Oleh: Yuan_bee
Setelah beberapa saat, wanita itu menyuruhnya berhenti pada suatu tempat.
“Berhenti di sini saja, Mas.”
“Kenapa tidak sekalian di depan rumah saja?”
“Tidak usah, Mas. Nanti suamiku marah.”
Setelah wanita itu turun, dua memberikan tiga lembar merah kepada Joko.
“Mbak, ini kebanyakan, cukup satu lembar saja, itu pun masih terbilang banyak,” tolak Joko.
“Ambil aja, Mas. Anggap itu bonus.”
Joko pun menerima uang itu dengan senangnya, dia kembali memeriksa keaslian itu. Memang benar, uang yang dipegangnya adalah uang asli. Sehingga, dia pun meletakkan uang itu di sakunya.
Meskipun Joko sudah menerima uang itu, dia tidak enak hati dengannya, dia pun berusaha untuk mengembalikan dua lembar merahnya.
“Mbak, ini terlalu banyak,” ucap Joko. Namun, dia baru menyadari kalau wanita itu tiba-tiba hilang.
Entah ke mana dia pergi, Joko tidak melihatnya berjalan. Dia pun bingung dan mencoba mencari wanita itu untuk mengembalikan dua lembar merahnya. Dia berusaha untuk mencapai rumahnya dengan berjalan kaki.
Akan tetapi, setelah Joko berjalan beberapa langkah, rumah itu pun lenyap. Joko kaget setelah menyaksikan sendiri kalau rumah itu tiba-tiba hilang. Dia kembali menuju ke sepeda motornya untuk segera pulang.
“Kok pergi, Mas. Tidakkah mampir sebentar?”
“Aku harus segera pulang, Mbak. Anak dan istriku menungguku di rumah,” jawab Joko tanpa melihat ke arah wanita yang bersuara.
“Mas … jangan pergi …,” ucapnya dengan suara lirih setengah mendesah.
Joko merasa ada yang tidak beres dengan wanita tadi, mengapa suaranya tiba-tiba berubah seperti suara nenek-nenek yang sudah tua renta?
Sontak, Joko menengok ke belakangnya, dia memutar kepalanya dengan perlahan, lalu melihat sesuatu yang membuat kedua matanya terbelalak kaget.
Joko kaget melihat wanita yang tadi berpakaian minim itu berubah menjadi sosok hantu wanita berpakaian putih yang kepalanya sudah terputus. Kepalanya dia bawa di tangan kanannya.
Rupanya, meskipun kepala itu putus dengan tubuhnya, kepala tadi masih hidup. Bisa dilihat dari kedua matanya yang berkedip, serta pergerakan dari raut wajahnya.
Joko yang melihatnya pun langsung ketakutan luar biasa. Sontak, dia bergegas meninggalkan tempat itu untuk menyelamatkan diri.
Tanpa basa-basi lagi, dia mengendarai motornya ngebut tanpa menghiraukan jalanan yang berlubang.
Kepala itu terus melayang berusaha menyerang Joko untuk dijadikan santapan makan malamnya. Joko yang melihatnya dari sudut spion pun ketakutan, lalu berusaha mempercepat laju sepeda motornya.
Aksi kejar-kejaran pun masih berlanjut, Joko melewati jalanan beraspal rusak yang di samping kanan-kirinya adalah pepohonan yang rindang.
Kepala itu masih mengejar Joko hingga semakin lama semakin mendekat. Sungguh naasnya, kepala itu menempel pada punggung Joko dengan menggigit jaket kulitnya yang tebal. Joko merasakan ada sesuatu yang lengket seperti jelly membasahi tengkuknya.
Joko mendorong tangannya ke belakang secara refleks untuk menyelamatkan dirinya. Dia berharap, kepala itu bisa terlepas dari jaket kulitnya.
Joko masih terus berusaha agar hantu tersebut menjauh darinya, tapi hal itu tidak berhasil, karena menempel dengan kuat pada punggungnya. Dia tidak berani melihat ke belakangnya karena takut, wujud kepala itu sangat menyeramkan. Wajahnya hancur berantakan bersimbah darah.
Seketika, kepala tanpa tubuh itu melihat pancaran cahaya dari kalung yang dipakai oleh Joko.
Cahaya itu sangat menyilaukan matanya, sehingga gigitan pada jaket kulitnya pun terlepas. Hantu kepala itu pun jatuh ke jalan, lalu menggelinding di jalanan yang menurun. Akhirnya, Joko terhindar dari ajal yang akan menjemputnya.
Rupanya kalung yang dipakainya adalah sebuah jimat yang selalu menjaganya dari serangan makhluk gaib. Joko pun baru menyadari kalau kalung yang dia miliki sangat berarti untuk keselamatan dirinya.
Dia menyimpulkan kalau hantu kepala itu tidak berani mendekatinya karena kalung yang ia kenakan. Setelah itu, dia bernapas lega, sebab bisa keluar dari hutan yang angker dan terhindar dari kejaran hantu tadi.
“Untung saja, aku masih hidup, mungkin saja kalau aku tidak memakai kalung ini, pasti seketika binasa dimakan olehnya,” ucapnya bermonolog.
Pada akhirnya, Joko sampai rumah dengan selamat, dia pun berhasil membawa uang hasil ojeknya itu. Namun, perasaan Joko masih belum tenang, apabila kepala itu masih mengejarnya sampai rumah.
Istrinya melihat Joko dengan kebingungan, dia ingin bertanya dengan apa yang terjadi pada Joko, tapi tidak enak hati, sehingga dia membiarkan suaminya tenang terlebih dahulu. Dia membuatkan minuman hangat untuk suaminya. Joko pun menyeruputnya sampai habis seketika. Istrinya yang melihat tingkah laku suaminya yang tidak seperti biasanya pun hanya diam sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Beberapa saat kemudian, setelah Joko tenang, istrinya bertanya tentang apa yang terjadi pada suaminya.
Joko pun menceritakan kejadian tadi kepada istrinya. Meskipun takut, istrinya berusaha untuk mendengarkan cerita dari Joko.
“Sudahlah, Pak. Yang penting kamu selamat sampai di rumah,” ucap istrinya setelah Joko usai bercerita.
“Aku sudah kapok narik ojek di malam hari, Dek. Apalagi tujuannya tidak jelas,” rintih Joko.
“Aku kan tadi sudah bilang, Mas. Kalau mau narik ojek itu siang aja. Malam untuk istirahat!”
“Iya deh, aku akan nurut sama kamu, Dek. Tapi untungnya, tadi aku sudah dibayar olehnya!”
“Maksudmu, dibayar oleh hantu itu?”
“Iya, lihat ini kalau tidak percaya,” ucap Joko merogoh sakunya. Namun, dia ada perasaan aneh pada sakunya. Dia merasakan kalau uang yang diterimanya tadi sudah berubah menjadi sesuatu. Lalu, dia mengeluarkan isi yang berada di dalam sakunya. Joko dan istrinya kaget setelah melihat benda yang di keluarkan dari sakunya. Rupanya dari dalam sakunya ada tiga lembar daun jambu air yang berwarna merah.
“Itu hanya daun, Pak. Mana mungkin hantu itu membayarmu, dia dapat uang dari mana?”
“Tadi aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kalau itu benar-benar uang asli. Aku raba-raba dan aku periksa pun asli.”
“Palingan kamu sudah ngantuk dan tidak fokus, sehingga kau mengira kalau itu adalah uang. Tapi tidak apa-apa, Mas. Itu belum rezeki kita.”
“Kok bisa ya?” kata Joko lirih yang tidak percaya dengan kejadian tadi malam.
Malam itu, Joko pun tertidur dengan nyenyaknya karena rasa lelah yang melanda tubuhnya.
Keesokan harinya, Joko menceritakan kejadian tadi malam kepada teman-temannya yang sedang mangkal di pos ojek. Teman-temannya ada yang percaya, ada yang tidak dengan cerita dari Joko. Lambat laun, kabar itu pun menyebar sampai ke beberapa daerah dengan cepat, hingga semua tukang ojek tidak berani mangkal saat malam hari karena takut.
Sementara itu, saat siang hari, Maman dan Bejo sedang mengobrol membahas teror yang terjadi di desanya akhir-akhir ini. Cerita Joko yang dikejar oleh hantu pun mulai tersebar luas.
“Apa kamu sudah mendengar seorang tukang ojek yang dihantui oleh wanita yang kepalanya putus?” tanya Bejo.
“Belum, gimana ceritanya,” suruh Maman kepada Bejo untuk menjelaskannya.
Bejo pun bercerita sesuai yang dia tahu kepada Maman. Dia mendapat kabar itu dari temannya yang berdagang di sebuah pasar, tak jauh dari pangkalan ojek itu.
“Begitulah, ceritanya, Kang.”
“Semakin lama, desa kita ini sudah tidak aman. Ada boneka melayang, ada kepala melayang. Nanti ada hantu apalagi?” cetus Maman sedikit kesal.
“Betul, Kang. Apalagi kemarin lusa, boneka setan itu kembali membunuh tiga anak-anak hingga kepalanya putus, seperti kejadian sebelumnya, aku tahu kabar itu dari orang Surodadi,” jelas Bejo.
“Benarkah seperti itu?”
“Benar, Kang.”
“Kita tidak boleh hanya diam saja, kita harus segera bertindak. Namun, Pak Ustaz masih lama kembalinya. Mungkin hanya dia yang mampu melawan para makhluk gaib yang meneror desa kita,” ucap Maman.
“Mungkin untuk saat ini, kita harus meminta bantuan kepada Dukun Pardi. Semoga saja dia bisa menaklukkannya,” saran Bejo.
“Betul, daripada menunggu Pak Ustaz kembali pulang,” sahut Maman menyetujui saran dari Bejo.
Tiba-tiba, ada sebuah mobil yang berhenti di depan rumah Maman ….