Oleh: Dewa ndaru
“A-A-Ara.”
Suara Ara terbata-bata saat memperkenalkan diri di hadapan Kaisar. Telihat juga tangannya bergetar saat bersalaman.
Perkenalan singkat mereka. Terjadi begitu saja di dalam sebuah club malam. Kaisar sendiri kembali sibuk dengan minumannya. Sedang Ara, ia acuhkan begitu saja.
“Mari, silahkan duduk!” sambut Dion setelahnya. Hanya ia yang terlihat ramah. Dibandingkan Kaisar yang masih memasang sikap dinginya.
“Terimakasih Tuan,” sahut Serly, temannya mengajari duduk terlebih dulu.
Barulah kemudian Ara mau duduk. Tapi ia terlihat tidak nyaman berada di ruang ini. Apalagi bersama orang-orang yang baru ia temui.
“Mau shampine?” tawar Dion setelahnya.
“Boleh,” jawab Serly.
“Kamu Ara?” tanyanya beralih pada Ara tanpa berkedip.
Tatapan mata Dion belum juga beralih. Menelanjangi keseluruh bagian tubuh Ara dari atas sampai bawah. Membuat Ara semakin tidak nyaman. Sampai menyilangkan kaki untuk menutupi bagian pahanya yang terekspose.
“Em…saya…”
“Samakan saja,” potong Serly sengaja menahan omongan Ara.
Serly sengaja melakukan itu. Menepuk pelan paha Ara. Tidak luput matanya ikut melirik tajam. Seolah berbicara agar Ara patuh dengannya.
Ara tidak berani berkutik. Ia hanya bisa menunduk. Mengikuti arahan Serly selanjutnya.
“Oke!” Dion bergeser sedikit. Ia beranjak sendiri menuangkan dua gelas shampine untuk kedua wanita cantik.
Apa yang akan terjadi setelah ini sungguh Ara tidak mengetahuinya. Dalam benaknya hanya berharap tamunya membatalkan kencan malam ini.
“Ngomong-ngomong, umur kamu berapa?” tanya Dion selanjutnya.
“19 tahun,” jawab Ara begitu lirih.
“Wah masih belia rupanya,” seru Dion tertawa nyaring.
“Umur memang masih belia tapi soal pengalaman. Jangan ditanya lagi,” celetuk Serly ikut menambahkan.
Dion semakin tertawa terbahak-bahak mendengar itu semua. Termasuk Serly yang ikut menemaninya tertawa.
Tersisa Kaisar dan Ara yang dibiarkan diam. Kaisar sendiri sama sekali tidak tertarik dengan topik pembahasan tersebut. Semenjak tadi pria ini, asyik dengan dunianya sendiri. Menenggak isi botolnya hingga habis separuh.
Sama hal dengan Ara yang saat ini tengah jadi obyek pembicaraan. Gadis ini tidak bereaksi apapun. Ia belum berani mengangkat wajah. Menunduk seraya memilin ujung roknya.
“Ini silahkan!” ucap Dion menyerahkan minuman tadi.
“Haduh jadi gak enak ini. Harusnya kan kita yang service, yang ada ini malah Tuan Dion yang ngelayanin kita,” sahut Serly basa-basi menerima minuman tadi.
“Gak masalah. Kalau untuk wanita secantik kalian. Apa sih yang enggak?” gurau Dion. Mengedipkan sebelah mata kearah Ara.
Dion sedikit bermain. Sengaja mengusap bibir bawahnya dengan ujung jari. Berniat untuk menggoda Ara.
Ara yang polos semakin terlihat ketakutan. Gadis ini sampai membuang wajahnya. Tidak berani menatap balik Dion.
Diam-diam Kaisar memperhatiakan itu. Ia mulai terpancing. Geram dengan ulah Dion. Tapi ia masih bisa menahan emosinya.
“Ayo di minum!” kata Dion memulai.
Serly segera menyambutnya. Ara yang masih belum terbiasa meminum-minuman ini dengan sangat terpaksa menurutinya. Ikut mengangkat gelas ke udara.
“Cheers!” seru Dion dan Serly bersamaan. Di ikuti suara dentingan gelas.
Kompak Serly dan Dion menenggak habis minuman mereka. Tersisa Ara dan juga Kaisar.
Terbesit keraguan dalam benak Ara untuk meminumnya. Ia sama sekali belum pernah mencicipi minuman ini. Namun, demi sebuah totilatas terpaksa ia beranikan diri. Mencicipinya sedikit.
Wajahnya langsung berubah aneh saat pertama kali meminumnya. Kaisar bisa melihat itu. Diam-diam ia memperhatikan gestur tubuh Ara.
Kaisar hanya tersenyum menggelang lalu menyusul menenggak minumannya. Baginya Ara wanita polos yang baru pertama kali ia jumpai.
“Kayaknya mereka cocok juga?” bisik Dion di sebelah Serly.
“Aku rasa juga begitu.”
“Bilangin sama Ara, malam ini aku booking dia buat nemenin Kaisar. Soal biaya gak jadi masalah. Nanti aku transfer sekalian sama bonusnya.”
“Tentu saja Tuan. Aku jamin Ara tidak akan mengecewakan,” sahut Serly tersenyum begitu puas. Malam ini sepertinya ia bisa tidur nyenyak dengan tumpukan uang di bantal.
Selama itu, keduanya masih sama-sama diam. Hanya Dion dan Serly yang terlihat lebih aktif. Bernyanyi seraya tertawa bersama.
Ara sendiri tertunduk di tempat. Meski sudah berulang kali Serly memintanya untuk ikut bergabung. Hanya saja ia masih merasa canggung sekaligus malu.
Waktu terus bergulir. Tanpa terasa malam sudah semakin larut. Kaisar berpamitan lebih dulu. Ia sudah sangat lelah ingin segera pulang dan beristirahat.
“Ara! Udah sana ikutin Tuan Kaisar pulang,” bisik Serly memaksa sembari menyerahkan tasnya.
“Kemana?” tanya Ara lugu.
“Ya ke hotel kek, atau ke apartemen pribadi dia. Yang jelas malam ini kamu harus kasih pelayanan yang terbaik buat dia,” tekannya.
“Tapi Ser?”
“Udah sana pergi!” paksa Serly mendorong tubuh Ara untuk lekas pergi.
Ara terlihat begitu bingung. Batinnya masih bergejolak. Antara iya dan tidak. Di satu pihak, Serly terus memantaunya. Memaksa untuk bermalam dengan Kaisar.
Tapi di sisi lainnya. Kaisar justru terlihat begitu acuh. Melenggang pergi tanpa memperdulikan dirinya.
“DP udah aku transfer. Sisanya nanti, kalau kamu udah selsaiin pekerjaan kamu,” pancing Serly.
Ara merogoh ponselnya di dalam tas. Mengecek besaran DP yang di berikan padanya.
Nominal 5 juta sudah berhasil masuk ke rekeningnya. Imannya sedikit goyah setelah melihat besaran uang tadi.
Baginya nominal itu cukup besar. Melebihi gaji bulanannya. Selain itu Ara teringat dengan tunggakan uang kontrakan.
Mencari uang segitu tidaklah mudah baginya. Uang sebesar ini baru DP. Belum upah sepenuhnya. Ara sudah berpikir pasti upah yang dijanjikan jauh lebih besar.
Ara membuang jauh rasa malunya. Ia sendiri yang bertekad kemari. Maka ia sudah harus siap dengan semua konsekuensinya.
Pelan tapi pasti Ara langkahkan kaki juga. Berjalan mengikuti Kaisar.
Kaisar yang berada jauh di depan. Rupannya tersadar juga setelah mendengar suara langkah kaki seseorang.
Pria ini melambatkan jalannya lalu menoleh ke belakang.
“Kamu? Sedang apa kamu di sini?” cecarnya.
Di tempatnya saat ini begitu sunyi. Tidak ada orang selain mereka. Yang ada hanya mobil-mobil mewah yang sedang terparkir rapi.
“Sa-saya?” gagap Ara. Ia kesulitan untuk menjawabnya. Tidak seluwes layaknya ani-ani senior.
“Malam ini Ara akan menemani kamu,” ucap Dion yang datang dari seberang.
“Menemani? Apa maksudmu?” balas Kaisar tidak paham dengan kalimat yang Dion sampaikan.
Dion mendekat, menepuk kencang bahu Kaisar.
“Malam ini dia bakal jadi milikmu,” bisik Dion tersenyum licik.
Spontan Kaisar berjingkat. Dirinya sendiri tidak mempunyai niatan untuk mencari kepuasaan sesaat. Hanya saja Dion seakan tidak iklhas melihatnya merana. Secara khusus ia hadiahkan Ara, malam ini pada bosnya.
“Kamu!” tunjuk Kaisar marah. “Jadi kamu mau nyogok aku gara-gara proyek yang kamu jalankan kemarin rugi?” tuduh Kaisar.
“Wait! Santai bos. Jangan berpikiran negatif begitu. Aku cuma pengen kamu bahagia aja. Lagian ini gak buruk-buruk amat.”
“Udah lah, malam ini kamu bisa santai. Nikmatin malam indah ini bersama Ara. Aku yakin besok saat kamu membuka mata, pikiran kamu bakal lebih fresh,” bujuk Dion yang sudah sedikit muak melihat Kaisar yang sering uring-uringan tidak jelas di kantor.
Pikir Dion mungkin dengan ini bisa sedikit membantu menghilangkan stres bosnya.
Setelah itu Ara tidak bisa mendengar apa yang mereka obrolkan. Dion sepertinya membisikan sesuatu sampai membuat Kaisar sesekali melirik padanya.
“F*ck!” umpat Kaisar beringsut pergi begitu saja.
“Oke, kalau kamu gak mau. Berhubung udah aku boking, jadi malam ini Ara bakal nemenin aku,” tantang Dion dengan nada sedikit meninggi.
Kaisar mulai berpikir ulang soal satu ini. Ia tidak rela jika Ara si gadis polos tersebut jatuh di tangan Dion yang dicap sebagai pria casanova.
Ia tidak bisa membiarkan ini. Tanpa paksaan Kaisar berbalik lantas menarik tangan Ara untuk masuk ke dalam mobilnya.
Ara tidak bisa menghindar. Ia menurut saja saat digelandang masuk.
“Semoga mimpi indah brother!” teriak Dion bersorak.