Oleh: Yuan_bee
Revan penasaran dengan orang yang bersuara, dia pun melihat, rupanya dirinya adalah wanita yang menolongnya saat diserang oleh dua penjahat.
Entah mengapa, wanita yang sifatnya dingin itu berjalan mendekati Revan, tiba-tiba mengunci tangan Revan dengan gerakan dansa.
“Apa-apaan ini?” tanya Revan bingung, kedua tangannya tidak bisa bergerak karena terkunci. Lalu, Revan secara tidak sengaja memeluk wanita itu dari belakang.
Sontak, hal itu menjadi pusat perhatian orang yang tidak jauh dari situ. Mereka menganggap hal itu memalukan, karena dilakukan di tempat umum.
“Dasar pemuda zaman sekarang! Tidak tahu tempat umum saja!” umpat orang itu, “kalau kalian mau bermesraan, jangan di sini! Lihat tuh, banyak anak-anak!”
Wanita yang tadinya punya sifat dingin itu tersenyum karena malu. Lalu, dia mendorong Revan hingga jatuh.
“Aku mengaku, memang diriku penakut dan lemah, terima kasih Nona, sudah menyelamatkanku tadi,” ucap Revan.
“Kamu memanggilku, Nona? Duh, kampungan banget, panggil aku Amira!”
“Baik Amira. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari kedua penjahat itu.”
“Simpan terima kasihmu untuk nanti. Cepat! Antar aku ke kamarmu!” pinta Amira sambil menyeret lengan Revan.
“Ke kamarku? Buat apa?”
“Akan kujelaskan nanti.”
Revan pun bangkit, lalu mengantar Amira menuju kamarnya. Dia sebenarnya gugup, karena belum ada perempuan yang pernah masuk ke kamarnya, kecuali sosok Putri, hantu cantik yang menyukai Revan.
“Mengapa kau menolongku?”
“Emm … tidak ada apa-apa, nama kamu siapa?”
“Aku Revan,” jawabnya.
Revan membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan dia untuk masuk. Dia pun memeriksa semua barang-barang miliknya. Sementara itu, Revan yang tidak berani masuk ke kamarnya memilih berdiri di depan pintu, karena tidak enak hati dengan orang yang tinggal di kamar sebelah.
“Heh! Kenapa kamu di luar saja? Sini ikut masuk! Akan ada pertanyaan yang aku ajukan untukmu nanti!” suruh Amira.
“I-I-Iya. Baiklah, aku ikut masuk.”
“Pintunya ditutup!”
“Ditutup? Kau mau apa?”
Amira hanya terdiam, dia membuka laci Revan untuk mencari sesuatu. Namun, sepertinya barang yang dia cari tidak dia temukan.
“Mengapa kau masuk ke kamarku? Lalu, apa yang sedang kau cari?” tanya Revan.
“Sepertinya aku mencium aroma gaib di tubuhmu. Aroma itu semakin kuat saat aku berada di kamarmu.”
“Aroma gaib apa?”
“Sepertinya kau melakukan pesugihan. Jenglot, Tuyul, atau sejenisnya?”
“Mana mungkin aku melakukan pesugihan, aku cuma mahasiswa biasa yang masih menempuh semester lima.”
“Jangan beralasan! Lebih baik kamu jujur saja!”
“Beneran! Aku tidak melakukan pesugihan!”
Amira tidak menggubrisnya, dia masih mencari sesuatu di kamar Revan karena tidak percaya dengan omongannya. Dia pikir, pasti ada barang gaib yang disembunyikan.
Setelah dirasa tidak menemukan sesuatu barang gaib yang dicari, Amira kembali menata barang yang tadi sempat di acak-acaknya.
“Kamu sebenarnya siapa?”
“Aku adalah salah satu anggota pemburu hantu yang tugasnya menelisik hal-hal gaib di sekitarku,” jawab Amira.
“Lantas, bagaimana kau bisa merasakan kalau kamarku berbau hal gaib?”
“Analisis kamu bagus. Ada seseorang yang melapor kalau kamu selalu diganggu oleh sosok gaib. Benarkah?”
Revan tersentak kaget setelah mendengar penuturannya, dari mana dia tahu kalau Revan mengalami hal-hal aneh yang berkaitan dengan sosok gaib?
Memang benar, selama ini dia diikuti oleh sosok yang tidak diketahui saat berada di gang. Lalu, setiap malam dia dihampiri oleh sosok hantu Putri Eliza.
Revan kembali berpikir kalau Eko yang melapor kepadanya. Mungkin dia diam-diam ikut organisasi pemburu hantu itu. Hal itu diperkuat kalau sikap Eko yang sangat menyukai hal gaib.
“Kenapa kamu melamun?” tanya Amira.
“Aku tidak melamun, tapi aku masih bingung dengan ini semua, mengapa kamu sangat tertarik dengan hal gaib?”
“Aku adalah anggota kelompok pemburu hantu yang bernama Aster Putih. Kami semua sangat kontra dengan makhluk gaib dan perdukunan yang meresahkan masyarakat. Tujuan kami, membuat orang-orang aman dari makhluk gaib dalam menjalani kehidupannya,” jelas Amira.
“Oh jadi begitu. Mungkin yang melaporkan semua itu adalah Eko, temanku yang juga ikut organisasi kamu?”
“Eko siapa? Aku tidak mengenal nama anggotaku sendiri, tapi aku bisa merasakan siapa anggotaku dan siapa musuhku, serta aku bisa menerawang keberadaan makhluk gaib di suatu tempat.”
“Wah, keren. Bisakah aku ikut dengan organisasi kalian?”
“Organisasiku tidak butuh orang idiot seperti kamu,” ledek Amira.
“Kumohon, izinkan aku untuk ikut dan mempelajari hal gaib,” pinta Revan.
Mulai saat itu, sifatnya mulai berubah, dulunya tidak tertarik dengan hal gaib, sekarang justru ingin mempelajarinya dan ingin melatih diri agar tidak menjadi pria yang penakut.
“Boleh saja, lalu apa tujuanmu ikut organisasi?”
“Aku hanya ingin mengubah diriku yang penakut ini menjadi pemberani,” jawab Revan.
“Oke, tujuan yang bagus, sekarang aku harus kembali,” ucap Amira keluar dari kamar Revan.
“Baik, apa perlu aku antar?” ucap Revan menawarkan bantuan.
“Boleh,” jawab Amira sambil tersenyum misterius.
Revan melihat senyum Amira dengan bingung, sebenarnya dia punya rencana apa kepada Revan?
‘Duh, aku harus bagaimana? Aku sudah terlanjur menawarkan bantuan padanya, bagaimana kalau dia adalah penjahat yang ingin menjebakku?’ gumam Revan dalam hati.
Setelah sampai di suatu tempat, Amira pun berhenti.
“Kamu sudah boleh pulang sana,” ucap Amira.
“Lho, ini kan masih satu kompleks dengan kontrakanku.”
“Ini kamar kontrakanku yang baru, aku sudah pindah tadi malam,” ujar Amira.
Revan pun kaget, rupanya dia adalah tetangga baru yang masih satu kompleks dengannya. Namun, dia khawatir dengan kehadirannya, apabila sosok Putri Eliza itu terungkap oleh Amira, pasti dia tak segan untuk menangkap sosok hantu wanita itu. Maka, Revan berusaha menutupinya agar tidak diketahui oleh Amira.
Siang itu Revan tertidur karena rasa sakit bekas pukulan penjahat. Tidurnya sangat pulas hingga dia dibangunkan oleh seseorang. Dia tidak tahu berapa lama dia tertidur.
“Revan, bangun!” ucapnya dengan suara lembut.
Revan perlahan membuka kedua matanya, dia beru menyadari kalau saat itu ternyata sudah malam. Sosok hantu cantik Putri Eliza pun mulai terlihat dari pandangan matanya.
“Kukira sudah pagi, kenapa kamu membangunkanku malam-malam?” tegur Revan.
“Aku ingin bermain denganmu, suntuk sendiri.”
“Memangnya bermain apa?”
“Ga main apa-apa, aku ingin malam ini bersamamu lagi. Ngomong-ngomong, tadi siang, siapa perempuan yang kemari? Kamu selingkuh ya?” tuduh Putri.
“Kau cemburu? Kukira hantu tidak punya rasa cemburu.”
“Kalau kau selingkuh, aku tak segan membunuhmu!” hasut Putri.
“Dengarkan penjelasanku dulu, ada seseorang yang tadi siang memeriksa kamarku, katanya mencium aroma gaib di sini, dia mengira kalau aku melakukan pesugihan atau semacamnya yang berhubungan dengan hal mistis,” jawab Revan.
“Maksudmu, dia bisa saja punya niat untuk menangkapku?”
“Bisa jadi. Maka dari itu, mulai sekarang, kamu harus hati-hati.”
“Baik, Suamiku.
“Sekarang, kamu ceritakan masa lalumu padaku. Mengapa kamu bisa mati dan arwahmu masih gentayangan?”
“Kamu mau tahu banget, atau mau tahu aja?”
“Mau tahu banget aja deh. Ayo cepat ceritakan!”
“Tapi kamu janji ya, jangan selingkuh. Kamu kan suamiku tercinta,” pinta Putri dengan centil meraih tangan Revan, lalu mengusap-usapnya dengan manja.
“Tenang saja, aku tidak akan selingkuh kok. Aku juga tidak terlalu tertarik dengan wanita lain,” jawab Revan.
Kemudian Putri pun mulai bercerita ….