Oleh: Bavint
“Sasa, apa yang terjadi? Kenapa wajahmu pucat, apa kamu sedang sakit? Kita ke dokter yuk,” Tanyaku yang panik dan takut terjadi sesuatu pada putriku.
“Aku tidak sakit Bu, hanya kecapekan. Aku ke kamar dulu, mau istirahat” jawab putriku yang berjalan gontai menuju kamar.
“Apa yang terjadi pada putriku? Kenapa aku merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku” ucapku dalam hati.
Tiba-tiba aku mencium bau gosong dari arah dapur, aku baru ingat kalau sedang masak dan aku tinggal.
“Astaga! Sampai lupa kalau lagi masak!” Kutepuk dahiku dan bergegas pergi menuju dapur untuk mematikan kompor.
“Yah, ikannya gosong. Tapi beruntung masih ada dua yang selamat, ini bisa ku makan bersama Sasa” ucapku yang sedih.
Meskipun begitu aku tetap bersyukur ada yang bisa dimakan.
Selesai memasak dan beres-beres, kubersihkan diri dari keringat dan asap yang menempel di badan.
Setelah beberapa menit, aku yang sudah berganti pakaian segera melangkah ke kamar Sasa untuk mengajaknya makan malam bersama.
Aku hanya tinggal berdua dengan Sasa, suamiku sudah lama meninggal sejak Sasa umur dua tahun, dan sekarang dia berumur tiga belas tahun.
Kini aku berdiri di depan pintu kamar Sasa, ketika hendak mengetuk pintu, tiba-tiba aku mendengar sayup-sayup suara isakan yang menyayat hati.
“Kenapa Sasa menangis sampai seperti itu? Apa yang terjadi padanya? Kenapa perasaanku mendadak tidak enak” Gumamku sambil meremas dada yang semakin tak karuan.
Tok! Tok! Tok!
“Sa, ayo kita makan. Ibu sudah masak ikan kesukaanmu,” ucapku yang menajamkan pendengaran.
“Sasa nggak lapar Bu, mau tidur aja” jawabnya dengan suara serak.
Aku masih tidak percaya dan semakin curiga, kembali aku menyuruh Sasa membukakan pintu. Namun, Sasa tetap tidak mau dan ingin tidur.
Unduh aplikasi untuk lanjut membaca
