Oleh: Rika Jhon
Hari-hari pun berlalu, hubungan Rully dengan Harnun semakin dekat, dan perubahan sikap Albern terhadap Harnum pun semakin terlihat. Kini Albern sudah tidak pernah lagi menyiksa Harnum. Entah mengapa setiap dia akan menyiksanya, maka bayangan gadis kecil pada masa lalunya akan muncul, sehingga dia menghentikan perbuatannya itu.
Hari itu Albern kembali akan pergi ke luar negeri. Kali ini dia bertujuan untuk pergi ke Dubai untuk mengurus bisnis mafia, dan dia kembali meninggalkan Harnum. Seperti biasa Harnum sangat menikmati kebebasannya. Dia pun semakin bebas bersama Rully untuk pergi ke makam suami dan anaknya.
Sementara Albern yang sudah mencurigai gerak-gerik Harnum dan Rully itu sudah merencanakan sesuatu. Dia sengaja berkata pada Rully akan pergi ke Dubai selama dua bulan lamanya, dan Rully mengatakan itu kepada Harnum. Namun, ternyata itu merupakan jebakan Albern untuk Rully dan Harnum karena ternyata dia hanya pergi satu minggu lamanya.
Ketika Albern kembali ke rumah tua, ternyata dia tidak menemukan keberadaan Harnum. Albern yang sudah mencurigai itu sudah tidak terkejut lagi, dia sengaja menunggu saat-saat di mana dia akan memergoki Harnum dan Rully.
Ketika sore hari Harnum terlihat pulang bersama Rully. Albern masih diam, dia sudah berbicara pada Mira dan Toni agar tidak mengatakan pada Harnum maupun Rully bahwa dia sudah kembali dari luar negeri.
Malam itu paviliun masih terlihat gelap. Harnum mengira bahwa Albern masih berada di luar negeri. Dia tidak mengetahui bahwa sebenarnya Albern ada di dalam paviliun.
Keesokan harinya ketika waktu sudah menunjukkan siang hari, seperti biasa Harnum dan Rully kembali pergi ke makam Reno, dan tanpa mereka ketahui bahwa Albern membuntuti dari belakang.
Dada Albern berdebar dengan sangat cepat dan tidak menentu rasanya ketika sampai di rumah tua tempat makam Reno. Betapa terkejutnya dia ketika melihat ada dua makam di dalam rumah tua tersebut. Albern melihat semua kejadian di tempat itu, bagaimana saat Harnum sedang berziarah, mengaji, dan mendoakan sang suami dan juga anaknya.
Albern merasakan sakit yang teramat sangat di dada saat melihat pemandangan tersebut. Dia memukul-mukul dadanya agar tidak sakit dan sesak lagi. Dia merasa seperti sedang ditusuk dan sedang ditikam dari belakang oleh Rully. Albern sudah tidak tahan untuk terus memandang aktifitas Harnum, akhirnya dia pun langsung masuk ke dalam rumah tua itu.
Kedatangan Albern itu mengejutkan Rully dan Harnum. Harnum yang tengah mengaji itu seketika menghentikan kegiatannya. Begitu pula dengan Rully yang sedari tadi tengah menemani Harnum, wajahnya langsung pucat pasi, ia bagaikan pencuri yang tertangkap basah. Wajah Albern sudah merah padam, giginya sampai gemeretak, emosinya sudah di ubun-ubun, Albern benar-benar sedang murka.
“Ternyata ini rencanamu selama ini, Rully. Selama ini aku sudah mempercayaimu, kau merupakan anak buahku yang paling aku andalkan. Padahal aku sudah mempercayaimu sepenuhnya, tetapi ternyata kau berkhianat di belakangku!”
Napas Albern sudah naik turun, matanya sudah memerah dan berkaca-kaca, sementara Rully hanya menundukkan wajah, ia tidak berani untuk menatap wajah sang king mafia yang terlihat sangat menyeramkan, sedangkan Harnum menatap wajah Albern dengan perasaan yang tidak menentu karena apa yang ia khawatirkan dan takutkan selama ini akhirnya terjadi juga.
“Dulu aku sudah memerintahkanmu agar kau membuang mayat laki-laki keparat itu ke laut, tetapi ternyata kau tidak membuangnya, kau tidak mematuhi perintahku, dan kau justru memakamkannya di sini secara diam-diam!”
“Dan ternyata kau selalu mengantarkan wanita sialan ini untuk berziarah ke sini. Dasar penghianat kau Rully! Aku benar-benar sangat kecewa padamu! Mungkin ini saatnya kau mati di tanganku!”
Rully semakin menundukkan wajah, ia tidak berani untuk mengangkat wajahnya.
“Sebelum aku membunuhmu, aku mengucapkan terima kasih padamu karena selama ini kau telah setia kepadaku dan kau sudah menjadi orang kepercayaanku selama bertahun-tahun lamanya.”
Albern menghela napas sejenak, lalu kemudian kembali melanjutkan ucapannya. “Tetapi kesetiaan dan kepercayaanmu itu terhadapku hancur, hanya karena wanita sialan ini! Aku tahu bahwa kau mencintainya. Kau memiliki rasa terhadap wanita jalang ini, iya kan, Rully?!”
Rully tidak berani menjawab perkataan sang king. Dia lebih memilih diam demi menjaga emosi Albern, sementara Harnum yang mendengar ucapan Albern tersebut merasa terkejut karena ternyata Albern mengetahui isi hati Rully terhadapnya.
“Selama ini kau selalu berusaha untuk menolong wanita sialan ini. Aku tahu semua apa yang kau lakukan di saat aku sedang berada di luar negeri. Aku sudah lama mencurigai kalian, tetapi aku belum memiliki bukti kuat.” Albern meninju tembok di sampingnya.
“Kau tentu sangat terkejut, bukan karena aku yang mengatakan padamu akan pergi selama dua bulan ke Dubai, tetapi ternyata hanya satu minggu saja. Itu hanya merupakan rencanaku untuk menjebakmu dan wanita sialan ini!”
“Sekarang … terimalah kematianmu! Kau akan menyusul laki-laki keparat yang telah kau makamkan di sini, dan mayatmu bisa di makamkan di samping makam laki-laki sialan itu!”
Tiba-tiba tangan Albern langsung merogoh pinggang dan langsung mengeluarkan pistol andalannya. Harnum yang melihat itu membelalakkan mata, sementara Rully sudah pasrah karena sebelumnya dia sudah mengatakan pada Harnum jika seandainya kejadian ini terjadi, ini memang sudah merupakan takdir hidupnya.
Albern menodongkan pistolnya ke arah Rully. Jari tangannya sudah siap untuk menarik pelatuk pistol tersebut. Namun, sebelum dia melakukan itu Harnum sudah berlari dan menghadang tubuh Rully.
“Tidak! Tolong jangan kau bunuh Tuan Rully. Aku mohon jangan lakukan itu karena dia tidak bersalah. Aku lah yang bersalah karena selama ini akulah yang telah memaksanya untuk mengantarkanku ke makam suamiku.” Harnum berucap dengan bercucuran air mata.
“Nona Harnum, biarkan saja, aku sudah pasrah. Sebelumnya aku sudah mengatakan kepadamu jika kejadian ini terjadi pada diriku, maka aku akan pasrah menerimanya karena ini sudah merupakan takdirku.”
“Tidak, Tuan Rully. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi karena kau terlibat masalah ini karena diriku. Tuan Al, aku mohon jangan bunuh Tuan Rully, lebih baik kau bunuh saja aku.” Harnum merentangkan kedua tangannya dengan memejamkan mata.
Sementara Albern yang melihat itu emosinya semakin membuncah dan memuncak karena dia melihat bagaimana Harnum membela Rully, dia sampai rela berkorban nyawa untuk menyelamatkan nyawa Rully. Tanpa terasa bola-bola kristal itu menetes dari mata elang Albern. Napasnya sudah semakin tidak beraturan. Emosinya sudah tidak tertahankan dan sudah tidak terkendali lagi.
Akhirnya Albern menembak ke sembarang arah untuk melampiaskan emosinya. Harnum yang mendengar suara ledakan pistol itu semakin mempererat pejaman matanya, tetapi sudah beberapa lama dia tidak merasakan apa-apa. Perlahan Harnum membuka mata dan ternyata Albern tidak membunuhnya, tetapi dia sedang melampiaskan emosinya dengan cara menembak ke sembarang arah.
Di ruangan itu terdapat kaca yang menempel di dinding. Albern langsung meninju kaca itu secara bertubi-tubi, hingga buku-buku jarinya terluka parah, dan pecahan kaca itu menempel di buku-buku jarinya. Harnum tidak kuasa melihat itu, lalu ia berlari ke arah Albern.
“Tuan Al, tolong hentikan. Jangan kau melampiaskan emosimu dengan menyiksa dirimu sendiri. Lebih baik kau bunuh saja aku. Akulah penyebab semua ini terjadi.” Suara Harnum bergetar.
Akan tetapi, Albern tetap meninju kaca itu secara membabi-buta, dia tidak menghiraukan ucapan Harnum. Karena Albern tidak mau berhenti akhirnya Harnum memeluk tubuh Albern dari depan. Harnum sudah tidak memikirkan harga dirinya lagi, yang terpenting baginya Albern menghentikan tindakannya tersebut dan membunuhnya saja. Albern masih berusaha untuk meninju kaca itu, tapi pelukan Harnum semakin erat.
“Lepaskan pelukanmu itu, wanita sialan!”