Oleh: Nunik Sobari
Meraka akhirnya masuk, Bima yang masih dalam gendongan, mulai bangun dan mengucek matanya
“Ini rumah siapa, Mama?” katanya sambil mengantuk
Sebelum Lina menjawab, Reynaldi terlebih dahulu menjawab,” Ini rumah Papa, sayang.”
Bimaa menatap wajah papanya dengan wajah polos, kemudian berganti kewajah Lina.
Seolah-olah ingin penjelasan dari mamanya.
“Mama?” tanya Bima
Lina tersenyum tipis, berusaha untuk tetap tenang, lalu berkata,” Untuk sementara kita tinggal disini dulu, sayang.”
Bima mengangguk pelan, lalu tiba-tiba mengambil tangan Reynaldi.” Kalau ini rumah Papa, boleh aku lihat kamar untukku?”
Reynaldi terkejut sesaat, sebelum akhirnya berkata,” Tentu saja,sayang.
Kedua orang beda usia itu berjalan bergandengan tangan. Sementara Lina hanya bisa menatap mereka dengan perasaan terharu.
Mereka seperti ayah dan anak pada umumnya. Meskipun mereka sudah terpisah sudah cukup lama. Ada ikatan batin yang tidak bisa dipisahkan oleh jarak dan waktu
“Hem…Lina menggeleng kan kepalanya, tidak mau terlalu larut oleh keadaan dan suasana yang ada
Malam semakin larut, Bima tertidur kembali dikamar barunya
Lina keluar ke balkon Villa, Angin malam terasa sejuk, meniup rambutnya, hingga berkibar indah.
Udara sejuk di villa itu menghilangkan sedikit kekacauan di hati dan pikirannya.
Lina tidak tahu, apakah keputusannya menerima perlindungan dari Reynaldi itu sudah benar.
Tapi paling tidak Lina melakukan semua ini demi keselamatan putranya, Bima.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari belakang.
“Kau terlihat gelisah…” ujar Reynaldi sambil berdiri disamping Lina
“Kamu pikir aku bisa tenang, setelah semua yang terjadi.” katanya tanpa menoleh kearah pria itu
.”Aku hanya ingin memastikan kamu dan Bima aman.” ujar Reynaldi sambil merentangkan tangannya sekilas
“Lucu. Sangat lucu, bahkan dulu kamu tidak perduli, apakah aku aman atau tidak..” ujar Lina sambil tersenyum sinis
Ekspresi wajah pria itu mendadak menjadi tegang.
“Lina…!” panggilnya dengan nada datar
Lina menatap mata pria di depannya tajam.
“Kenapa kamu melakukan semua ini, Rey. Kenapa kamu tiba-tiba ingin melindungi kami.” tegas Lina
Reynaldi terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Lina, Suaranya lebih lembut dari sebelumnya.
“Karena aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.”
Tiba-tiba Lina membalik badannya, dan posisi mereka berhadapan, terlihat jelas dimata Lina, ada suatu hal yang masih menganjal di hatinya.
“Hai tuan Reynaldi! apa tuan Lupa? kesalahan tuan bukan hanya tidak melindungi ku.
Tapi juga membiarkan aku hancur, kamu mengusir ku. Tanpa mau mendengar dan percaya perkataanku sedikit pun. ” ujar Lina marah
Ekspresi wajah Reynaldi mendadak menjadi diam” Aku menyesal, maafkan aku.”
Lina menggeleng kan kepalanya, wajahnya mendadak menjadi murung., kemudian air mata menetes dipipinya
“Penyesalan mu tidak akan merubah apapun, semua sudah terjadi.
Mereka berdua terdiam, hening dan sunyi.
Lalu denga suara pelan Lina berkata, ” Aku dan Bima tidak akan masuk kedalam hidupmu, begitupun kamu, tidak akan ku biarkan masuk dalam kehidupan kami. Itu terlalu beresiko. Aku tidak mau Bima terus-terusan hidup dalam ancaman.” tegas Lina.
“Kamu tidak perlu takut, Bima anakku, Aku akan pertaruhan nyawaku Untuk hidupnya.” Reynaldi terus berusaha meyakinkan Lina.
Lina menarik nafas panjang, kemudian meninggalkan pria itu sendiri di balkon
Reynaldi hanya bisa menatap punggung Lina dan wanita itu pergi masuk kedalam kamar
Malam itu Lina benar-benar tidak bisa tidur, begitu pun dengan Reynaldi.
Berkali-kali pria itu menyalahkan rokok, dam membuang asapnya ke udara. Hatinya gelisah memikirkan nasib Lina dan putranya
Tiba-tiba pria itu mengeluarkan ponselnya.
” Informasi apa yang sudah kamu dapatkan hari ini.” katanya tegas dan dingin
” Tuan orang pengirim pesan itu seorang pembunuh bayaran. Dia bahkan bisa menghabisi nyawa orang lain tanpa jejak.” ujar suara dari seberang sana.
“Apa? kamu yakin dengan laporan kamu? Berarti ada yang sengaja membayar orang untuk mencelakai Lina dan anaknya.”
Pria itu menutup pembicaraan nya dengan orang suruhannya. Kemudian pri itu masuk ke kamarnya dan menghabiskan malamnya dengan kepala penuh berbagai pikiran.
##
“Mama sini, papah bikin omelet. Enak banget, coba mama lihat.Imi enak banget, Lo!” seru Bima dari meja makan
Saat itu Lina baru saja bangun dengan mata yang masih mengantuk dan kepala yang pusing.
Dan ternyata tidur divilla yang nyaman dan luas, bukan hal yang bisa dinikmati saat ini.
Saat dia berjalan keruang makan, ternyata anaknya audah duduk manis diruang makan.
Bersama Reynaldi disebelahnya
Lina menatap Reynaldi curiga
“Kamu bisa masak, sejak.kapan?”
“Aku belajar beberapa tahun terakhir.Lagi pula ini biasa saja. Bukan sesuatu hal yang istimewa. “ujar pria itu sambil mengangkat bahunya santai.
” Aku tidak percaya, bahkan seingat ku, kamu tidak pernah tahu bagaimana cara menghidupkannya kompor.”ujar Lina cuek tak perduli.
Reynaldi tertawa tipis lalu berkata,” Sudah tetlalu lama Lina, banyak yang sudah berubah. Lagi pula semua orang juga berubah kan?”
Lina terdiam, tidak ingin berdebat lagi dengan pria di depannya.
Dia memilih kedapur fan membuat kopi susu untuk dirinya sendiri.
Usai sarapan pagi dengan putranya, Teynaldi pamit untuk pergi kekantor, aetelah sebelumnya bicara lewat telepon entah dengan siapa
” Aku harus pergi kekantor sekarang.” Pamit Reynaldi pada Lina.
” Ada apa? ” tanya Lina yang binggung melihat wajah Reynaldi yang tegang.
Reynaldi tidak.menjawab, dia cepat menyiapkan dirinya. Tatapannya dingin. ” Fanny datang kekantor.” jawabnya singkat.
Lina.menarik.nafas panjang, mendengar namanya disebut seakan lukanya.berdrah lagi.
” Menurut mu apa dia terlibat dalam ancaman ini?” tanya Lina gelisah
“Aku tidak bisa menuduhnya tanpa bukti yang pasti, tapi aku akan menyelidikinya, aku pasti akan mencari tahu.” ujar Reynaldi terburu-buru.
Masih banyak yang ingin Lina bicarakan dengan Reynaldi. Tapi melihat pria itu tergesa-gesa, Lina menahan diri untuk tidak bicara lagi.
Setelah pamit dengan Bima, Reynaldi pergi dengan mobil mewah, meninggalkan villanya.
##
Setelah sampai di kantornya, Reynaldi berjalan dengan cepat masuk keruanganya.
Sampai diruangannya, Pria itu melihat Fanny sudah duduk dengan anggun di kursi hitam kebesarannya.
“Akhirnya kamu datang juga, Mas. Kamu lama sekali. Apa mereka berdua membuat kamu sibuk, Mas?” tanya Fanny sinis
” Apa mau mu Fanny?” tanya Reynaldi dengan suara dingin dan tegas.
Fanny tersenyum sinis.” Aku ingin membicarakan keluarga kecilmu yang baru, itu saja.”
” Apa maksudmu?” tanya Reynaldi
Fanny berdiri dan berjalan mendekat.” Kamu pikir aku tidak tahu, kalau kamu meembawa mereka kerumah pribadimu diluar kota?”
Reynaldi tidak menjawab, tapi ekpresiwajahnya cukup mengambarkan kalau dia benar-benar emosi.
Fanny mendengus marah, lalu berkata, ” Kalau aku tidak salah waktu itu kamu berkata bahwa semua hanya tentang anakmu, tapi kenapa sekarang seperti nya tidak begitu, aku tidak percaya. Jangan bilang kalau kamu sedang jatuh cinta lagi, Mas!”
” Benar begitu kan, Mas? ”
Reynaldi terdiam kaku ditempatnya. Tidak tahu harus berkata apa.