Oleh: Yuan_bee
Kemudian, Putri pun mulai bercerita, berawal dari ayahnya yang mengetahui identitas para perampok bank swasta.
Rupanya, mereka adalah organisasi Mawar Biru yang menyamar, sedangkan ayah Putri anggota dari Aster Putih. Ayah Putri dan teman-temannya berhasil menggagalkan usaha mereka, tapi anggota organisasi Mawar Biru menuntut dendam kepada mereka semua, khususnya ayah Putri.
Mengetahui hal tersebut, para penjahat itu menyerang ayah Putri dengan ilmu gaib yang mereka miliki. Santet, guna-guna dan sejenisnya mereka lancarkan, tapi semua usaha itu sia-sia karena Ayah Putri dan yang lainnya memiliki dinding pelindung gaib.
Hingga pada akhirnya, para penjahat itu memutuskan untuk menggunakan jalur kekerasan.
Para perampok itu secara tiba-tiba melancarkan aksinya untuk menyerang rumah para anggota Aster Putih yang menggagalkan aksi mereka.
Sesuatu yang buruk menimpa keluarga Putri saat malam hari. Di mana waktu itu semuanya sudah beranjak tidur.
Keluarga Putri yang tidak tahu akan ada penyerangan pun tidak berkutik. Mereka tidak ada persiapan sama sekali untuk bertahan dari serangan itu.
“Ambil koper ini, dan selamatkan dirimu lewat pintu belakang!” suruh ayah Putri.
“Lalu, Ayah dan Ibu bagaimana?”
“Percayalah, ayah dan ibu pasti akan bertemu denganmu suatu saat.”
Putri pun memeluk kedua orang tuanya, lalu berlari lewat pintu belakang dengan membawa koper. Sedangkan ayah dan ibunya lewat pintu depan yang tujuan sebenarnya adalah untuk mengulur waktu, agar anaknya bisa selamat.
Setelah membuka pintu belakang, dia melihat ke sekeliling memang tidak ada orang. Dia pikir akan aman, segera berlari meninggalkan rumahnya. Namun, saat dia memulai pelariannya, dia ketahuan oleh para penjahat itu.
“Reyhan, Tomy. Cepat kejar gadis itu dan tangkap dia hidup-hidup! Urusan di sini serahkan kepada yang lain!” seru seorang pria yang memakai topi bundar. Orang itu sangat angkuh dan arogan, sifatnya kejam dan tanpa ampun dalam memperlakukan musuhnya.
Dengan santainya, dia menyalakan rokok, lalu menghembuskan asap rokok itu dari mulut dan hidungnya.
Sementara Itu, Putri berlari tak tentu arah sambil membawa koper dan boneka kesayangannya. Putri berusaha berlari untuk menjauhkan diri dari kejaran dua orang itu, tapi sialnya, mereka berhasil menangkapnya.
“Dan setelah itu, aku tertangkap, lalu terbunuh dengan cara dibius,” ucap Putri mengakhiri ceritanya.
“Lantas, barang apa yang berada di koper itu?”
“Entahlah, tapi barang itu tak tahu di mana lagi.”
“Lalu, kenapa arwahmu masih gentayangan, dan bagaimana bisa kamu mengingat semua kejadian itu?” tanya Revan bingung. Tidak mungkin orang yang sudah meninggal bisa tahu dengan sesuatu yang menimpa dirinya sesaat sebelum dia meninggal.
“Ada makhluk gaib sakti yang memberitahuku tentang kejadian kelam itu, dia bisa menerawang semuanya. Penyebabku gentayangan juga karena jasadku tidak dikubur dengan layak, lalu diambil oleh seseorang dan akan dibangkitkan kembali, tapi ritual itu masih belum selesai. Kemudian, jasadku hilang entah ke mana,” jelas Putri.
Setelah Putri menjelaskan semuanya, Revan pun berpikir panjang, “Hem … Kalau arwahmu gentayangan, tolong jangan membuat teror warga desa. Kamu dan bonekamu sangat meresahkan warga di sana.”
“Dia bukan aku.”
“Lantas, siapa sosok yang meresahkan warga di sana?”
“Kemungkinan ada yang memanfaatkan kematianku untuk meneror warga demi mendapatkan suatu tujuan.”
“Jadi, setelah kematianmu dan jasadmu dibuang, ada oknum melakukan pesugihan dengan mengatas namakan kematianmu?”
“Pintar, Suamiku. Itulah kenapa aku butuh bantuanmu untuk mencari boneka Lulu milikku dan balas dendam kepada penjahat itu.”
“Lalu, boneka itu?”
“Boneka Lulu sudah dipengaruhi ilmu hitam, sehingga dia bisa bertindak semaunya.”
“Aku ragu, apa aku bisa melakukan semuanya, sesuai keinginanmu?”
“Aku yakin kamu bisa melakukannya demi aku. Kau sebenarnya adalah pria yang kuat, Suamiku.”
Revan yang dulunya bersikap dingin pun sekarang hatinya sudah luluh usai Putri menjelaskan semuanya. Dia menatap Putri dengan penuh empati.
Revan pun menceritakan masa lalu dirinya yang kelam, kalau keluarganya sering bertengkar, sehingga dia lebih memilih untuk tinggal sendirian di kamar kontrakannya.
Tidak hanya itu saja, entah kenapa hubungan cinta yang dijalin Revan selalu gagal dan berhenti di tengah jalan, sehingga dia kapok untuk berkenalan dengan wanita lagi.
Revan dan Putri pun pada akhirnya saling melengkapi. Meskipun mereka di alam yang berbeda, hubungan cinta mereka terjalin dengan baik. Revan menggenggam tangan Putri yang halus itu, lalu memandang wajah cantiknya.
“Putri, meskipun kamu adalah hantu, tapi sebenarnya aku menyukaimu,” ucap Revan mencurahkan isi hatinya.
“Aku pun sama. Andai saja aku bisa jadi manusia sepenuhnya. Aku janji, tidak akan berpaling darimu. Meskipun sifatmu polos, tapi aku menyukai kebaikanku.”
“Aku sudah terlanjur cinta padamu. Maka, kamu jangan membunuh orang lagi!”
“Aku tidak akan membunuh siapa pun. Aku ulangi lagi ya, yang membuat teror di desa yang kamu maksud bukanlah aku.”
“Iya, aku mengerti.”
“Aku sebenarnya ingin kembali ke alamku, tapi aku belum bisa.”
“Kenapa belum bisa?”
“Yang pertama, aku belum bisa meninggalkan dirimu. Yang kedua, aku belum bisa pergi dengan tenang.”
Revan tak kuasa menahan air matanya, dia ikutan menangis setelah Putri mengungkapkan dirinya. Namun, sisi gelapnya muncul, dia ingin meraih bibir manis Putri, dia pun mulai mendekat ke wajahnya. Putri pun tidak menolak Revan. Setelah adegan itu, entah kenapa pandangan Revan menjadi gelap gulita.
Jam alarm pun berbunyi, Revan bangun dari tidurnya dan mendapati kalau waktu sudah pagi hari. Seperti biasanya, pusaka kesayangannya basah, hingga membasahi kasur empuknya.
“Lagi dan lagi …,” kata Revan sambil menggelengkan kepalanya, “Hantu cantik itu setiap malam datang kepadaku untuk diberi nafkah batin.”
Di meja kamarnya ada minuman teh yang masih hangat seperti kemarin. Dia pun meminumnya, dan teh itu rasanya seperti buatan manusia biasa.
Revan membersihkan diri, lalu bersiap berangkat kuliah. Setelah keluar dari kamarnya, dia bertemu dengan Amira. Dia kaget, karena kemunculan Amira di depannya secara tiba-tiba.
“Kamu tidak berangkat kerja?” tanya Revan.
“Aku sudah resign kemarin.”
“Lho, kenapa resign?”
“Aku mau fokus ke organisasi dulu, karena punya tanggung jawab dan kewajiban itu sangat susah membagi waktu,” jelas Amira.
“Jadi, apa aku boleh menjadi bagian dari organisasimu?”
“Boleh saja, asalkan kamu harus jujur padaku. Apakah kamu bersekutu, meminta bantuan, atau menjalin hubungan dengan makhluk gaib?”
Revan kaget dan bingung mau menjawab apa, dia tidak ingin kalau Amira menangkap Putri yang merupakan makhluk halus yang dicintainya.
“Katakan saja sejujurnya, sebelum anggotaku yang lain mengetahui rahasiamu,” desak Amira.
“Sebenarnya aku ….”