Oleh: Lil Seven
Blam.
Darren yang sudah kembali, masuk menutup pintu mobil dengan penuh emosi, duduk di kursi depan kemudi tanpa mengatakan apa pun.
Dia seperti menganggap Melissa yang duduk di sampingnya, seakan-akan tidak ada, itu membuat Melissa tak enak hati.
Dia tahu bahwa dirinya salah karena telah membiarkan laki-laki lain mencium dirinya padahal Melissa sudah menikah, tapi mengucapkan kata maaf di saat seperti ini sepertinya bukan hal yang tepat.
Oleh karena itu, Melissa memilih untuk menutup mulutnya.
Keheningan menyelimuti mereka berdua sementara mobil Darren berjalan mulus di atas aspal.
“Ren, m-maaf.”
Akhirnya, kata-kata itu keluar dari mulut Melissa yang tak tahan saling diam seperti ini dalam satu ruang.
“Diam, Alice,” sergah Darren dengan cepat.
Dia menggeleng-geleng dengan kedua tangan mencengkeram kemudi sampai buku-buku jarinya memutih.
Sepertinya dia saat ini benar-benar sedang diliputi kemarahan yang membara, entah pembicaraan apa yang terjadi antara dirinya dan Bastian, tapi begitu kembali untuk kedua kali, wajahnya yang putih itu merah padam dengan kedua tangan terkepal.
Sepertinya Bastian telah berhasil mengobarkan kemarahan kakak angkatnya tersebut.
Melissa menyesal kenapa tadi hal itu sampai terjadi dan berakhir seperti ini.
“Suamiku, aku minta maaf,” ucap Melissa, sedikit merengek.
“Kubilang jangan bicara padaku!”
Jantung Melissa seperti melompat dari tempatnya mendengar Darren yang untuk pertama kalinya membentak Melissa semenjak gadis itu tinggal di dunia ini.
Meski Darren bilang ini hanya pernikahan sandiwara tapi dia tak pernah sekalipun berbuat buruk kepada Melissa dan menjaga perasaannya, jadi saat dibentak seperti ini, Melissa merasa gemetaran.
Melissa menggigit bibir bawah dan mengangguk sebagai tanda mengerti, sementara itu Darren memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk melampiaskan kemarahannya.
Melissa hanya bisa mengepalkan tangannya dengan erat untuk mengusir rasa takut akibat mobil yang berjalan dengan kecepatan tinggi.
Dia baru tahu bahwa saat sedang marah, pria ini sangat menakutkan, Melissa kini paham akan satu hal.
Dia … benar-benar tak suka miliknya disentuh orang lain, meski kejadian tadi bukanlah sebuah kesengajaan, tapi Melissa mencatat baik-baik hal itu agar tak mengulanginya lagi.
Tiba-tiba mobil yang mereka naiki menepi dan mengerem mendadak. Kepala Melissa bahkan hampir menyentuh dashboard mobil karena ulah aneh dari suaminya tersebut.
“Suamiku, apa … apa yang terjadi? Kenapa kamu—”
Melissa menutup rapat kembali bibirnya dan tak melanjutkan ucapan, ketika melihat tatapan Darren yang menajam, seolah mampu mengulitinya hidup-hidup sekarang.
Melissa pun mengarahkan pandangan keluar jendela kaca mobil yang entah mengapa membuat pacuan jantung berdegup tak menentu.
Tiba-tiba kendaraan yang mereka tengah tumpangi sedikit bergerak, spontan Melissa menoleh dan betapa terkejutnya saat kini tubuh kekar itu sudah sangat dekat dengannya, dan mencondongkan wajahnya mendekat ke arah wajah Melissa.
Sampai seperkian detik, Melissa tak berani bicara dan menahan napas saat wajah tampan suaminya itu kian mendekat hingga hanya bersisa jarak kurang dari lima senti meter dari wajahnya.
Bahkan, keduanya kini saling merasakan embusan napas masing-masing saking dekatnya.
Melissa masih menahan napas, matanya menatap ke arah Darren yang terus memandangi dirinya dengan alis bertaut.
Lalu, mendadak Darren menempelkan bibirnya pada bibir Melissa, melumat bibir wanita itu dengan kasar dan kasar.
Melissa yang kaget dengan serangan tiba-tiba dari Darren tersebut hanya bisa membelalakkan matanya dan menatap Darren dengan ekspresi terkejut.
Darren tampak tak peduli, dia menarik wajah Melissa mendekat dan kembali menciuminya dengan sangat kasar.
“Ini hukumanmu, Alice!” desahnya dengan wajah marah, kembali melayangkan ciuman, dengan tangan memegang rahang Melissa sehingga mulutnya pun sedikit terbuka.
“Hmph!”
Darren memasukkan lidahnya ke mulut Melissa dan menjelajah di sana, ciuman itu basah, panas dan menggelora.
Namun, Darren sepertinya belum puas melampiaskan kemarahan yang menggumpal di dada.
Dia bahkan dengan kejam mengigit bibir bawah Melissa sampai tak sadar kubuka mulut yang membuatnya melesakan lidah serta mengabsen setiap inci di dalam sana.
Sapuan lidahnya yang hangat di dalam mulut membuat Melissa anehnya ikut terbakar oleh gairah, padahal dia sedang dihukum saat ini.
Namun, anehnya dia merasa bersemangat dengan hukuman dari suaminya tersebut.
Tak cukup sampai di situ, tangan kekar darrren kini sudah menelusup di balik dress merah muda yang dipakai Melissa hingga menampilkan dalaman senada yang tengah dia kenakan.
Bulu kuduk Melissa kian meremang saat elusannya tersebut mulai naik serta menangkup satu tonjolan di bagian atas tubuh Melissa yang sudah sangat menegang.
Ia remas serta pilin puncaknya sampai satu erangan tertahan keluar dari mulut Melissa yang masih didominasi oleu bibirnya.
“Aku harus membersihkan dirimu dari sentuhan pria berengsek tadi, Alice!” gertaknya penuh kemarahan.
Dia seperti sungguh-sungguh saat mengatakan hal itu karena kini ujung jarinya mengusap pipi Melissa berkali-kali seakan-akan benar ingin menghilangkan bekas Bastian dari sana.
“Suamiku, tadi itu hanya kesalahpahaman, aku sungguh tidak menyangka kalau Bastian akan melakukan hal itu, jadi—”
“Aku tidak peduli. Kejadian tadi benar-benar membuat aku marah, Alice! Sangat marah!” sergah Darren, tak mau mendengarkan penjelasan istrinya.
Seperti orang kesetanan, dia bahkan tak pernah membiarkan Melissa istirahat sejenak untuk menghirup udara. Bibirnya terus mengeksploitasi bibir Melissa, seakan tak punya rasa puas.
Sungguh, pasokan oksigen Melissa rasanya hampir habis sampai dia harus menahan dada Darren agar berhenti menyerang dirinya dan memberi jeda untuk bernapas dengan benar.
Untunglah Darren menurut dan melepaskan bibirnya.
Melissa menarik napas panjang dan menghirup oksigen banyak-banyak, setelah dia terlihat tenang, Darren kembali menyerang.
“Darren!”
“Jangan paksa aku berhenti, Alice!”
Pria itu menghela napas panjang dan sedikit menurunkan dagunya untuk memaksa Melissa membuka mulut, lalu dia pun melesakkan lidahnya ke dalam, bermain-main di sana.
“Aku akan benar-benar membersihkan semuanya, Alice. Semua bekasnya!”
Telapak tangan Darrren yang terasa panas menembus rambut Melissa dan menggenggam bagian belakang kepalanya agar terus mendongak menatap pria yang sedang marah tersebut.
Lidahnya menyapu gigi-gigi Melissa dan dengan marah mengusapnya, kedua alisnya bersatu menandakan betapa kesalnya dia saat ini.
Melissa kembali kehabisan napas, mendorong pelan dadanya menjauh agar bisa bernapas lagi dan Darren menaruh giginya di bibir Melissa.
“Awww, Darren!”
“Lain kali, tak ada lagi adegan ciuman dengan siapa pun. Tak ada lagi, Alice!” titah pria tersebut.
“O-oke, Sayang. Oke.”
Melissa mengangguk, mengangkat tangan sebagai tanda menyerah.
Darren, yang mulai reda kemarahannya, kembali ke duduk di belakang kemudi dan menyugar rambut cokelatnya ke belakang lalu mulai menjalankan kembali laju mobil.
“Kita selesaikan sampai tuntas di rumah,” desisnya yang membuat jantung Melissa yang sudah agak tenang, kembali terpacu.
“Aku akan menjilati semua bagian tubuhmu dari atas sampai bawah agar tak tersisa lagi sentuhan pria berengsek itu, Alice. Pembalasan ini akan membuat dirimu mungkin tidak akan berjalan dengan benar besok!”
“K-kamu salah paham.”
Melissa memberanikan diri angkat bicara, melirik ke arah Darren dengan takut-takut, sementara itu Darren balas melirik ke arahnya dengan bibir terkatup.
Sepertinya, kemarahan pria yang sedang mengemudi mobil di samping Melissa tersebut belum reda.
“Apa kau masih ingin membahas hal itu dan menyulut kemarahanku lagi, Alice?!” Sergahnya dengan ekspresi masam.
Hal itu membuat Melissa hanya bisa mengatupkan mulutnya rapat-rapat.
“Bukan begitu, Sayang,” ucap Melissa, dengan tatapan putus asa.
“Apa yang kau lihat tadi, tidak seperti yang kau duga. Aku … aku akui kalau aku salah dan membiarkan Bastian mencium diriku adalah sebuah kesalahan yang tak bisa dimaafkan, tapi … tapi tolong jangan berpikir bahwa aku tak menghargai pernikahan ini. Tadi kejadiannya sangat tiba-tiba dan aku sangat terkejut sampai tak sempat mengelak.”
Melissa, dengan tergagap-gagap memberi penjelasan panjang lebar kepada suaminya tersebut.
Dia juga heran dari mana mendapat keberanian seperti itu, tapi dia benar-benar merasa bahwa kesalahpahaman ini tak boleh berlarut-larut.
Darren, tak mengeluarkan sepatah kata pun, dia hanya menghela napas panjang.
Memijat pelipisnya dengan ujung jari.
“Kamu … kamu tidak marah, ‘kan? Tolong jangan marah,” ucap Melissa dengan sedikit merengek.
Dia benar-benar takut jika Darren marah dan meninggalkan dirinya.
Di dunia ini, hanya Darren yang dia kenal dan menjadi pegangannya.
Jika Darren mengusir Melissa dari rumahnya, Melissa tak tahu harus ke mana dan berbuat apa.
“Tolong maafkan aku, Sayang.”
Setitik air mata, jatuh ke pipi mulus Melissa.
Dia memeluk tubuhnya sendiri dan menangis diam-diam karena begitu takut diusir keluar oleh Darren dari rumahnya.
Derrick melirik Melissa dengan tatapan tajam, lalu secara tiba-tiba kembali menghentikan mobilnya dan menatap sinis ke arah Melissa.
Melissa balas memandang dengan mata berkaca-kaca, buru-buru mengusap air mata di pipinya karena takut semakin menyulut kemarahan suaminya tersebut jika dia melihat Melissa menangis.
“A-apakah kau akan menurunkan aku di sini, Sayang?”
Melissa bertanya dengan ketakutan.
Kini mereka berada di tepi jalan sebuah jalan tol, kiri kanan jalan sejauh mata memandang hanya ada tanah kosong yang ditumbuhi rumput liar setinggi kaki.
Melissa gemetar ketakutan.
“T-tolong jangan lakukan itu, Ren. Aku minta maaf, aku janji tak akan mengulangi lagi! Sungguh!” pekik Melissa ketakutan.
Dia meraih lengan Darren dan mengguncangnya pelan dengan tatapan memohon.
“Darren, aku mohon … aku mohon jangan lakukan hal itu…”
Melissa tak tahu ini daerah mana, jika Darren menurunkan dirinya di sini, maka riwayatnya akan tamat.
Bagaimana … bagaimana kalau ada binatang buas atau orang-orang jahat yang membegal dirinya dan mengambil nyawa Melissa?
Membayangkan hal itu, air mata Melissa menganak sungai.
Darren tak menjawab apa pun, ekspresi wajahnya kaku, melepas cengkeraman Melissa di lengannya, lalu mengulurkan tangan ke arah Melissa dan ….
Sraaakk!!
Pria itu merobek dress yang dipakai oleh hingga menampakkan bralette warna merah di balik dress tersebut.
Dia tersenyum jahat, merobek dress tersebut sampai bawah, menarik kasar kain yang tadi melekat di tubuh Melissa, lalu membuangnya ke luar jendela dengan kasar.
“S-sayang! Apa yang kau lakukan ini?!” tanya Melissa, dengan kedua tangan menutupi tubuhnya yang kini hanya terbalut bralette dan celana dalam.
Wajahnya merah padam karena rasa malu yang luar biasa.