Oleh: Lil Seven
“Kau tahu? Menunggu seharian di sini pun akan percuma, pria tua itu sedang menghukum kita karena datang sangat terlambat, jadi … saranku, kita langsung pergi saja,” bisik Darren di sebelah telinga Melissa sebelum wanita itu membuat keputusan.
“Sungguh?”
Melissa benar-benar tak tahu jika kakek Darren yang merupakan konglomerat ternama itu, ternyata mempunyai sisi lain seperti ini.
Darren mengendikkan bahu sebelum kemudian mengangguk dengan bibir mencibir.
“Aku sangat hafal dengan tingkahnya ini.”
“Hmmm, berarti kita datang lagi besok, atau bagaimana?”
Melissa bertanya sambil memandang sekeliling.
Rumah ini benar-benar mewah, Melissa sampai berpikir kalau dia tidak berada di dunia nyata.
Pikirannya tersebut membuat senyum melengkung di bibir, bukankah ini memang bukan dunia nyata? Dia sedang berada di dunia novel, jadi kenapa dia berpikir terlalu dalam?
“Tidak, kita tidak bisa datang seenaknya tanpa panggilan darinya atau akan mengalami hal ini lagi, kita hanya bisa menunggu sampai pria tua itu mood memanggil kita lagi.”
Atas jawaban dari Darren tersebut, Melissa akhirnya ikut mengendikkan bahu dan menatap Darren dengan anggukan.
“Baiklah, kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit untuk menjenguk ibu.”
“Ayo. Ibumu pasti suka kau datang ke sana.”
Kata-kata Darren tersebut sedikit menohok Melissa, selama satu minggu lebih dia belum sama sekali ke rumah sakit untuk menjenguk ibu dari Alice tersebut.
Dia terus mengulur waktu karena belum siap mental dan takut kalau-kalau ibu Alice akan mengenali bahwa dia bukanlah putrinya yang asli.
Pikiran seperti itu membuat Melissa ketakutan sehingga terus mengulur waktu.
Namun, hari ini sepertinya dia harus menjenguk ibunya tersebut, ibu Alice bilang dalam pesan teks yang dia kirim ke nomor Alice, kalau dia rindu, sehingga Melissa tak bisa mengabaikannya lagi.
Kini baik Melissa dan Darren sudah di dalam mobil di perjalanan menuju rumah sakit tempat ibu Alice dirawat, kabarnya, Darren ini rajin mengunjungi wanita berumur setengah abad tersebut dan sangat memperhatikan kesehatannya.
Melissa tahu, bahwa sebenarnya pria ini adalah orang yang baik, bagaimana pun juga meski ini hanya pernikahan kontrak tapi dia tetap menjalankan tugasnya sebagai menantu dan suami yang baik.
Meski Melissa tak tahu, kebaikan yang dia lakukan ini hanya agar mata-mata kakek dan keluarganya percaya bahwa dia sungguh-sungguh dalam pernikahan, atau benar dari dalam hatinya.
Begitu mereka sampai di rumah sakit, ketika keduanya berjalan dalam lorong menuju kamar sang ibu, Darren tiba-tiba mendapat telepon dari kakeknya, sekilas Melissa mendengar kalau kakek suaminya tersebut sedang marah-marah dan mengomeli Darren.
Darren memberi isyarat dengan kibasan tangan agar Melissa berangkat lebih dulu menemui ibunya sementara nanti Darren akan menyusul.
Melissa menganggukkan kepalanya dan berjalan lebih dulu menuju kamar sang ibu, sementara Darren duduk di salah satu bangku di depan kamar rumah sakit dan mendengarkan omelan sang kakek lewat sambungan telepon dengan ekspresi bosan.
Melissa kini sudah sampai di depan kamar ibu Alice, ketika hendak membuka pintu, pintu ternyata dibuka seseorang dari dalam, spontan Melissa pun mundur untuk memberi jalan kepada orang yang hendak keluar tersebut.
“Alice?”
Melissa terbengong-bengong saat Bastian, yang merupakan adik dari Darren, menyapa Melissa seperti mereka sangat akrab.
Lalu, kenapa juga dia dari kamar ibunya? Apakah tuduhan Darren tempo hari itu benar, bahwa sebelum mereka menikah, sebenarnya Alice ada hubungan dengan Bastian?
Bastian yang menatap ekspresi bingung di wajah Alice, tersenyum sumbang.
Kesedihan terpancar jelas di kedua matanya.
“Sudah melupakan aku, eh?”
Dia bertanya dengan suara sendu, membuat Melissa yang tak tahu apa pun, semakin kebingungan.
Dalam novel tak ada alur seperti ini! Mana tahu dia apa hubungan antara Alice dan Bastian sebelum ini?
“Kau ternyata tak pernah percaya aku, ya? Sudah kubilang untuk menunggu sebentar, tapi malah menikah dengan kakakku demi operasi ibumu, kalau yang kau butuhkan uang, seharusnya sejak awal bilang padaku.”
Bastian berbicara panjang lebar, sementara itu Melissa semakin kebingungan karena tak tahu apa yang dia maksudkan.
“Terserahlah. Tapi, asal kau tahu, Alice. Perasaanku padamu belum berubah.”
Setelah mengatakan hal itu, tanpa aba-aba, Bastian menarik tangan Melissa dan merengkuhnya dalam pelukan.
Harum dari parfum pria yang merupakan idol yang kini sukses menjadi aktor tersebut, menyusup ke indra penciuman Melissa.
Melissa sama sekali tak punya perasaan kepada pria ini, tapi anehnya tubuh Alice merespons dengan sangat baik, seakan mereka sudah terbiasa melakukan pelukan ini.
Bastian yang tahu tak mendapat perlawanan dari Alice, di mana Melissa yang kini sedang menghuni tubuhnya dan tak tahu harus berbuat apa, menempelkan bibirnya di pipi mulus Melissa.
“Aku rindu kamu.”
Bastian mengatakan hal itu, bibirnya yang tadi menempel di pipi Melissa, bergerak menuju bibirnya.
“Berengsek!”
Entah datang dari mana, Darren tahu-tahu sudah ada di dekat mereka.
Kemarahan menyala-nyala di matanya, dia menarik tubuh Melissa lepas dari pelukan Bastian dan menatap Bastian dengan kemarahan membara.
“Apa yang kau lakukan pada istriku?!”
Pria jangkung itu meraung marah, sementara Bastian hanya mengendikkan bahu.
“Istrimu? Percaya diri sekali kau mengatakan itu, Kak. Dia kan pacarku yang kau rebut dengan cara licik,” jawab Bastian dengan enteng.
Darren melirik ke arah Melissa dengan ekspresi panik, sebelum kemudian menatap ke arah adiknya yang menyilangkan kedua tangan di dada.
“Aku tak ingin berdebat masalah ini di depan Alice. Sekarang, pergi dari hadapanku!”
“Kenapa? Kau takut Alice tahu kebenarannya?” balas Bastian dengan ekspresi mencemooh.
Darren tak bisa menjawab apa yang dikatakan adiknya tersebut, lalu menarik tangan Melissa dan membawanya pergi menjauh dari Bastian.
“Kunjungannya kita batalkan!” seru Darren, berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit sambil menarik tangan Melissa sampai dia berjalan terseok-seok mengikuti langkah Darren.
Langkah Darren begitu cepat saat menyeret Melissa ke parkiran, membuat wanita itu sedikit berlari-lari kecil agar bisa menjajari langkahnya, bahkan hampir sedikit terjungkal.
Melissa tahu saat ini Darren benar-benar marah, dia juga menyesal kenapa tadi tidak berontak saat dipeluk dan dicium Bastian sehingga membuat Darren jadi semarah ini.
“Diam di sini, Alice!” perintah Darren sambil menutup pintu mobil setelah memasukkan Melissa ke sana.
“Baik, Suamiku.”
Melissa patuh seperti biasa karena tahu menolak hanya mengobarkan amarah pria yang menjadi suaminya tersebut.
Darren pergi ke suatu tempat, mungkin mendatangi Bastian kembali dan meneruskan pembicaraan mereka.
Sementara di dalam mobil, Melissa berusaha mendapatkan ingatan Alice tentang hubungannya dengan Bastian, yang ternyata tak dia ingat sama sekali.
Kenapa Bastian mengatakan bahwa Alice adalah pacarnya?
Hal licik apa yang dilakukan oleh Darren seperti kata Bastian tadi?
Melissa benar-benar dilanda kebingungan dan kebuntuan.
Lama-lama alur novel ini berkembang sangat jauh, membuat dia seperti benar-benar menjadi seorang Alice dan hidup di dunia nyata.
***