Oleh: PennaYellow
Rumah Bu Santi berada di kampung sebelah, dan memang tidak terlalu jauh, sehingga aku dan Mbak Ratih hanya berjalan kaki untuk menuju ke rumahnya.
“Assalamualaikum,” ucap Mbak Ratih di depan rumah Bu Santi.
“Walaikumsalam,” jawab Bu Santi dari dalam.
“Eh, Ratih sama Mira,” ucapnya dengan ramah.
“Bu,”
Mbak Ratih dan aku menyelami tangan Bu Santi.
“Ayo, masuk, masuk,” ajak Bu Santi.
Aku dan Mbak Ratih masuk ke dalam rumah Bu Santi. Rumah yang cukup luas, ada bebarapa tanaman hias yang terpajang, Bu Santi memang di kenal apik dan bersih serta sangat menyukai tanaman.
“Duduk dulu, ini ada minuman. Di minum yah, kalo di sini jangan sungkan-sungkan,” ujar Bu Santi.
“Iya, Bu,” balas Mbak Ratih seraya tersenyum.
Mbak Ratih terlihat sangat terpukau dengan suasana rumah Bu Santi.
“Assalamualaikum,” terdengar suara seorang wanita dari luar.
“Walaikumsalam,” jawabku dan Mbak Ratih.
Wanita paruh baya dengan usia yang tidak jauh dengan Bu Santi.
“Eh, sudah ada yang dateng rupanya. Bu Santinya ada?” tanya wanita itu.
“Ada Bu, di dalem,” jawab Mbak Ratih.
“Kalo gitu, saya ke dalem dulu yah,” ujar wanita itu.
“Mbak, itu temennya Bu Santi?” bisikku.
“Kayaknya. Mbak juga ga tau,” balas Mbak Ratih.
“Terus kita mau ngapain disini Mbak? Ini kan acaranya Bu Santi sama temen-temennya,” lirihku.
“Udah lah Mir, kita kan juga diundang,” cetus Mbak Ratih.
“Ehh, Bu Neneng…!” terdengar suara Bu Santi menyambut temannya yang baru datang itu.
“Kebetulan tadi dianterin kesini, makanya cepet nyampenya. Yang lain udah pada dimana?” tanya wanita bernama Neneng itu.
“Masih di jalan kayaknya, mungkin macet, namanya juga hari libur,” jawab Bu Santi sambil berjalan ke arahku dan Mbak Ratih.
“Assalamualaikum,” ucap seorang perempuan lagi.
“Walaiakumsalam,” jawab Bu Santi sambil berjalan menghampiri.
“Ehh, udah pada dateng rupanya. Ayok masuk, masuk, Masuk,” ajak Bu Santi.
Beberapa Ibu-ibu masuk ke rumah Bu Santi.
“Duduk dulu, duduk dulu. Istirahat dulu, minum dulu, pasti haus kan?” seru Bu Santi.
“Bu, ini siapa? Keponakan?” tanya salah satu dari mereka mengarah kepadaku dan Mbak Ratih.
“Oh iya, ini anak temen saya. Ya, saya sudah anggap mereka seperti keponakan saya sendiri. Kebetulan lagi pada main ke sini,” jawab Bu Santi.
Aku dan Mbak Ratih tersenyum pada mereka.
“Assalamualaikum,” lagi-lagi suara perempuan di depan pintu rumah Bu Santi.
“Walaikumsalam,” jawab Bu Santi menghampiri.
“Bu Narsih… akhirnya dateng juga. Ayo masuk, masuk” ajak Bu Santi setelah memeluk tamunya yang baru saja tiba itu.
Belum sampai setengah jam rasanya aku sudah tidak betah di rumah Bu Santi.
“Bu Narsih, gimana kabarnya? Udah lama yah kita ga ketemu,” para lbu itu menghampiri Bu Narsih. Dengan hangatnya mereka saling merangkul.
Bu Narsih yang dikenal sukses karena gelar ASNnya tak lepas dari cara pakaiannya yang terlihat mewah dan glamour. Para ibu itu pun memuji pakaian Bu Narsih, tak kecuali Mbak Ratih yang terlihat takjub melihat penampilan Bu Narsih. Mbak Ratih melihat Bu Narsih dari bawah kaki hingga ke atas kepalanya. Bukan hanya pakaiannya saja yang terlihat mewah dan mahal, namun perhiasan yang dipakai dan dipajang dibadan Bu Narsih pun menyita perhatian orang.
“Ayo sini, kita ngobrol-ngobrol,” ajak salah satu dari mereka.
“Ehh, ada… ini Ratih yah?” tanya Bu Narsih mengarah kepadaku dan Mbak Ratih. Wanita itu sepertinya sudah mengenal Mbak Ratih.
“Iya Bu,” jawab Mbak Ratih lalu menyelaminya, aku pun ikut mencium tangan Bu Narsih.
“Eh iya, ini Rama, anak Ibu,” tuturnya.
Mbak Ratih tersenyum sapa pada Rama.
“Mira, gimana kabarnya?” tanyanya padaku.
“Alhamdulilah, Mira sehat Bu,” jawabku.
“Alhamdulilah,” ucapnya.
“Ayo duduk, duduk dulu. Kita santai dulu aja yah sambil ngemil-ngemil,” ajak Bu Santi.
Bu Santi memang menyediakan banyak cemilan di acaranya.
“Ram, coba deh ajak Mira ke samping. Biar ngobrolnya enak, kalo di sini kan rame,” pinta Bu Santi.
Rama seperti tersenyum malu kepadaku, lalu Mbak Ratih menyenggol lenganku seakan memberi isyarat agar aku mengikuti saran Bu Santi.
Aku pun terpaksa menurutinya, pergi ke samping rumah Bu Santi lalu duduk bersama Rama. Saat itu pandanganku dan Rama sama-sama menatap ke depan melihat koleksi bunga-bunga Bu Santi yang sengaja terpajang disana.
“Kamu.. kayaknya beda yah,” ujar Rama.
“Beda? Beda gimana?” tanyaku.
“Ya beda, keliatan lebih cerah. Kamu di make up yah?” tanyanya lagi.
“Oh, iya. Tadi, Rena yang dandanin saya,” jawabku.
“Rena? Oh, kirain dandan sendiri,” ujarnya.
“Oh iya, kamu emang suka banget yah pake baju gamisan kayak gini yah?” sambung Rama.
“Iya. Kalo keluar saya emang biasa pake baju gamis kayak gini,”
Rama terlihat mengulum bibirnya seraya sedikit menunduk.
“Kamu suka nonton?” tanyanya lagi.
“Nonton apa?” tanyaku.
“Ya nonton bioskop,” balasnya.
“Oh, engga, ga begitu suka. Kalo nonton.. saya lebih suka nonton drama korea di HP, itu juga jarang-jarang sih, kalo lagi pengen aja,” jawabku.
“Emm, terus kalo maen, sukanya ke mana?” lanjutnya.
“Ga begitu suka main juga. Soalnya kalo keluar paling diajak sama temen, itu juga paling makan aja di cafe sekalian ngumpul. Kalo main keluar gitu, kalo lagi sama-sama ambil cuti,”
“Oh, jadi kamu jarang dong main keluar? Kayak ke puncak gitu?”
Aku sedikit mengeryit.
“Ke puncak? Kalo ke puncak biasanya sama kantor, itu pun kalo lagi ada acara di sana,”
“Ooh, kenapa kamu ga pergi sama temen-temen kamu aja? Ya kayak healing gitu, emang kamu ga jenuh yah, kerja terus tapi jarang main?” tanyanya.
“Ya kalo jenuh sih ada aja namanya juga kerja, cuma emang ga begitu suka aja kalo main-main gitu, lebih suka di rumah baca buku,” jawabku.
“Baca buku?” tanyanya mengeryit.
“Iya baca buku, kalo lagi jenuh paling baca novel atau nonton drakor di Hp,” jawabku.
“Berarti kamu ga tau dunia luar dong? Kamu kan jarang main,” sahutnya
Aku mengeryitkan dahiku lagi.
“Maksudnya dunia luar?” tanyaku.
“Ya apa aja, misalnya lagi ada trend apa gitu yang lagi rame. Terus pergi ke tempat-tempat hangout yang lagi viral. Bukannya biasanya gitu yah kalo anak muda?” tanya Rama.
“Oh. Kebetulan saya dan temen-temen saya ga main kayak gitu, kita ga suka ikut-ikutan trend yang lagi rame kayak gitu. Kalo pergi keluar, ya kalo kita lagi sama-sama cuti bareng, jadi memang ga sering,” jawabku.
“Ya berarti, intinya kamu kebanyakan di rumah. Kalo saran aku sih, mending kamu banyak main keluar kalo lagi libur. Ya sekalian refreshing aja, biar ga jenuh,” saran Rama.
Aku tersenyum menunduk.
“Iya. Tapi.. saya emang lebih suka di rumah, baca buku atau baca novel,” balasku.
“Ya itu mungkin karena kamu belum terbiasa aja main keluar, jadi kamu lebih suka di rumah. Tapi maksud aku coba deh, kamu main pas lagi libur kerja. Kalo bisa seminggu sekali buat refreshing, jadi pas kamu masuk kerja lagi, jadi seger,” sarannya lagi.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum.
“Oh iya. Kamu, ke sini di undang sama tante Santi kan?” tanyanya.
“Iya, Bu Santi emang ngundang aku datang kes sini,” jawabku.
Rama terlihat hanya memanggut.
Aku diam dan menunduk, selama mengobrol dengan Rama aku tidak bertanya apa pun tentangnya apalagi tentang kehidupan pribadinya. Dari bicaranya saja, sepertinya Rama memang lebih menginginkan dan menyukai perempuan gaul yang sering pergi main, daripada perempuan yang hanya diam di rumah sepertiku. Setelah ini mungkin ia juga akan memandangku sebagai perempuan kaku dan kuno ditambah lagi aku juga tidak menanyakan apapun soal dia.