Oleh: Rika Jhon
“Jika kau sampai berani menyentuh tubuh wanita itu, maka aku akan memanah tanganmu!”
Seketika Rully pun melepaskan tangannya dari tubuh Harnum, sedangkan Albern langsung turun dari kuda dan menghampiri Harnum. Tanpa banyak bicara dia langsung membopong tubuh Harnum dan dibawa masuk ke dalam paviliun karena ada Rully. Jadi dia tidak ingin jika Rully selalu ingin dekat-dekat dengan Harnum.
“King, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku bisa melakukan sesuatu untuk membantu Nona Harnum?”
Albern langsung meletakkan tubuh Harnum di atas ranjang miliknya, lalu mendekati Rully. “Tidak usah! Lebih baik kau pulang saja! Biarkan wanita itu menjadi urusanku!”
“Baik, King. Kalau begitu aku permisi.” Rullly pun meninggalkan paviliun.
Albern menatap wajah Harnum yang terpejam, lalu berjalan mendekati dispenser dan mengambil segelas air putih. Dia menyiramkan air tersebut ke wajah Harnum, sehingga membuat wanita itu seketika terbangun dan gelagapan karena air tersebut masuk ke dalam hidungnya.
“Enak sekali kau, ya! Kerjaanmu enak-enakan tidur! Memangnya kau di sini disuruh untuk enak-enakan tidur? Hah!”
Harnum terdiam mendengar suara Albern yang menggelegar itu. Dia mengerjap-ngerjapkan mata dan memegang kepala yang masih terasa pusing.
“Cepat kau lanjutkan pekerjaanmu! Kau bersihkan kolam renang itu! jika sampai sore hari ini tidak selesai juga, maka kau akan merasakan sendiri akibatnya. Aku akan semakin menghukummu dan akan lebih keji lagi!”
Harnum perlahan bangun dan menurunkan kakinya dari ranjang. Matanya menatap sekeliling ruangan kamar tersebut karena dia merasa asing sebab itu bukanlah tempat tidurnya. Albern yang memperhatikan tingkah Harnum itu semakin merasa geram, lalu dia menjambak rambutnya hingga wajah Harnum mendongak.
“Kau jangan senang dulu karena saat ini berada di dalam kamar pribadiku. Aku tadi terpaksa membawamu ke sini karena aku tidak ingin menginjakkan kakiku di gudang yang kotor itu. Makanya kakiku terpaksa melangkah ke sini, membawa tubuhmu itu!”
Harnum hanya terdiam mendengarnya. Perlahan ia melangkah keluar dan berjalan sambil memegangi kepala dan perut yang terasa sakit, akibat tadi berlari mengitari lapangan yang begitu luas untuk menghindari anak panah yang Albern tujukan padanya.
Sebenarnya Harnum sudah merasa kelaparan dan juga kehausan, tetapi mau bagaimana lagi karena posisinya hanya sebagai tawanan, jadi tidak memiliki hak memilih untuk meminta ini dan itu kepada Albern sang penguasa.
Harnum kembali membersihkan kolam renang dengan perut dan kepala yang sakit serta lapar. Dia kembali bekerja keras untuk menjalani hukumannya.
Sementara Albern memperhatikannya sambil tersenyum miring melihat Harnum yang sedang kesulitan dan kelelahan.
“Rasakan kau, Wanita Jalang! Itulah akibatnya jika kau berurusan denganku. Reno, lihatlah istri tercintamu itu. Aku tidak akan pernah berhenti menyiksanya hingga dia merasa bosan hidup di dunia ini dan mati dengan caranya sendiri! Hahaha.”
Albern tertawa terbahak-bahak. Setelah itu menuju ke kamar mandi. Dia langsung berendam di bath tub untuk menyegarkan tubuhnya. Dia berendam seraya mengingat bagaimana saat dulu dia menyaksikan kematian kakaknya yang tragis serta keponakannya yang masih bayi. Tiba-tiba emosinya kembali memuncak.
“Kak Ameralda, kau tenang saja di alam sana, karena di dunia ini aku yang membalaskan dendammu kepada Wanita Sialan itu dan Laki-laki Biadab itu. Laki-laki Jahanam itu sudah mati menyusulmu, Kak.”
Sementara Harnum yang sedang membersihkan kolam renang merasakan kepalanyabyang pusing, dan matanya sudah mulai berkunang-kunang. Posisinya yang berdiri di pinggir kolam renang itu membuat tubuhnya hilang keseimbangan hingga terjatuh dan langsung masuk ke dalam kolam renang.
Harnum yang tidak sadarkan diri itu langsung tenggelam karena terjatuh dengan posisi yang menelungkup hingga tubuhnya tenggelam ke dasar kolam renang.
Albern sudah selesai dengan ritual mandinya dan langsung kembali keluar. Dia memandang ke arah kolam renang, matanya mengitari sekitaran kolam renang tersebut, tetapi tidak mendapati sosok Harnum. Dia bertanya-tanya ke mana kah Harnun pergi?
“Ke mana kau pergi, Wanita Jalang! Mengapa kau bukannya bekerja mengerjakan tugas yang telah aku berikan. Kemana kau, Wanita Sialan!” Mata Albern terus menelusuri sekitaran kolam renang, lalu melangkah keluar menuju ke arah gudang. ‘Mengapa aku tidak melihatnya sedang membersihkan kolam renang? Apa jangan-jangan dia sedang tidur di kamarnya?’
Albern melangkah keluar dan langsung menuju ke dalam gudang, tetapi ternyata kosong. Dia merasa aneh karena di kolam renang tidak ada dan di gudang pun tidak ada. Akhirnya Albern kembali keluar. Ia melangkahkan kaki menuju ke arah kolam renang. Karena rasa penasarannya yang sangat kuat akhirnya ia melihat ke arah kolam renang. Dari atas ia bisa melihat dengan jelas tubuh Harnum yang sudah tenggelam di dasar kolam.
Tanpa berpikir panjang Albern langsung menceburkan diri ke dalam kolam dan langsung meraih tubuh Harnum. Dia menggendong tubuhnya dan diangkat dari kolam. Albern langsung memberikan pertolongan pertama pada Harnum. Ia menekan dadanya beberapa kali agar Harnum sadar, tetapi tidak berhasil. Wajah Harnum sudah terlihat pucat, bibirnya pun sudah membiru karena sudah lama tenggelam.
Otak Albern tidak bisa berpikir lagi, lalu dia langsung mengambil tindakan pertama, yaitu memberi nafas buatan. Albern langsung menempelkan bibirnya ke bibir Harnum dan memberikan napas buatan.
Berulang kali Albern melakukan itu, tetapi belum membuahkan hasil. Harnum masih tidak sadarkan diri. Albern tidak putus asa, dia terus menekan dada Harnum dan sesekali memberikan napas buatan di mulut Harnum.
Hingga akhirnya Harnum pun sadar. Dia terbatuk-batuk dan memuntahkan air yang banyak dari dalam perutnya. Albern langsung tersadar atas perbuatannya, dia memegang bibir dan matanya tak luput dari wajah dan bibir Harnum.
‘Apa yang telah aku lakukan sampai aku menyentuh wanita sialan ini? Kurang ajar! Wanita ini telah memanfaatkanku. Aku selama ini tidak pernah menyentuh wanita, apalagi bibirku ini masih suci. Aku belum pernah yang namanya melakukan kissing terhadap wanita dan wanita ini telah mengambil first kiss-ku.’
‘Kurang ajar sekali karena ini bukan merupakan yang pertama baginya sebab dia telah melakukannya terhadap Reno, laki-laki sialan itu. Aaakkhhh!! Sialan! Setan alas! Mengapa semua ini bisa terjadi!’
Emosi Albern semakin memuncak ketika membayangkan itu. Dia sudah tidak tahan lagi, lalu beranjak pergi meninggalkan Harnum, sedangkan Harnum hanya terdiam seorang diri, ia menatap kepergian Albern.
Albern masuk ke dalam paviliun dan mengamuk di sana. Harnum masih mendengar dengan jelas sumpah serapah yang keluar dari mulutnya.
Perlahan Harnum bangkit dan berusaha untuk melakukan pekerjaannya. Karena dia belum mendapatkan perintah dari Albern agar berhenti mengerjakan hukuman tersebut. Dia melakukan itu dengan berderaian air mata.
“Tuhan, aku rasanya sudah tidak kuat lagi menjalani ujianmu ini. Tuhan, ingin rasanya aku menyusul suami dan anakku saja. Mengapa tadi aku selamat? Mengapa tidak langsung mati saja saat aku terjatuh di dalam kolam?’
Sementara Albern di dalam paviliun dalam keadaan mabuk. Karena dia tengah melampiaskan emosinya dengan minuman beralkohol. Dia terus saja berteriak dan mengeluarkan berbagai sumpah serapahnya.
“Harnum! I hate you so much …!”