Oleh: Yuan_bee
Amira tidak menjawab pertanyaan dari Revan, dia terus menerus berjalan, hingga pada akhirnya sampai di suatu tempat.
“Puh! Ada orang baru yang mau jadi muridmu.”
“Siapa?” Tanya orang yang dipanggil Amira, Sepuh.
“Temanku, Puh.”
“Sejauh mana ilmu yang dia miliki?”
“Aku masih pemula, Pak, eh Mbah,” ucap Revan gugup.
“Panggil dia, Sepuh. Dia adalah guru yang akan mengajarimu semuanya.”
“Baik, saya masih pemula, Puh. Belum pernah berlatih ilmu apa pun.”
“Kebetulan, nanti ada juga murid baru yang akan berlatih di sini,” ujar Sepuh. Setelah itu, Revan disuruh untuk menunggu sambil persiapan memulai pelatihan.
Waktu menunjukkan pukul empat sore, murid-murid pun berdatangan, ada yang sudah senior bersabuk putih yang siap mengajari juniornya.
Revan berbaris dengan para pemula. Sepertinya, mereka pun baru saja menginjakkan kakinya di padepokan itu.
“Lho, kamu lagi, kamu lagi. Ngapain ketemu lagi di sini?” tanya Revan setelah tahu ada Nanda yang baris di sampingnya.
“Kamu juga ngapain ke sini?”
“Aku mau berlatih lah, masa mau dagang siomay?”
“Kamu kenal dia?” tanya teman Nanda.
“Baru aja kenal si,” jawab Nanda.
“Begitu ya,” ucap teman Nanda, lalu mereka pun saling berbisik dan tertawa. Revan yang melihat itu pun tak menghiraukannya. Dia menganggap kalau pesona dirinya mampu memikat kedua gadis tersebut.
Revan dan para pemula yang lain berlatih ilmu dasar terlebih dahulu. Seperti jurus kuda-kuda dan pukulan A, tendangan A, yang masih dalam tahap paling mudah.
Sore pun menjelang petang, Revan pulang dengan badan yang sakit akibat pelatihan kuda-kuda tadi. Pelatihan awal yang cukup berat, dia harus menerima tendangan seniornya di bagian perut. Namun, Revan tidak kapok dan besok harus berlatih lagi demi dirinya bisa lebih kuat.
Tak terasa, sore hari berganti menjadi malam. Seperti biasanya, Putri Eliza datang ke kamarnya. Revan kaget karena dia tiba-tiba muncul di hadapannya.
“Hai Putri! Kalau mau muncul, jangan tepat di depanku! Aku kan kaget!” gerutu Revan.
“He-he-he, maaf. Kamu merindukanku?” tanya Putri Eliza.
“Kalau iya kenapa? Kalau enggak juga kenapa?”
“Kalau iya, nanti aku sun lagi. Kalau enggak, nanti kamu akan ku-kuliti!”
“Iya aja deh,” ujar Revan dengan nafas berat.
“Tadi sore kamu ke mana saja? Biasanya langsung molor? Mungkin kamu kencan dengan wanita lain ya?” tuduh Putri Eliza yang curiga kalau Revan berselingkuh.
“Enggak. Aku berlatih bela diri dan punya niat untuk ikut anggota Aster Putih.”
“Aster Putih? Lebih baik kamu jangan ikut mereka!” larang Putri.
“Memangnya kenapa? Mereka kan organisasi yang baik.”
“Memang mereka bukan organisasi orang jahat. Maksudku begini, ayahku pernah ikut Aster Putih, setelah dia menjadi pengikutnya, kehidupan yang tadinya damai, menjadi tidak aman.”
“Kenapa bisa begitu?”
“Aster Putih adalah musuh bebuyutan dari Mawar Biru. Kedua organisasi itu saling beradu dan tidak pernah damai sejak dulu.”
“Kata kamu dulu, aku disuruh membalas dendam kepada mereka karena kematianmu dan kedua orang tuamu? Apa kamu lupa?”
“Iya, tapi aku tidak mau suamiku yang kucintai bernasib seperti ayahku yang menjadi buronan para penjahat itu.”
“Tenang saja, aku akan berlatih keras agar bisa lebih kuat untuk menjaga diriku sendiri. Semua ini kulakukan demi kamu juga.”
Putri Eliza pun luluh dan terharu setelah mendengar ucapan Revan. Sontak dia mencium pipi Revan dengan mesranya.
“Eh, aku baru ingat, kalau kemarin aku bertemu dua orang pria yang memakai jaket hitam dengan logo Mawar Biru pada dada kirinya.”
“Iyakah? Lantas bagaimana kelanjutannya?”
“Ada salah satu pria yang melakukan transaksi kepada seorang pelanggan.”
“Apa kau tahu barang itu?”
“Entahlah. Sebenarnya aku pun penasaran, tapi saat aku berusaha mendekat, aku dipukul oleh pria yang lainnya.”
“Kamu dipukul oleh dia? Sakit ga?” tanya Putri dengan perhatian.
“Sakit pastinya!”
“Kasihan suamiku, sini aku obati,” kata Putri menawarkan bantuan.
Revan membuka bajunya, lalu merebahkan dirinya ke kasur. Setelah itu, dia membalikkan badannya. Putri memijat lembut pada punggung bekas pukulan itu. Dia juga memijat dari atas hingga bawah, hingga sampai ke area terlarang.
Sebenarnya, luka bekas pukulan itu sudah sembuh. Hanya saja, badanya sakit karena latihan bela diri tadi sore. Revan menikmati sentuhan lembut dari hantu cantik itu. Sampai-sampai, di merem melek dibuat olehnya.
‘Boleh juga hantu cantik ini kumanfaatkan sebagai tukang pijat dadakan,’ gumam Revan dalam hati merasakan sentuhan lembut dari Putri.
“Kamu harus berhati-hati!”
“Hati-hati saja tidaklah cukup. Maka dari itu, izinkan aku untuk ikut bersama mereka.”
“Iya, suamiku. Aku akan mendukungmu,” ujar Putri tersenyum.
“Putri, bolehkah aku bilang sesuatu padamu?”
“Bilang aja,” kata Putri masih memijat badan Revan.
Revan menyuruh Putri untuk menghentikan pijatannya karena rasa sakitnya sudah cukup membaik. Dia juga kasihan kalau Putri kelelahan.
“Aku mulai menyukaimu. Seandainya kamu adalah manusia, pasti aku akan langsung menikahimu,” celoteh Revan berharap kalau hal itu benar-benar terjadi.
“Benarkah itu? Tapi sayangnya tidak mungkin aku menjadi manusia kembali,” ungkap Putri.
“Memangnya kenapa?”
“Aku hanya arwah gentayangan yang hanya ingin balas dendam. Kalau semua dendamku sudah tersampaikan, mungkin saja aku akan kembali ke alamku.”
“Putri, aku ingin selalu bersamamu. Meskipun kamu hanya muncul saat malam hari saja.”
“Semoga saja kita bisa bersama selamanya, tapi hanya Tuhan yang tahu.”
“Lantas kenapa kamu menerima ijabku yang cuma bohongan itu?” tanya Revan mengingat masa lalunya.
“Karena aku pun menyukaimu dari pertama kali melihatmu,” jawab Putri.
“Iya, aku tahu. Atas dasar apa kamu menyukaiku? Apabila ada orang lain yang kencing sembarangan dan melakukan ijab sembarangan, apakah kamu mau menerima ijab itu?”
“Aku tidak akan mau.”
“Itu yang masih membuatku bingung, sampai sekarang ini.”
“Hanya saja, kamu mengingatkanku dengan seseorang.”
“Seseorang? Lantas, siapakah dirinya?”
“Dia adalah tunanganku, Dicky. Sekarang dia mungkin saja masih hidup dan sedang mencariku. Sebenarnya beberapa hari lagi, aku akan melangsungkan pernikahan dengannya. Tapi takdir berkata lain,” jelas Putri.
Revan yang mendengarnya pun merasa iba. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi.
“Apa aku dan Dicky ada kesamaan?”
“Meskipun pada dasarnya berbeda, tapi kamu banyak kesamaan dalam hal tanggung jawab dan kesetiaan.”
“Aku berjanji akan menemukan Dicky untukmu.”
“Tidak usah, karena saat ini hatiku hanya milikmu seorang. Kita sudah sah menjadi suami istri. Tidak mungkin aku berselingkuh dengan orang lain. Terlebih lagi, dia tidak mungkin mau denganku yang sudah jadi hantu.”
Sontak, Revan memeluk Putri dengan kasih sayang. Dia tidak bisa membendung air matanya untuk keluar dari kelopak matanya.
Putri pun merasakan hal yang sama, dia sedih saat mengingat masa lalunya yang kelam. Di saat mereka saling berpelukan satu sama lain, ada suara ketukan pintu ….