Oleh: Nunik Sobari
“Hai sayang, panggil aku Mami, Fanny, Ya! Aku juga Mami kamu. Karena aku istri Papa kamu, sayang. ” ujar Fanny terus dengan sandiwaranya.
Bima diam kebingungan, Melihat kearah Lina. Lina diam tidak bisa berkata-kata.
“Bima sayang, tunggu di dalam ya, nanti Mama buatin susu. ” cepat Lina meraih punggung Bima, lalu mendorong nya kedalam kamar.
Belum sempat Bima berjalan kekamar, Fanny sempat mengusap rambut Bima , lalu berkata, “Anak ganteng, Anak sehat, Anakku juga kan?”
“Cukup Fanny, sekarang keluar dari rumah ini!” Lina cepat sadar dan tidak ingin terbawa arus permainan Fanny.
Fanny tersenyum sinis, ” Kamu tidak akan bisa menghalangi keinginanku Lina.
“Kalau kamu mau perang, silahkan. Dan aku tidak akan mundur. Aku ibunya, aku yang melahirkan dan membesarkannya.” ujar Lina geram
“Kita lihat saja, siapa yang jadi pemenangnya, ” kata Fanny santai
“Aku pulang, tapi kamu tunggu khabar dariku.”
Fanny melangkah keluar rumah.
Dia pergi meninggalkan villa itu dengan mengendarai mobilnya.
Lina menutup pintu dan menguncinya dengan rapat.
“Hak asuh Bima. Tidak, aku tidak akan membiarkan ini terjadi.” gerutunya sendiri.
Badan Lina mendadak lemas semuanya, dia merosot dari posisinya.
Tangan dan kakinya bergetar hebat.
“Dia tidak bisa mengambil Bima dariku…”
“Ini tidak bisa…” katanya lirih
Lina menangis pelan, berusaha menahan dirinya, tidak ingin anaknya melihat keadaannya yang benar-benar kacau.
Cepat Lina menguasai dirinya, tidak ingin terbawa arus permainan Fanny. kemudian dia mengambil ponselnya, beserta dokumen fotocopyan yang diberikan Fanny.
“Cekrek…cekrek…” kertas itu sudah terfoto sempurna.
Dengan cepat Lina mengirim gambar dikumen itu pada Reynaldi.
Tidak sampai lima menit, pria itu langsung menghubungi Lina.
“Kapan dia kesana? Dasar gila! Perempuan gila! Kenapa kamu bisa sembarangan membuka pintu untuk tamu?” ujar pria itu emosi.
“Aku tidak tahu! Lagi pula harisnya kamu tidak menaruh kami, dirumah yang juga rumahnya!” ujar Lina berbalik marah.
“Hai tunggu! Bahkan Fanny tidak tahu alamat rumah itu! Itu rumahku! Rumah pribadiku! Brengsek kamu Fanny! Sudah kamu nggak usah takut, anak buahku akan mengurus ini semua.”
Lina diam mendengar amarah Reynaldi ditelpon.
“Lina! Lina! Apa kamu masih disana? Dengar Lina…
Dengarkan aku, Aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi. Aku berjanji.” suara Pria itu terdengar tegas, berusaha meyakinkan Lina.
Lina diam tidak bersuara, air matanya membasahi pipinya. Untuk kesekian kalinya, dia harus mempercayai pria itu.
Lagi-lagi pria itu berusaha meyakinkan keberadaan Lina.
“Lina!Lina! Apa kamu masih disana? Hem…”
terdengar Reynaldi mengambil nafas berat.
“Tunggu aku pulang sekarang.” ujar Reynaldi menutup panggilan telponnya.
Reynaldi keluar dari ruangannya, mengabaikan siapapun yang menyapanya memberikan salam. Dia langsung masuk kedalam mobilnya, yang sudah terparkir di depan kantor bersama supirnya.
“Jalan!” katanya dingin
##
Lina bangkit menyapa Reynaldi yang baru saja sampai dengan mata berapi-api.” Aku harus melakukan sesuatu.” ujarnya.
Reynaldi bangun dan menahan bahu Lina.” Dengar, aku tahu kamu marah, tapi kita tetap harus berpikir jernih.”
“Jernih?” Lina tertawa mengejek
“Fanny berusaha mengambil anakku, Rey. Aku tidak bisa diam saja, dan membiarkan ini semua terjadi.”
” Reynaldi mengepalkan tangannya,” Kau pikir aku akan diam saja, dan membiarkan ini semua terjadi.’
Lina menatap pria itu tajam. ” Kau pikir karena kau CEO dan punya kekuasan, kamu bisa mengatasi semuanya. Aku tidak bisa bergantung padamu saja, Rey. Apalagi kamu pernah berbuat jahat padaku dulu, Kamu mengusirku, Bagaimana kalau ini terjadi lagi, Bagaimana kalau kamu berubah pikiran lagi. Apa aku masih bisa percaya padamu sekarang, Rey?”
Reynaldi terdiam sesaat dia tidak percaya, Lina bisa mengatakan itu semua.
Kemudian pelan-pelan dia berkata, ” Aku bukan orang yang sama seperti dulu, Lina.”
Lina membuang muka sambil mendengus kasar.
“Tapi Fanny itu masih istrimu, apa kamu pikir aku akan percaya begitu saja, kalau kamu akan melawan dia, Rey?”
Tatapan Reynaldi berubah, ekspresi wajahnya menjadi datar. ” Fanny bukan istriku lagi, Lina.”
“Apa? ” tanya Lina tidak percaya
Reynaldi menarik nafas dalam lalu berkata,” Aku sudah mengajukan perceraian beberapa bulan yang lalu. Aku sudah muak dengan kelakuannya.”
Lina diam tidak berkata apapun, wanita itu binggung, tidak tahu harus merespon apa.
Selama ini yang dia tahu, pria itu masih terikat dengan Famny, bahkan tak bisa lepas dari wanita itu. Tapi ternyata….
“Tapi Fanny tidak akan tinggal diam.” lanjut Reynaldi
“Dia akan mengunakan segala cara untuk menghancurkan hidupku, dan tentu saja dengan hidupmu juga.”
” Kalau begitu kita harus berani melawannya.” ujar Lina dengan keberanian barunya
Reynaldi mengangguk setuju. ” Dan aku akan selalu berada di sisimu.”
Mereka saling bertatapan. sekejap Lina sadar dan membuang pandangannya kearah lain.
Ada kekuatan baru, dan ada kepercayaan baru yang timbul saat mendengar pria itu sudah menggugat cerai Fanny.
Meskipun mereka belum sempat bercerai, tapi itu sudah cukup membuktikan, kalau pria itu sudah benar-benar berubah.
Malam itu akhirnya Reynaldi mengambil satu keputusan. ..
“Kita kembali ke kota, kamu dan Bima akan tinggal di apartemen milikku. Aku akan taruh dua orang kepercayaanku disana.” ujar Reynaldi malam itu.
Pria itu tidak bisa membiarkan Lina dan anaknya tinggal jauh diluar kota, karena pada kenyataannya itu bukanlah keputusan yang efektif.
Malam itu mereka membiarkan lewat begitu saja. Reynaldi yang gelisah menghabiskan malam dikamar, diatas ranjang besi klasik miliknya,
Sementara Lina kembali masuk kedalam kamar Bima. Pikiran mereka melayang tak tentu arah. Sampai pagi menjelang, menampakan sang fajar.
Usai mengemasi seluruh barang-barang milik mereka, akhirnya mereka pergi meninggalkan villa mewah itu. Menuju apartemen milik Reynaldi di kota
##
Dua jam perjalanan akhirnya mereka sampai di apartemen, Reynaldi menepati janjinya, menaruh satu orang kepercayaannya di depan pintu apartemennya. Kali ini dia tidak ingin kecolongan lagi.
“Tunggu disini, Ya. Bima bisa berenang sama Mama kalau bosen didalam ruangan.
Karena Papa harus kekantor. Anak pintar. Jaga Mama, Ya.” ujar Reynaldi sambil mengusap kepala anak laki-lakinya.
Bima mengangguk tanda mengerti.
##
Dua hari kemudian panggilan sidang hak asuh anak sampai juga ke tangan Lina, lewat security apartemen, dan penjaga pribadi mereka.
Hak asuh Bina sudah resmi digugat sampai ke pengadilan.
Lina menatap amplop coklat itu dengan tangan gemetar,” Dia benar-benar melakukannya. ”
Disaat yang sama Reynaldi masuk kedalam ruangan apartemen, ” Aku baru saja mendapatkan khabar, Fanny tidak hanya ingin hak asuh anak. Dia juga mengajukan permintaan, melarangmu bertemu dengan Bima.”
Lina terhuyung mundur, kepalanya mendadak pusing, dan pandangannya menjadi gelap. Hampir sajaa dia hilang kendali.
“Tidak… ini tidak mungkin…!”
Disaat yang sama, Reynaldi mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras.
“Licik! Dia mengunakan pengaruh keluarganya, untuk mendapatkan hakim yang berpihak kepadanya. Dasar curang!Dia bukan hanya ingin hak asuh Bima, Lina. Dia ingin menghancurkan mu.”