!
Pintu apartemen terbuka dengan keras, seolah-olah hendak terlepas. Seorang pria melangkah masuk dengan aura yang dingin, menatap tajam ke setiap sudut ruangan. Wajahnya yang penuh wibawa membuat siapa pun gentar untuk sekadar menatapnya.
“Periksa setiap kamar. Jangan biarkan satu pun sudut terlewatkan,” perintahnya, suaranya tenang namun tegas.
Tanpa banyak bicara, teman-temannya segera menyebar, menelusuri setiap penjuru di apartemen tersebut. Suasana yang tegang semakin menjadi-jadi ketika salah satu temannya mengeluarkan kata-kata yang membuat mereka semakin berdebar.
“Naresh! Salah satu kamar tidak bisa dibuka, dan gue dengar ada suara wanita yang meminta tolong!” Seru Dipta.
Tanpa ragu, Naresh berjalan cepat kearah kamar yang dimaksud. Dia menatap pintu yang terkunci itu dengan pandangan dingin sebelum menangkat kakinya dan
BRAK!
Sekali tendang, pintu itu terbuka. Seorang wanita dengan penampilan yang sudah acak-acakan lari ke arah Naresh. Wanita itu tidak mengenal lelaki tersebut namun dia merasa bahwa pria itu datang untuk menolongnya.
“Tolong…, dia mau melecehkan aku!” Wanita itu menunjuk ke arah pria yang ada di sudut kamar dengan suara bergetar. Sorot matanya yang menandakan bahwa dia ketakutan, dan air matanya yang sudah membasahi wajahnya membuat siapa saja melihatnya menjadi kasihan.
Naresh mentap secara bergantian wanita dan pria yang ada diruangan itu dengan tatapan yang sulit diartikan, tanpa banyak bicara langsung menarik tubuh wanita itu dengan lembut keluar dari kamar dan membawanya keluar.
“Kala, Dipta, jaga dia. Pastikan dia tidak kabur,” ucapnya sebelum keluar dari kamar itu.
***
Di ruang tamu apartemen, wanita itu duduk di sofa dengan tubuh yang masih gemetar. Naresh yang berdiri tepat di depannya, menelisik dengan tatapan dingin. Tanpa mengatakan apa-apa, Naresh merapikan jilbab wanita itu yang hampir terlepas.
“Berhenti menangis nona,” ucapya dengan suara datar karena sudah beberapa menit wanita itu terus menangis.
Tiba-tiba tubuh Naresh dipeluk erat. Tangisan wanita itu terdengar memilukan, tubuhnya bergetar hebat. “Aku takut… dia hampir… dia hampir…hikss….” ucapnya sambil terisak.
Naresh diam tak berkutik, tubuhnya tiba-tiba dipeluk oleh wantita asing. Dia tidak membalas pelukan itu namun tidak juga mendorongnya. Dia membiarkan saja wanita itu melampiaskan ketakutannya dengan memeluk dirinya, meskipun Naresh merasa tidak terbiasa dengan situasi seperti ini.
“Makanya jangan jadi wanita murahan, kenapa lo mau diajak sih ke tempat seperti ini?” Ucapnya dengan nada penuh sindiran sambil melepaskan pelukan wanita itu.
“Maaf, aku gak sadar peluk kamu tadi,” jawabnya dengan suara lirih.
Tiba-tiba Naresh menarik tangan wanita itu dengan lembut namun ekspresi wajahnya masih tetap datar, membawanya ke luar apartemen. Banyak pasang mata melihatnya dengan ekspresi yang berbeda-beda ketika melihat wajah sembab wanita itu. Namun, Naresh tidak merisaukan itu, dia tetap berjalan menuju ke mobilnya.
Tibanya dimobil, Naresh membuka pintu penumpang. “Masuk! Jangan keluar sebelum gue datang,” ucapnya datar menyuruh wanita itu.
Wanita itu mengangguk pelan tanpa perlawanan.
***
Kembali ke apartemen, Dipta dan Kala membawa sang pelaku, Genta ke ruang tengah. Melihat pintu kembali dibuka, muncul Naresh dengan aura semakin dingin, sorot matanya dipenenuhi dengan amarah yang membara
Bguhh! bguhh!
Pukulan bertubi-tubi mendarat di wajah Genta, membuat darah keluar dari sudut bibirnya. Tidak hanya di wajahnya, Naresh juga memberi pukulan di perut Genta, lalu melayangkan tendangan keras hingga Genta terhuyung kebelakang
“Nares, hentikan! Dia bisa mati!” Seru Dipta mencoba mengingatkan sahabatnya, melihat keadaan Genta yang sudah sangat memprihatinkan. Namun Naresh tidak menggubrisnya dan kembali melayangkan pukulan ke wajah Genta.
Genta hanya diam tak melawan karena pukulan yang diterimanya membuat dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya lemah, tapi sorot matanya yang masih tajam melihat kearah Naresh. Ada rasa kebencian yang membara dari tatapannya.
“Beraninya lo mau ngerusak cewek lo sendiri. BANGSAT!” bentak Naresh sebelum memberikan pukulan yang lebih kuat dari sebelumnya.
Bughh! Bugh! Bughh!
Genta kembali mengeluarkan darah yang mengalir deras dari mulutnya.
“Ini belum seberapa Genta, lo tunggu pembalasan gue selanjutnya,” tekannya sambil berjalan meninggalkan apartemen itu.
“Dipta, bereskan,” perintahnya sambil menoleh yang hanya diangguki oleh sahabatnya.
Kala mendekat kearah Genta, membantunya berdiri menuju ke sofa. “Berani banget lo bro, muka aja kayak orang benar,” cibirnya ke Genta, namun hanya tatapan tajam yang didapatkan dari Genta
“ Ya elah Kala, elo salah liat kali. Jelas-jelas mukanya memang kayak pria brengsek,” balas Dipta, kemudian mereka berdua tertawa melihat Genta yang meliriknya semakin tajam.
***
Tiba di parkiran apartemen, Naresh langsung masuk dan menutup pintu mobilnya dengan keras. Dia hanya melirik wanita itu tertidur di kursi penumpang. Naresh memandangnya sekilas sebelum menyalakan mobilnya.
Mobil BMW warna hitam melaju di jalan dengan kecepatan tinggi, mobil milik Naresh berhenti ketika memasuki gerbang yang tinggi, memasuki rumah mewah yang sangat luas, sepertinya memiliki 3 tingkat.
Tepat mobil berhenti, dia membuka sabuk pengamannya lalu membangunkan wanita itu. “Heyy, bangun!” Namun tidak ada pergerakan dia akan bangun.
Naresh langsung mengangkat tubuhnya ala bridal style memasuki rumahnya, tidak ada siapa pun disana mungkin semua penguhi rumah sudah tertidur karna waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Memasuki kamar yang begitu luas dengan desain yang begitu keren layaknya kamar lelaki dengan nuansa hitam dan abu-abu. Naresh langsung merebahkan tubuh wanita itu ke kasur king sizenya. Setelah memastikan wanita itu nyaman, dia keluar untuk mengambil makanan.
Tiba-tiba wanita itu terbangun, tubuhnya kembali bergetar, air matanya tidak berhenti mengalir. Rasa takut menyelimuti dirinya karena entah dimana dia sekarang, dia berusaha untuk berdiri, namun ketika kakinya berpijak di lantai dia langsung jatuh, tubuhnya sangat lemah.
Tangannya meraba-raba meja kecil yang ada disampingnya, namun tidak disengaja dia menjatuhkan gelas.
Prakk!
Pecahan kaca berserakan dimana mana, namun tidak sampai mengenai dirinya.
Klek
Pintu terbuka, menampilkan sosok lelaki yang menolongnya tadi membawa sebuah nampan yang berisikan makanan.
Naresh yang melihat wanita itu jatuh langsung meletakkan nampan yang berisi makanan di meja terdekatnya lalu menghampirinya.
“Apa yang kamu lakukan haa!” Bentaknya, ada rasa panik yang menimpa dirinya. Wanita yang kesadarannya sudah hampir hilang itu langsung pingsan, dengan sigap Naresh menahan tubuhnya lalu mengangkatnya kembali ke tempat tidur.
Wajah Naresh yang serius, merasa ada yang aneh dengan wanita itu. Naresh langsung menghubungi Dipta.
“Kenapa?” Ucap Dipta di seberang sana.
“Bawakan dokter sekarang ke rumah!” ucapnya dengan nada dingin.
“DOKTER. Tengah malam begini?” teriak Dipta dengan nada protes. Membuat Naresh menjauhkan handphone dari telingannya.
“Gak usah teriak Dipta,” sentaknya.
“Masalahnya mana ada dokter yang stay sekarang. Kamu sadar gak sih, ini sudah hampir jam 12 malam. Besok aja yahh,” ucap Dipta dengan suara memelas.
“Oke, jam enam pagi dokter harus datang kesini,” ucapnya dan tanpa menunggu jawaban, Naresh langsung memutusukan panggilan.
Tut, diseberang sana Dipta mengumpat. “Dasar, dimana gue harus cari dokter sepagi itu, kalau bukan karena lo teman gue, mungkin sudah gue cekik lo,” kesal Dipta.
Setelah meletakkan handphonenya, Naresh duduk di sofa sudut kamarnya memperhatikan wanita itu yang tertidur dengan wajah pucat.
“Siapa kamu sebenarnya?” Gumannya pelan.