Oleh: Yuan_bee
Ada hal aneh yang saat itu terjadi padanya, yaitu pada meja kamarnya ada teh yang masih hangat.
Dia pun heran, siapa yang membuatkan teh untuknya pagi itu? Dan kenapa teh itu masih hangat?
“Tidak ada yang lain lagi, selain hantu wanita itu yang membuatkan teh untukku. Kalaupun dia benar-benar manusia, dia adalah istri yang terbaik yang aku miliki. Namun, dia adalah hantu, aku masih bimbang dengan dirinya tentang tujuan dia selalu berada di dekatku? Aku tidak mau kalau dia tiba-tiba membunuhku, meskipun aku sebenarnya menyukainya,” ucap Revan bermonolog.
Ponsel Revan berbunyi, ada pesan masuk yang rupanya dari Eko. Segera dia membuka pesan itu.
“Revan, di sini aku sudah mendapatkan beberapa informasi yang tadinya membuatku penasaran. Aku akan ceritakan padamu nanti setelah pulang dari tempat ini. Sekarang aku mau mencari jasad seorang wanita yang katanya hilang di daerah sini,” pesan dari Eko yang dibaca Revan.
“Jasad wanita apa?” tanya Revan lewat pesan.
“Entahlah, ada seorang pria dari kota yang mengaku kalau dia adalah tunangannya yang dibunuh oleh penjahat, lalu jasadnya dibuang,” jawab Eko lewat pesan.
Di saat hari Minggu tiba, di mana kegiatan perkuliahan libur, Revan memutuskan untuk cuci mata, dia pergi ke taman kota untuk berjalan-jalan. Tujuannya untuk menyegarkan pikiran setelah penat menjalani aktivitas perkuliahannya.
Di sana cukup ramai, banyak anak kecil, remaja dan orang dewasa yang sedang bermain maupun bersantai mengisi waktu liburannya.
Tiba-tiba, Revan melihat dua orang yang memakai jaket kulit. Perlahan, orang itu melangkah mendekati Revan yang sedang duduk bersantai menikmati es cupnya. Kedua pria itu sedang asyik mengobrol sesuatu yang penting.
‘Siapa kedua orang itu ya? Panas-panas begini kok memakai jaket?’ gumam Revan dalam hati.
Saat kedua pria itu berada di depan Revan, mata Revan terbelalak kaget setelah melihat lambang bunga mawar biru pada dada kirinya.
‘Mereka berdua mungkin anggota organisasi yang dimaksud Putri,’ gumam Revan dalam hati.
Karena terlalu fokus memperhatikan kedua pria itu, minuman cupnya pun terjatuh. Dengan segera, dia membuang cup itu ke tempat sampah, lalu mengikuti kedua pria itu.
Revan yang penasaran pun memberanikan dirinya, dengan langkah mengendap-endap dan terus menjaga jarak dari kedua pria itu, Revan pun mengikutinya.
Hingga sampai suatu tempat, Revan melihat kedua pria itu sedang melakukan transaksi.
Salah satu dari kedua pria tadi sedang bernegosiasi dengan seseorang. Lantas ke mana pria yang satunya? Dia tidak melihat pria yang satunya pergi ke mana. Namun, Revan tak menghiraukan hal itu dan terus melihat keduanya bertransaksi. Dia penasaran, sebenarnya barang apa yang dia jual, hingga harus sembunyi-sembunyi seperti itu?
Dia pun mencoba melihatnya lebih dekat. Barangkali adalah barang yang terlarang, atau senjata yang mematikan.
Setelah dia maju beberapa langkah, tiba-tiba saja ada yang memukul Revan dari belakang. Pukulan itu membuatnya tersungkur. Revan pun mengerang kesakitan.
“Rupanya ada mata-mata di sini!”
Revan tidak berdaya setelah menerima pukulan yang sangat keras. Dia hanya diam sambil meringis kesakitan.
“Kamu kenal dia?” tanya Reyhan, dia adalah orang yang baru saja selesai melakukan transaksi kepada pembelinya.
Pembeli itu pun pergi dengan mengendarai mobil berwarna hitam. Sepertinya dia tidak ingin barang yang dibelinya tadi ketahuan oleh orang lain.
“Tomy, ayo hajar pemuda itu! “ seru Reyhan mendekati Revan sambil mengepalkan tangannya.
Revan pun bangkit dan melarikan diri sambil memegangi punggungnya yang sakit akibat pukulan tadi.
Rasa sakit itu dirasakan sampai ke seluruh tubuhnya, membuat Revan kesulitan berlari. Dengan begitu, kedua pria itu mudah dalam menangkap Revan, sehingga membuatnya terkepung.
“Biarkan aku pergi! Aku tidak bermaksud memata-matai kalian berdua. Aku hanya tidak sengaja lewat,” dalih Revan berasalan.
Mereka berdua saling memandang. Reyhan menyipitkan matanya, dia merasa ada sesuatu ucapan yang tidak masuk logika.
“Tomy, apa yang dikatakan pemuda itu benar?”
“Bohong! Dia hanya beralasan saja. Dia pasti punya niat untuk mengikutimu!”
“Bukan bang, aku berkata jujur kalau aku hanya numpang lewat saja,” ujar Revan.
“Tidak usah kelamaan, pukul saja dia!” seru Reyhan sambil menarik kerah baju Revan. Pria itu mengepalkan tangannya, kemudian menarik lengannya ke belakang untuk melakukan ancang-ancang agar pukulannya semakin keras.
“Tunggu! Beraninya main keroyokan!” kata seseorang yang melangkah mendekat. Sontak, membuat Reyhan mengurungkan niatnya untuk memukul Revan.
Ternyata, dia adalah seorang wanita yang memakai seragam pelayan restoran. Dengan langkah arogan, dia mendekati kedua penjahat itu.
“Kamu tidak usah ikut campur urusan kami!” bentak Reyhan. Kemudian dia mendorong Revan, lalu menyerang wanita tersebut. Tomy tidak hanya diam, dia pun ikutan menyerangnya. Namun, belum sempat memukulnya, wanita tadi menendang perutnya.
Wanita itu sungguh kuat, dia menghentikan serangan Reyhan hanya dengan satu tangan, lalu tangan satunya mengunci tangan yang lain dan memutarnya. Timbul suatu bunyi persendian Reyhan yang patah. Dia pun mengerang kesakitan.
“Apa kamu ingin bernasib sama dengan temanmu?” tanya wanita itu sambil melirik ke arah Tomy.
“Keparat!” umpat Tomy.
Akan tetapi, serangan Tomy sia-sia saja dan bernasib sama dengan Reyhan yang tangannya berhasil dipatahkan olehnya.
“Pergi kalian! Atau kaki kalian yang akan kupatahkan nanti!” usir wanita itu.
“Jangan! Kami akan pergi!” ucap Tomy.
Reyhan dan Tomy pun pergi, keadaan aman terkendali. Revan yang tadinya dalam situasi yang pelik, kini sudah bernapas lega.
“Kak, terima kasih sudah menyelamatkanku,” ucap Revan kepada wanita yang menolongnya.
Sifat wanita itu sangat dingin, dia tidak menjawab Revan dan langsung meninggalkannya.
Karena penasaran, Revan pun mengikutinya dari belakang, dia ingin tahu kalau wanita itu tinggal di mana? Namun, Revan ketahuan karena tidak sengaja menginjak kaleng.
“Jangan ikuti aku, atau kau akan bernasib sama dengan mereka!” ancamnya.
Revan takut dengan ancaman darinya. Sehingga, dia memutuskan untuk meninggalkannya, lalu kembali ke kamar kontrakan.
Seperti biasa, saat memasuki gang, dia merasa ada yang diikuti lagi. Dia menengok ke belakang, tapi tidak ada orang atau apa pun. Dia teringat pertama kali bertemu Putri Eliza di sana. Dia pikir, akan kembali bertemu dengannya di tempat itu juga.
“Putri, keluarlah! Jangan menakutiku lagi di sini!” ucap Revan yang tidak ada sahutan, “Putri kan hanya bisa keluar saat malam hari, siang terik ini mana mungkin dia muncul.”
“Putri! Putri! Putri! Keluarlah! Kamu jangan jahil dong! Aku kan penakut!” teriaknya.
Ada beberapa orang yang memperhatikan Revan dan menganggap kalau dirinya gila. Revan pun salah tingkah setelah tahu kalau dirinya menjadi pusat perhatian.
“Siang begini kamu teriak-teriak dan mengakui kalau kamu penakut? Sungguh pria lemah!” ucap seseorang yang melangkah mendekati tempat Revan berdiri.
Revan penasaran dengan orang yang bersuara, dia pun melihat, kalau dirinya adalah ….